Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyikapi Pelecehan Seksual yang Kian Marak

18 Juli 2010   04:01 Diperbarui: 30 Januari 2022   19:32 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: blxtraining.com)

Kasus-kasus pelecehan seksual terus terjadi di negeri yang selalu menyebut diri sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama ini. Bandingkan dengan negara-negara yang yang tidak berkoar-koar sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama tapi pelecehan seksual jarang terjadi.

"Apakah Anda tidak takut memakai pakaian minim begini?" Itulah pertanyaan saya kepada seorang cewek di jeepney (angkutan khas di Manila, Filipina) yang memakai rok mini sehingga CD-nya kelihatan. Soalnya, waktu itu jam menunjukkan pukul 03.30.

"Tidak. Ini ‘kan negara hukum!" Jawaban cewek itu membuat saya malu karena di negara saya yang berkoar-koar sebagai negara hukum tapi pelecehan (seksual) terhadap perempuan menjadi ‘budaya'.

Celakanya, di Indonesia selalu perempuan yang disalahkan. Simak pendapat Agung, seorang mahasiswa di Jakarta, yang diwawancarai TVOne (18/7-2010). Dengan membusungkan dada dia mengatakan bahwa pelecehan bisa terjadi karena perempuan memakai pakaian yang seksuali. Waduh, orang ini rabun?

Korban pelecehan di bus Transjakarta (14/7-2010) memakai jilbab dan celana panjang. Auratnya tertutup rapat. Di beberapa daerah ada korban perkosaan (disebut pencabulan, ini membuat tuntutan jadi ringan) justru memakai pakaian yang menutup aurat. Bagaimana ini Bung Agung?

Lagi pula kalau pun ada seorang perempuan yang memakai pakaian yang seksuali, apakah ada UU yang membenarkan seorang pria mencoleknya? Saya teringat kepada kasus yang menimpa beberapa pegawai sebuah instansi penegak hukum yang sedang kuliah di sebuah universitas di AS. Mereka terpaksa berurusan dengan penegak hukum di sana karena pengaduan seorang perempuan karyawan universitas itu yang merasa dilecehkan dengan kata-kata.

Ya, di Indonesia hal itu lumrah dan menjadi ‘budaya'. Bahkan, colek-mencolek pun menjadi pemandangan yang biasa. Lihat saja kondektur bus kota. Mereka dengan ringan tangan akan memegang bahu atau pundak perempuan yang akan naik. Mengapa mereka tidak membantu penumpang laki-laki?

Di terminal-terminal bus kondektur dan calo selalu menarik tangan dan mendekatkan mukanya ke wajah penumpang cewek. Bagi mereka hal itu lumrah, tapi dari aspek norma, moral, agama dan hukum hal itu merupakan pelanggaran. Di terminal yang daerahnya mengedepankan syariat agama pun terjadi pelecehan terhadap calon penumpang cewek.

Pelaku pelecehan di bus Transjakarta hanya dijerat dengan KUHP, yaitu Pasal 282 tentang pelecehan seksualual dan Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan. Pelecehan seksual merupakan perbuatan yang tergolong extra ordinary crime karena meninggalkan beban fisik dan psikologis yang berkepanjangan. Tapi, di negeri agaknya pelecehan seksual dan perkosaan hanya sebagai kejahatan umum atau biasa.

Jika tetap memakai KUHP ada baiknya kalau hukuman terhadap pelaku pelecehan seksual dan perkosaan dilakukan dengan akumulasi. Semua pasal yang dituduhkan dijumlahkan agar hukumannya berat.

Terkait dengan pelecehan di bus Transjakarta hal itu terjadi karena beberapa kondisi.

Pertama, jika hendak masuk atau keluar dari bus penumpang kesulitan karena ada jarak antara lantai bus dengan peron shelter antara 15 - 50 cm. Penumpang berhenti sejenak ketika hendak melangkah. Di belakang penumpang mendorong dengan, maaf, bagian depan badannya. Apakah pengelola Transjakarta tidak mempunyai teknologi yang bisa membuat jembatan antara lantai

bus dengan peron shelter?

Kedua, setiap bus tidak ada ketentuan jumlah penumpang yang boleh naik. Ada kondektur yang langsung menghambat calon penumpang. "Yang berikutnya." Itulah perintah kondektur. Padahal, bus masih kosong sehingga calon penumpang menumpuk di peron shelter.

Ketiga, bus mempunyai dua pintu yaitu depan dan belakang. Tapi, tidak semua koridor memakai dua pintu. Jika pintu depan untuk naik (masuk) dan pintu belakang untuk turun (keluar) tentulah akan nyaman karena penumpang yang turun tidak berhadapan dengan penumpang yang naik.

Sudah saatnya kita sebagai bangsa yang selalu menyebut diri berbudaya luhur dan beragama mengubah cara berpikir dalam menghadapi perempuan dengan pakaian minim di tempat umum. Laki-laki tidak lagi menyalahkan perempuan tapi mengekang diri dan syahwat. Kalau mengaku sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama tentulah bisa mengatasi godaan setan atau iblis. Lho, kalau melihat aurat tempat umum saja ada laki-laki yang kelenger, ya, koq bisa? Bagi orang yang berbudaya dan beragama tentulah bisa mengendalikan diri menghadapi godaan.

Di sebuah provinsi ada peraturan daerah (Perda) yang melarang perempuan keluar malam. Bayangkan, kalau seorang perempuan harus membawa anaknya ke dokter atau rumah sakit atau membeli obat. Rupanya, Perda itu dipakai sebagai ‘alat' untuk menjerat pekerja seksual.

Tapi, tunggu dulu. Perzinaan bisa terjadi kalau ada laki-laki. Nah, mengapa laki-laki tidak dilarang keluar malam? Bisa saja laki-laki ‘hidung belang' yang mendatangi perempuan.

Kalau saja perancang dan pembuat perda itu sensitif gender dan memakai perspektif dalam membuat aturan maka perda itu justru menjami keamanan perempuan jika keluar malam.

Beberapa daerah di Indonesia sudah menelurkan perda anti pelacuran dan anti maksiat. Sayang, tidak ada yang menyinggung pelecehan (seksual) terhadap perempuan. Ada perda hanya ingin menjerat perempuan yang dianggap sebagai pelacur berdasarkan cirri-ciri fisik. Tentu saja ini menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara ciri-ciri fisik dengan pelacur.

Seorang sopir taksi pernah bercerita bahwa langganannya ada yang memakai pakaian yang menutup aurat ketika keluar dari rumah. Tapi, di taksi perempuan itu menukar pakaiannya. Perempuan itu turun di hotel dengan pakaian yang minim.*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun