Paradigma hiperrealitas terhadap Timnas PSSI yang disuburkan oleh stasiun TV nasional ternyata membawa petaka.
Timnas PSSI seakan-akan luar biasa, istimewa, melebihi (kekuatan) kesebelasan lain, dalam hal ini dengan kesebelasan Malaysia bertolak dari hasil di babak penyisihan.
Padahal, ketika melawan kesebelasan Filipina pada dua pertandingan di semi final yaitu home dan away Timnas PSSI hanya bisa mengalahkan Filipina 1-0 di dua pertandingan itu.
Dua pertandingan itu dilangsungkan di GBK, Jakarta.
Kalau saja pengamat, masyarakat dan pengelola stasiun televisi nasional melihat kenyataan itu tentulah Timnas PSSI tidak di tempatkan pada hyperreality.
Tapi, karena sudah beberapa dekade PSSI tidak pernah memenangkan pertandingan tingkat internasional maka hyerrality Timnas PSSI menjadi pemicu euphoria rakyat yang sudah terlena dengan 'kekuatan semu' PSSI.
Sanjungan terhadap Timnas PSSI sudah melampaui batas.
Pujian dan sanjungan merupakan bentuk hiperbol yaitu pernyataan yang dibesar-besakan, dilebih-lebihkan dengan maksud menyanjung Timnas PSSI.
Siaran-siaran yang menyanjung Timnas PSSI mengaburkan fakta dengan memberikan 'kejajayan' dan 'keperkasaan' sebagai citra (kesan psikologis dalam bayangan visual yang ditimbulkan oleh berita di media massa, khususnya televisi).
Akibatnya, masyarakat hanya menangkap citra dari kejajaan dan keperkasaan Timnas PSSI bukan fakta.
Kekalahan Timnas PSSI dari Malaysia merupakan salah satu cermin buruk media massa.