Pertanyaannya, selama 70 tahun apa yang dilakukan pemerintah? Pembangunan pendidikan hanya baru sejauh fisik dan yang kini sudah rapuh.  Permasalahan yang sesungguhnya terletak pada birokrat atau pegawai pemerintah yang tidak bekerja sepenuh hati memajukan pendidikan Indonesia. Birokrasi-birokrasi di dunia pendidikan dipenuhi dengan pegawai (PNS) yang bermental sempit, yang hanya memikirkan bagaimana saya mendapat uang sebanyak mungkin, bagaimana melakukan perjalanan dinas sebanyak mungkin atau bagaimana agar bisa dapat proyek. Contoh kasus Taman Fly Over Klender yang terbengkalai yang membuat Ahok mengganti Kasudin Pertamanan Jakarta Timur ini bisa menjadi gambaran bagaimana PNS-PNS itu bekerja, mereka  bekerja ala kadarnya.
Penilaian yang lebih objektif mengenai kualitas birokrat-birokrat di pemerintahan bisa dilihat dari data Worldwide Governance Indicator atau WGI . Melalui data WGI tahun 2014 kita coba bandingkan, bagaimana kinerja Pemerintah Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN Big Five yaitu Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura.
WGI merupakan laporan yang mengukur kualitas kinerja pemerintahan berdasarkan beberapa indikator, mulai dari pemerintah dipilih, dipantau dan digantikan, kapasitas pemerintah untuk secara efektif merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang sehat, serta rasa hormat dari warga negara dan negara itu sendiri terhadap lembaga yang mengatur interaksi ekonomi-sosial antara mereka.
WGI sendiri terdiri atas enam dimensi tata kelola, yaitu kebebasan bersuara dan akuntabilitas, stabilitas politik dan ketiadaan kekerasan, efektivitas pemerintahan, kualitas regulasi, peraturan hukum, dan kontrol terhadap korupsi. Pengukuran dilakukan dari skor -2,5 (yang menunjukkan kinerja pemerintahan sangat buruk) sampai 2,5 (yang menunjukkan kinerja pemerintahan yang sangat baik).
[caption caption="sumber gambar : http://govindicators.org/"]
Rendahnya kualitas pemerintahan tentu menjadi penghambat dalam pembangunan dunia pendidikan. Rekam jejak setelah 70 tahun Indonesia merdeka, kualitas pendidikan Indonesia yang semakin tertinggal menjadi bukti bahwa para pengambil kebijakan (pemerintah) dan operator pelaksana (institusi sekolah) gagal membangun institusi yang berkualitas untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan kondisi seperti ini hampir dipastikan bahwa peningkan kualitas pendidikan tidak bisa dilakukan oleh para birokrat-birokrat yang ada dipemerintahan saat ini. Ini artinya ancaman serius bagi demografi Indonesia, terlebih di era MEA saat ini.Â
Tanda-tanda ancaman bencana demografi itu sudah terlihat bagaimana semakin maraknya begal di kota-kota besar bahkan di Jakarta. Orang-orang semakin nekat dalam berbuat kejahatan, bahkan polisi pun ada yang pernah dibegal. Berita begal terakhir yang menjadi perhatian media online adalah pengandara ojek online’Go-jek’  yang dibegal di daerah kemang, Jakarta selatan . Fenomena begal yang kini kerap terjadi di kota besar merupakan fenomena serius dari masalah demografi,  setahu saya tahun 90-an dulu begal itu hanya terjadi di jalanan sepi yang jauh dari perkotaan, saya ketahui itu karena saya kecilnya tumbuh di kampong di daerah Sumatera Selatan.
Dengan memperhatikan daya saing, kualitas anak usia sekolah, kualitas Perguruan Tinggi dan kualitas birokrat di atas maka kemungkinan besar Indonesia akan mengalami bencana demografi karena kegagalan pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H