Di bagian rekomendasi disebutkan: Komisi Fatwa diharapkan dapat membicarakan dan mengeluarkan fatwa perihal langkah-langkah pencegahan penyebaran HIV/AIDS, khususnya tentang beberapa hal.
Misalnya, tentang eutanasia bagi penderita AIDS. Ini sangat naif karena biar pun, maaf, semua penderita HIV/AIDS dieutanasia, dikarantina atau diasingkan penyebaran HIV tidak akan berhenti karena di masyarakat masih banyak orang yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi. Jadi, eutanasia tidak perlu diperbincangkan dari aspek hak asasi manusia (HAM) yang justru membuka debat kusir (baru) karena ada alasan empiris.
Sedangkan rekomendasi berupa “Sterilisasi bagi suami isteri yang positif mengidap ataupun menderita HIV/AIDS” juga tidak berguna karena HIV ada di cairan sperma dan cairan vagina bukan di sperma atau indung telur.
Poin 6 rekomendasi disebutkan: “Kepada pengidap/penderita diberikan tuntunan rohani (bertobat) agar mereka yakin bahwa tobatnya diterima.” Ini tidak adil karena yang harus bertobat adalah orang yang menularkan HIV. Begitu juga dengan yang tertular melalui transfusi darah dan jarum suntik di instalasi kesehatan: Mengapa yang tertular yang harus bertobab? Bukankah penularan itu terjadi karena kelalaian petugas?
Di Malaysia, misalnya, seorang perempuan guru mengaji Alquran tertular HIV melalui transfusi darah (tahun 2000) di sebuah rumah sakit pemerintah. Perempuan itu menuntut ganti rugi dan pengobatan seumur hidup. Maka, untuk menghindari kejadian serupa pemerintah Malaysia menerapkan standar ISO yang dikeluarkan oleh International Organization for Standardization (ISO) ntuk tranfusi darah yaitustandar ISO/ICE 17025:1999 (general requirements for the competence of testing and calibration laboratories)
Faktor risiko (mode of transmission) HIV yang paling potensial menyebarkan HIV adalah hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.
Dalam muzakarah ini tidak ada jalan keluar untuk mengatasi penyebaran melalui faktor risiko hubungan seksual. Maka, tidaklah mengherankan kalau kasus infeksi HIV baru, khususnya pada kalangan laki-laki dewasa, terus terjadi.
Muzakarah ini sudah berusia 16 tahun. Sudah saatnya direvisi agar ada cara-cara pencegahan dan penanggulangan epidemi HIV yang komprehensif. <>
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H