Pernyataan ini juga bisa menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat karena: (a) Tes HIV yang dilakukan bersifat survailans tes HIV (mencari perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu tertentu) sehingga tidak membutuhkan hasil tes yang akurat, (b)Tes HIV yang dilakukan adalah rapid test yang tidak dilakukan tes konfirmasi sehingga hasilnya tidak akurat, (3) Hasil tes HIV melalui survailans itu hanya berlaku saat darah diambil sehingga status HIV bisa saja berubah setelah tes jika ada yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV.
Pertanyaan untuk Dinkes Kab Bogor adalah: Apakah di wilayah Kab Bogor ada pelacuran?
Ya, Dinkes Kab Bogor dan Pemkab Bogor tentu saja menepuk dada: Tidak ada!
Itu benar. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada adalah pelacuran yang dilokalisir dengan regulasi (peraturan resmi), sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Maka, penduduk dewasa Kab Bogor ada yang perilaku seksnya berisiko tertular HIV yaitu yang ngeseks dengan pelacur atau pekerja seks komersial (PSK) tanpa memakai kondom. Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga membuktikan ada laki-laki penduduk Kab Bogor yang ngeseks tanpa kondom dengan PSK.
Disebutkan pula bahwa Kepala UPT Puskesmas Ciawi dr. Dyon Rivardin, mengatakan, tes tersebut untuk mengetahui para penderita HIV/AIDS. Jika ada yang positif terjangkit virus tersebut, maka pihaknya akan langsung mengambil tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan apa?
Yang terdeteksi positif melalui tes HIV berarti ybs. sudah tertular HIV. Yang bisa dilakukan adalah menjalani tes CD4 untuk memastikan apakah ybs. sudah harus minum obat antiretroviral (ARV) atau belum. Soalnya, rekomendasi Badan Kesehatan Sedunia (WHO) menyebutkan jika CD4 sudah di bawah 350 maka diharuskan meminum obat ARV.
Disebutkan juga bahwa “Terjadinya penularan HIV dari pasangan, baik itu istri maupun suami, dan juga ke anak yang masih dalam kandungan karena ketidaktahuan sudah terjangkit virus HIV. Makanya kami selalu sarankan kepada masyarakat agar itu program pengetasan HIV ini.”
Pertanyaannya adalah:
(1) Apakah Pemkab Bogor, dalam hal ini Dinkes Kab Bogor, menjalankan program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubunga seksual dengan pekerja seks komersial (PSK)?