Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Catatan Hari AIDS Sedunia: “Kondom Alam” Dorong Penyebaran HIV/AIDS

1 Desember 2010   01:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:09 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pemerintah Indonesia baru mengaku ada kasus AIDS di Indonesia ketika tahun 1987 seorang wisatawan Belanda meninggal di RS Sanglah, Denpasar, Bali, karena penyakit terkait AIDS. Tapi, tahun 1988 di tempat yang sama ada seorang penduduk asli Indonesia yang juga meninggal karena penyakit terkait AIDS. Statistik menunjukkan masa AIDS terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV. Berarti orang Indonesia tadi tertular HIV antara tahun 1973 dan 1983 jauh sebelum wisatawan Belanda yang neninggal itu tiba di Bali.

Dunia berlomba-lomba mencari obat dan vaksin HIV/AIDS. Persoalan yang dihadapi dunia kedokteran adalah HIV ternyata mempunyai banyak sub-type. Jika ada vaksin yang bisa menangkal HIV sub-type A, maka vaksin ini tidak bisa menangkal HIV sub-type lain. Sampai sekarang sudah diidentifikasi sub-type HIV dari A sampai O. Di Indonesia sub-type HIV adalah E, sama seperti di Malaysia dan Thailand.

Yang sudah tersedia saat ini adalah obat antiretroviral (ARV). Obat ini berguna untuk menekan laju perkembangkan HIV di dalam darah. Sebagai virus HIV menggandakan diri di dalam sel-sel darah putih. Akibatnya, sel darah putih yang dijadikan HIV sebagai 'pabrik' rusak. Sebaliknya, HIV bekembang biak dalam jumlah yang sangat besar. Setiap hari HIV menggandakan diri atanra 10 miliar sampai 1 triliun.

Karena HIV sangat cepat menggandakan diri maka sel-sel darah putih yang rusak pun sanga banyak karena HIV yang baru diproduksi akan menjadikan sel-sel darah putih menjadi 'pabrik' baru. Begitu seterusnya. Untuk itulah diperlukan obat ARV agar kondisi Odha (Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS) bisa tetap baik. Dengan 450 kasus AIDS baru 180 yang mengkonsumsi ARV merupakan pertanda buruk bagi penanggulangan HIV/AIDS di Sulut. Soalnya, jika Odha yang sudah mencapai masa AIDS tidak mengonsumsi obat ARV maka risiko menularkan HIV kepada orang lain tetap tinggi. Selain itu kasus-kasus HIV dan AIDS yang belum terdeteksi di masyarakat akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal.

Di saat vaksin belum ditemukan kalangan pakar medis sudah menawarkawan cara mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah. Cara yang ditawarkan adalah menghindari pergesekan langsung antara penis dan vagina ketika terjadi hubungan seksual. Untuk itu dipakai kondom karena hanya kondom yang bisa memenuhi syarat.

Celakanya, sosialisasi kon-dom sebagai alat untuk men-cegah penularan HIV melalui hubungan seksual ditentang karena dianggap sebagai pemicu untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti. Tapi, ini hanya asumsi karena tidak ada fakta empiris yang membutikan bahwa kondom mendorong orang untuk melakukan hubungan seksual. Bahkan, para lelaki 'hidung belang' justru enggan memakai kondom. Ketika dunia menghadapi dilema terkait dengan penolakan terhadap kondom muncul 'angin surga' yang meniupkan isu bahwa sunat bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual.

KONDOM ALAM

Kaitan sunat dengan AIDS berawal dari Afrika. Di salah satu negara di sana mayat-mayat yang meninggal di rumah sakit karena penyakit terkait AIDS diteliti. Hasilnya, mayat yang disunat lebih sedikit dari mayat yang tidak disunat.

Tapi, ada pertanyaan yang tidak terjawab dari penelitian itu karena yang diteliti adalah mayat, yaitu: informasi tentang perilaku seksual mereka ketika masih hidup. Misalnya, jumlah pasangan seksual di dalam dan di luar nikah, frekuensi hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, serta tingkat pemakaian kondom.

Jumlah pasangan seksual dan frekuensi hubungan seksual erat kaitannya dengan risiko tertular HIV. Risiko kian tinggi jika penggunaan kondom rendah. Fakta ini luput dari perhatian sehingga isu sunat sangat riskan jika dianggap sebagai 'kondom' pada hubungan seksual.

Data ini sangat penting untuk mendukung kaitan langsung antara penularan HIV dengan sunat. Tapi, karena sunat terkait dengan suku, adat, keyakinan dan agama maka informasi itu pun semerta diterima. Para pakar pun melakukan berbagai penelitian. Dikabarkan kepala penis yang disunat lebih sulit 'ditembus' HIV daripada kepala penis yang tidak disunat. Ada yang perlu diingat yaitu risiko 'ditembus' HIV pada saat terjadi sanggama tidak hanya pada kepala penis, tapi juga pada batang penis. Batang penis pada laki-laki yang disunat tidak berbeda dengan laki-laki yang tidak disunat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun