Mohon tunggu...
Salman
Salman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Negara Indonesia yang baik hati

Presiden Golput Indonesia, pendudukan Indonesia yang terus menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demokrasi Sandiwara

3 September 2018   19:54 Diperbarui: 3 September 2018   20:09 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benarkah wakil rakyat itu mewakili rakyat? That's is very bullshit. 

Hampir tidak ada buktinya bahwa mereka yang disebut wakil rakyat atau legislator adalah wakil rakyat, kalau benar mereka adalah wakil rakyat seharusnya tidak ada lagi demonstrasi-demonstrasi. 

Mereka yang disebut wakil rakyat sebenarnya adalah wakil dari partai, dan tentu saja memperjuangkan kepentingan , contoh nyata tersebut dipertegas seperti yang terjadi di PKS, bahwa caleg mereka harus tunduk pada partai bukan pada rakyat atau konstituennya. Contoh yang paling nyata adalah Sohibul Iman yang mundur dari anggota DPR untuk menjadi presiden PKS, penghianatan nyata terhadap amanat rakyat.

Omong kosong selanjutnya  dari demokrasi penuh sandiwara ini adalah bahwa semua partai memiliki tujuan yang sama untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat, jika mereka memasng semua sama tujuannya mengapa tidak melebur jadi satu partai saja? J

Itu bukti bahwa partai-partai tersebut punya kepentingan yang sempit, kepentingan golongan, bukan kepentingan rakyat. Lihat saja saat ini, pihak oposisi tidak pernah merasa senang denagn capaian prestasi pemerintah yang sedang berjalan, mereka mengkritik tapi tidak punya solusi. 

Bukti selanjutnya bahwa kita hanya menjalankan demokrasi sandiwara adalah banyaknya pejabat yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Ini bukti bahwa jabatan yang mereka cari tersebut bukan buat kepentingan rakyat, tapi hanya untuk kepentingan yang sempit. Suara rakyat cuma dibutuhkan saat pemilu, dihitung kemudian dibungkam kembali ke dalam kotak suara.

Disebutnya 'wakil rakyat', tapi kenyataan mereka tidak pernah turun ke konstituennya, kecuali saat pemilu, untuk mendengarkan aspirasi rakyat,. Wakil rakyat mereka yang di  DPR, tinggalnya di Jakarta dan tidak punya rumah di dapilnya.  Keseharian tugas mereka di DPR mengikuti intruski dari ketua partainya, bukan dari aspirasi konstituennya. 

Apa yang terjadi di Jakarta, menunjukkan bahwa suara rakyat tidak begitu berarti di mata hukum, Pilkada DKI Jakarta yang sangat mahal baik secara logistik maupun sosial ternyata sama sekali tidak menghargai suara rakyat. Seharusnya Sandiaga Uno yang sudah dipilih oleh rakyat Jakarta harus seizing rakyat Jakarta jika ingin meninggalkan amanah yang sudah diberikan rakyat kepadanya, tapi kan mekanismenya tidak ada. Kenapa? Karena demokrasi kita demokrasi sandiaga, eh sandiwara. 

Demokrasi yang berlangsung saat ini bukanlah demokrasi untuk memperjuangkan kepentingan kaum alit, tapi untuk memperjuangkan kaum elit. Kepentingan atau suara rakyat kecil sangat diabaikan, tidak ada mekanisme yang menunjukkan secara nyata bahwa yang berkuasa sesungguhnya adalah rakyat, yang terjadi adalah yang berkuasa sesungguhnya adalah segelintir elit yang sedang memperjuangkan kepentingannya tapi mereka bersandiwara memperjuangkan kepentingan kaum alit. 

Pilihan-pilihan rakyat sebenarnya sudah disetting sedemikian rupa oleh elit partai sehingga rakyat tidak mempunyai pilihan lagi selain memilih pilihan yang sangat terbatas yang sebenarnya lebih menguntungkan bagi kaum elit dibandingkan kaum alit. 

Satu lagi fakta bahwa para politisi itu lebih mementingkan kepentingan partai yaitu mundurnya Menpan RB Asman Abnur karena Partainya PAN mendukung Prabowo sebagai capres penantang Presiden Jokowi. Seharusnya jika kepentingan negara lebih tinggi, jika amanat presiden lebih tinggi dari kepentingan partai, Menpan RB Asman Abnur mengundurkan diri dari sebagai politisi PAN dan lebih mengutamakan dan menyelesaikan pekerjaannya sebagai Menpan RB.   

Di demokrasi penuh sandiwara yang sedang dianut di Indonesia ini saat ini, banyaknya partai menunjukkan bahwa adanya ketidak percayaan sesame para elit. Penyebabnya karena sistem kaderisasi yang tidak berjalan , saling sikut sesame kader dan ketidakpuasan oleh system partai yang tidak memberikan ruang secara demokratis bagi kader yang tidak sejalan bagi segilintir elit partai. 

Sebagian besar partai yang ada di Indonesia saat ini tidak lebih kumpulan fans boy pemuja dan penjilat ketua umumnya. Para fans boy yang disebut kader partai itu sebenanya hanya menuruti dan mematuhi ketum partainya bukan rakyat konstituen. 

Yang terjadi sebenarnya para politisi menunggangi kepentingan rakyat untuk kepentingan partainya, jika kepentingan rakyat bisa ditunggangi maka saat itulah partai tampil memperjuangkan, tapi setelah jabatan didapat maka yang utama adalah mengamankan kepentinga para elit dan patai. 

Terus apa yang lebih waras dari pada golput???

Demokrasi Sandiwara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun