Pada ayat c, disebutkan: ”Pemerintah Kabupaten menyediakan sarana prasarana layanan untuk pencegahan dari ibu hamil yang positif HIV kepada bayi yang dikandungnya.” Ini juga tidak jalan karena tidak ada mekanisme yang konkret dalam mendeteksi HIV di kalangan perempuan hamil. Perempuan yang sudah terdeteksi HIV, terutama yang ditangani oleh LSM, sudah otomatis menerapkan pencegahan penularan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Sejak HIV diidentikasi sebagai virus penyebab (kondisi) AIDS sudah terbukti HIV dan AIDS adalah fakta medis. Tapi, tetap saja ada pandangan moralistis terhadap HIV dan AIDS sehingga fakta hilang dan mitos yang mencuat.
Pada baigan peran serta masyarakat pada perda ini, misalnya, di pasal 21 ayat 1 butir a disebutkan: ”Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperanserta dalam kegiatan penanggulangan HIV & AIDS dengan cara berprilaku hidup sehat.” Ini tidak konkret karena tidak ada kaitan langsung antara perilaku hidup sehat dengan penularan HIV. Pasal ini juga mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (membeda-bedakan perlakuan) terhadap orang-orang yang tertular HIV karena mengesankan mereka sebagai orang yang perilakunya tidah hidup sehat.
Di butir b disebutkan: ”Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperanserta dalam kegiatan penanggulangan HIV & AIDS dengan cara meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV & AIDS.” Lagi-lagi ini mitos karena tidak ada kaitan langsung antara ’ketahanan keluarga’ dengan penularan HIV. Lagi pula, apa, sih, yang dimaksud dengan ketahanan keluarga terkait dengan epidemi HIV? Ini juga mendorong masyarakat untuk melakukan stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang tertular HIV.
Ancaman pidana terhadap pelanggaran terhadap perda ini tidak akan berguna karena penyebaran HIV jauh lebih besar terjadi tanpa disadari.
Selama cara pandang yang dipakai dalam menanggulangi epidemi HIV tetap berpijak pada moral maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. Sudah saatnya kita mengubah sudut pandang yang moralistis dengan paradigma (kerangka berpikir) yang konkret dalam menanggulangi epidemi HIV. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H