Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PMI Nunukan, Kaltim, Langgar Asas Unlinked Anonymous

16 Januari 2012   04:26 Diperbarui: 17 Mei 2018   22:01 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: http://greece.greekreporter.com)

* Jika PMI Publikasikan Hasil Skrining HIV Darah Donor Bisa Jadi Orang Enggan Menjadi Donor Darah

Skrining (penyaringan) HIV/AIDS di unit-unit transfusi darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) menerapkan asas unlinked anonymous. Artinya, yang diskrining adalah darah donor bukan donor darah (orang yang menjadi donor) sehingga donor yang darahnya terdeteksi HIV tidak boleh dipublikasikan.

Tapi, PMI Nunukan, Kaltim, ternyata melanggar asas itu. Buktinya ada pernyataan di berita yang menyebtukan: “Laporan positif HIV, merupakan temuan Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) Nunukan setelah menerima hasil uji PMI Nunukan belum lama ini.” (Dua PNS Pemkab Nunukan Positif HIV, www.jpnn.com, 13/1-2012).

Disebutkan dalam berita bahwa dua pria pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Nunukan terdeteksi HIV melalui skrining darah donor di PMI setempat. Data ini disampaikan oleh Hasanuddin, Koordinator Klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing).

Hasanuddin mengatakan: “ …. Dua PNS itu terdeteksi dari hasil donor darah yang dilakukan belum lama ini.”

Ini membuktikan PMI Nunukan sudah melanggar asas unlinked anonymous. Ini merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).

Ada tiga hal yang dilanggar PMI Nunukan terkait dengan pembeberan nama donor, yaitu:

(a) Donor tidak mendapat konseling tentang HIV/AIDS sebelum mendonorkan tes.

(b) Donor tidak memberikan persetujuan tertulis (informed consent) berupa izin agar darahnya dites HIV.

(c) Pembeberan identitas melanggar asas anonimitas dala tes HIV.

Dalam berita juga disebutkan bawah HIV menular melalui ’seks bebas’. Jika ’seks bebas’ diartikan sebagai zina atau melacur, maka pernyataan tsb. menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara zina atau melacur dengan penularan HIV.

Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu dari pasangan itu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kasus kumulatif di Kab Nunukan dari tahun 2006-2011 mencapai 99.

Disebutkan oleh Hasan bahwa ada empat PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Dikabarkan pula keempat PSK itu masih ’praktek’ sebagai PSK.

Terkait dengan data HIV/AIDS pada PSK itu ada fakta yang luput dari perhatian Hasan, yaitu:

Pertama, ada kemungkinan empat PSK itu tertular HIV dari laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang. Kalau ini yang terjadi maka ada laki-laki penduduk lokal yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi. Selanjutnya, ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK itu. Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama malalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kedua, ada kemungkinan empat PSK itu sudah mengidap HIV ketika mulai ’praktek’ di Nunukan. Kalau ini yang terjadi maka ada laki-laki penduduk lokal yang tertular HIV dari PSK itu. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami.

Mereka itulah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama malalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan perilakku berisiko laki-laki yang menularkan HIV kapada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK. Di Kab Nunukan sudah terdeteksi dua ibu rumah tangga yang tertular HIV.

Dua fakta itulah yang sering luput dari perhatian karena banyak orang cenderung mencari ’kambing hitam’ yaitu PSK sebagai ’biang keladi’ penyebaran HIV dengan mengabaikan lak-laki yang menularkan HIV kepada PSK.

Prov Kalimantan Timur sendiri sudah menelurkan peraturan daerah (perda) tentang penanggulangan HIV/AIDS. Tapi, karena perda itu dirancang dengan semangat moral, maka penanggulangan yang ditawarkan dalam perda itu pun tidak menyentuh akar persoalan penyebaran HIV (Lihat: Sepak Terjang Perda AIDS Prov Kalimantan Timur).

Jika penanggulangan HIV di Kaltim tetap mengabaikan fakta (medis) cara-cara pencegahan yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. Pemprov Kaltim tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen’ kasus HIV/AIDS karena kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang. ***[Syaiful W. Harahap]***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun