Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menyoal Kapan Kasus HIV/AIDS Pertama Ada di Indonesia

3 Januari 2011   03:46 Diperbarui: 3 Juni 2024   08:24 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: pinknews.co.uk)

Tes darah pria ini dengan ELISA di Bali dan Western blot di Jakarta menunjukkan hasil positif. Sekretaris Panitia Penanggulangan AIDS Depkes, dr Suriadi Gunawan, MPH, membenarkan hal itu. Tes dengan ELISA di Bali dan Western blot di Jakarta menunjukkan hasil positif. (Kompas, 22/7-1988).

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Merunut AIDS di Indonesia

Jika disimak diagram di atas WNI yang meninggal di Denpasar (1988) kemungkinan tertular HIV antara tahun 1973 dan 1983 dengan perhitungan rentang waktu mencapai masa AIDS antara 5 dan 15 tahun. Ini jauh sebleum EGH tiba di Bali.

Bahkan, tahun 1987 Depkes RI melaporkan 5 kasus HIV dan 2 kasus AIDS. Ini menunjukkan 2 kasus AIDS tertular antara tahun 1972 dan 1982. Maka, kalau ada asumsi atau anggapan bahwa AIDS dibawa orang ‘bule’ dari luar negeri maka fakta ini memupus asumsi tsb.

Di tahun 1984 Kepala Divisi Transfusi Darah PMI, Dr. Masri Rustam, mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir AIDS menyerang penerima transfusi darah pencegahan dilakukan dengan melarang kaum homoseksual atau waria menjadi donor darah.

Padahal, tahun 1985 Menkes, ketika itu, Dr Suwardjono Surjaningrat, mengatakan bahwa belum pernah ditemukan orang yang betul-betul terkena penyakit AIDS. Menjawab pertanyaan wartawan, Menkes komentar “Kalau kita taqwa pada Tuhan, kita tidak perlu khawatir terjangkit penyakit AIDS.”

Ini salah satu pernyataan yang menyuburkan mitos (anggapan yang salah) dan stigmatisasi (pemberian cap buruk) serta diskriminasi (perlakuan yang berbeda) terhadap orang-orang yang tertular HIV, temasuk yang tertular melalui cara-cara yang justru dibenarkan agama, seperti transfusi darah, jarum suntik, dari ibu-ke-bayi yang dikandungnyua dan transplantasi organ tubuh.

Apakah orang yang tidak bertaqwa otomatis tertular HIV? Lalu, apa ukuran taqwa yang bisa mencegah penularan HIV, seperti melalui transfusi darah? Kemudian, apa alat ukur dan siapa yang bernak menakar ketaqwaan seseorang terkait dengan pencegahan HIV?

Begitu pula dengan pernyataan Ketua PMI yang mengesankan HIV/AIDS hanya ada di kalangan waria dan homoseksual. Ini pun menyuburkan mitos yang sampai sekarang sangat sulit dihapuskan dari memori sebagian orang Indonesia.

Tahun 1986 ada usulan dari kalangan dokter di RSCM Jakarta untuk melakukan suvailan tes HIV terhadap kalangan yang dianggap berisiko tinggi tertular HIV, al. pekerja seks dan homoseksual. Usul ini muncul karena di banyak negara kasus HV/AIDS mulai bermunculan, sedangkan di Indonesia sama sekali tidak ada kegiatan mendeteksi HIV/AIDS. Hal ini dikemukakan oleh dr Zubairi Djoerban, Kasub Hematologi, Bag. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSTM.

Sebuah tim dari Hematologi FKUI/RCTM melakukan pemeriksaan HIV dengan ELISA terhadap 7.464 orang dari kalangan risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klinis AIDS pada kurun waktu April-September 1986.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun