Di tahun 1985 dr. Zubairi mengatakan bila penyakit AIDS sampai menyerang masyarakat akan sulit dicegah. Begitu pula dengan Dr A. Haryanto Reksodiputro, ketika itu Kepala Bagian Penyakit Dalam FK UI, mengingatkan masyarakat perlu memperoleh penjelasan terntang AIDS tapi tidak menimbulkan kepanikan.
Kepada “Kompas” Dr Haryanto mengingatkan bahwa akan ada konsekuensi yang besar jika AIDS sudah ada di Indonesia. Biaya yang mahal akan dikeluarkan untuk skrining darah untuk transfusi. Biaya yang besar juga diperlukan untuk memeriksa antibody HIV pada orang-orang yang diduga tertular HIV.
Sub-Bagian Hematologi Penyakit Dalam FKUI mendeteksi antibody dengan ELISA. Ketika itu harga reagent-nya Rp 10.000. (Kompas, 10/8-1985).
Terkait dengan informasi HIV/AIDS melalui media massa yang tidak komprehensif sudah disuarakan oleh Prof. Dr A A Loeddin, ketika itu Kalitbang Depkes RI, yang menilai bahwa media massa di Indonesia belum banyak membantu dalam upaya menyadarkan masyarakat mengenai masalah AIDS. Media massa dinilainya lebih banyak membuat sensasi dan hal itu justru telah membuat masyarakat gelisah. (Tajuk Rencana, Suara Pembaruan, 22/6-1987).
Kalangan pejabat juga ada yang menuding media massa menyebar ’kabar bohong’ tentang kasus HIV/AIDS di Indonesia. Terkait dengan hal ini Ketua Umum IDI Pusat, dr. Kartono Mohamad, mengatakan: Ribut-ribut tentang AIDS. Pilihan kita dalam hal ini memang tidak dapat lain, kecuali mengumumkan jika memang benar ada kasus AIDS di Indonesia, karena hanya masyarakatlah yang dapat mencegah penyebarannya. Bukan pemerintah dan bukan pula dokter. Ribut-ribut saling bantah justru makin membingungkan. Kalau memang berita pers tidak benar, maka perlu ditunjukkan di mana letak kebohongan berita itu. (Kompas, 9/4-1986).
Pernyataan pakar-pakar tentang HIV/AIDS di Indonesia ternyata hanya bagaikan ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’ karena dibantah oleh pejabat dan pemuka masyarakat yang justru didengar rakyat walaupun yang mereka sampaikan hanya mitos.
Lilatlah pernyataan dr Adhyatma, ketika itu Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MPLP), Depkes RI, “ …. mengakui sulit mencegah masuknya AIDS ke Indonesia, karena Indonesia adalah negara terbuka. “Apalagi di sana sini banyak praktek pelacuran dan kebiasaan kumpul kebo pun mulai masuk ke Indonesia. Jadi AIDS sulit dicegah masuk. Tapi sebenarnya memberantasnya tidak sulit. Caranya, berantas saja perzinahan dan kemesuman. Dan ini tentu bukan tugas Depkes saja.” (Kompas, 4/9-1985).
Pernyataan-pernyataan yang tidak akurat terus bermunculan dengan muatan norma, moral dan agama. Coba simak beita ini: Boyke Dian Nugraha: Korban AIDS bisa Berubah Mirip Monster. Ada nasihat dari pakar seks, Prof. Dr. Boyke Dian Nugraha, SOG, untuk siswa SMU tentang bahaya HIV Aids. Seseorang yang terkena Aids, dalam 5 tahun wajahnya akan berubah mirip monster. Tidak perduli apakah wania itu cantik dan lelaki ganteng. Semuanya akan berubah menjadi monster. Hal itu dikemukakan, Boyke Dian Nugraha, saat bebicara dalam seminar yang dihadiri pelajar SMU di Surabaya (29/5). (Harian “Bali Post”, 30/5-2000).
Mengumbar mitos terus terjadi, seperti yang diberitakan Harian “Pos Metro Balikpapan” (30/5-2009) ini: Pada kesempatan itu, dr Boyke juga memaparkan bahaya atau dampak yang ditimbulkan dari selingkuh berupa, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit kelamin diantaranya AIDS dan perceraian. “AIDS itu ‘kan anunya itu dimasukan sembarangan, jadi kalau enggak mau kena AIDS jangan berselingkuh,” tegasnya yang lagi-lagi disambut tawa kaum ibu. Untuk menginspirasi agar orang tidak berselingkuh, kemarin, ia pun memperdengarkan salah satu lagu dari album Bunga Jantungku.
Kalangan artis pun ikut pula nimbrung menyuburkan mitos. Pada acara Redaktur Hebooh (ANTEVE, 21/4-2000), Nurul Arifin mengatakan selingkuh sebagai salah satu faktor risiko penularan HIV (Newsletter HindarAIDS No. 46, 5 Juni 2000).
Pernyataan yang tidak komprehensif tentang HIV/AIDS terus berlanjut. Ini judul berita di Harian “Fajar”, Makassar, 2/12-2005: JK (Wakil Presiden Jusuf Kalla-pen.): Mau Tetap Berdosa, Pakai Kondom. Dalam berita disebutkan JK mengatakan: "Yang harus kita katakan adalah melakukan hubungan seks tidak dengan istri itu adalah dosa. Tetapi, kalau Anda memang tetap ingin berdosa ya, pakailah kondom agar tidak mengorbankan keluarga dan diri sendiri."