Memang, standar prosedur operasi tes HIV yang baku setiap hasil tes HIV yang pertama harus dikonfirmasi dengan tes lain. Misalnya, hasil tes pertama dengan ELISA dikonfirmasi dengan tes Western blot. Tapi, tes konfirmasi untuk keperluan diagnosis, sedangkan tes terhadap PSK yang dilakukan Dinkes Ciamis hanya untuk survailans sehingga tidak perlu dikonfirmasi. Angka prevalensi yang diperoleh dari survailans itu diperlukan untuk merancang kegiatan dan menjadi peringatan bagi laki-laki ‘hidung belang' agar memakai kondom jika melakukan hubungan seks dengan PSK di Pangandaran.
Tapi, perlu dingat bahwa tes konfirmasi harus dilakuan terhadap darah yang sama. Nah, apakah darah yang dites pada Juli 2010 juga sama dengan darah yang dites pada September 2010? Artinya, apakah PSK yang dites Juli 2010 juga persis sana dengan PSK yang dites September 2010?
Dalam berita yang ditonjokkan hanya HIV/AIDS. Ini menunjukkan ada unsur ‘sensasi'. Soalnya, tidak ada angka kasus IMS yang terdeteksi pada PSK di Pangandaran. Kasus IMS merupakan salah satu indikasi HIV/AIDS karena jika ada PSK yang mengidap IMS maka ada kemungkinan juga sekaligus mengidap HIV karena cara penularan sama.
Berita ini tidak menggugah kepedulian masyarakat terhadap epidemi IMS dan HIV karena data tidak digambarkan di tataran masyarakat. Misalnya, tidak ada data tentang pelanggan PSK di sana: perilaku mereka ketika melakukan hubungan seksual, profil pelanggan apakah mereka penduduk lokal, apakah mereka sudah brekeluarga, dll.
Dengan menggambarkan laki-laki pelanggan PSK maka masyarakat akan melihat risiko penyebaran HIV karena laki-laki ‘hidung belang' akan menjadi mata rantai penyebaran IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus secara horizontal di masyarakat.
Pada kurun waktu dari Juli - September 2010, jika seroang PSK meladeni tiga laki-laki setiap hari maka ada 1.440 laki-laki yang berisiko tertular HIV (8 PSK x 3 pelanggan x 20 hari x 3 bulan). Tentu saja dari jumlah ini ada laki-laki penduduk lokal. Kalau laki-laki penduduk lokal ada yang tertular HIV maka mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk tanpa mereka sadari. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H