Mohon tunggu...
Salman
Salman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Negara Indonesia yang baik hati

Presiden Golput Indonesia, pendudukan Indonesia yang terus menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia dalam Ancaman Bencana Demografi

15 Februari 2016   08:37 Diperbarui: 15 Februari 2016   08:52 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua faktor pertama Indonesia mempunyai peringkat yang relatif sama dengan tahun sebelumnya. Akan tetapi untuk faktor ketiga yaitu kesiapan sumber daya manusia merupakan hal yang paling dominan menyumbang angka penurunan peringkat Indonesia di tahun 2015. Pada tahun 2014, Indonesia masih menduduki peringkat ke-19 untuk faktor ini. Di tahun 2015, peringkat kesiapan tenaga kerja Indonesia terjerembab ke peringkat 42. Faktor kesiapan tenaga kerja Indonesia dirasa masih kurang bersaing dari negara lain di tahun 2015. Untuk faktor ini, Indonesia hanya unggul dalam pertumbuhan angkatan kerja saja di mana Indonesia menduduki peringkat kelima. Indikator lainnya seperti pengalaman internasional, kompetensi senior manajer, sistem pendidikan, pendidikan manajerial, dan pada keterampilan bahasa berada pada peringkat di atas 30. Bahkan untuk keterampilan keuangan, Indonesia berada pada peringkat ke-44.

Merujuk pada data dari dalam negeri, berdasarkan data BPS pada tahun 2014 Indonesia memiliki hampir 122 juta angkatan kerja. Dari data tersebut 63 persen lebih tenaga kerja Indonesia berpendidikan SMP ke bawah dan jika digabung dengan yang bependidikan SMA jumlahnya mencapai lebih dari 80 persen. Kita ketahui bahwa jenis pendidikan SD-SMP-SMA tidak mengajarkan skill khusus untuk menjadi seorang pekerja, ini artinya 80 persen pekerja Indonesia tidak memiliki skill handal sebagai pekerja . Berbeda dengan anak SMK, berdasarkan data BPS 2014, jumlah lulusan SMK yang bekerja hampir mencapai 10 persen dari angkatan kerja sedangkan yang berpendidikan hingga sarjana baru sekitar  7 persen dari angkatan kerja.

Kondisi ini tentu akan menghambat program ekonomi dan pembangunan pemerintahan Jokowi. Permasalahan ini sudah terlihat bagaimana dari keluhan para investor Jepang, investor dari  Jepang merupakan Investor yang penting bagi Indonesia karena salah satu negara yang banyak menanamkan modalnya di Indonesia.  Ada tiga hal yang dikeluhkan investor  dari Jepang mengenai investasi di Indonesia, pertama masalah pembebasan lahan, kedua masalah pembatasan impor bahan baku dan ketiga adalah masalah tenaga kerja asing. Padahal investasi merupakan instrumen penting untuk membangun ekonomi dalam menghadapi MEA saat ini. Namun dengan kondisi  kualitas tenaga kerja yang belum mumpuni maka dampak investasi bagi peningkatan kesejahteraan akan terancam. Tenaga kerja Indonesia bisa terancam oleh tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya seperti Thailand, Vietnam, Malaysia bahkan Filipina.

Ancaman  Bencana Demografi

Bonus demografi didefinisikan sebagai suatu kondisi  jumlah pendudukan usia produktif (15 – 65 tahun) mencapai 70 persen dari  total jumlah penduduk sehingga produktivitas ekonomi dalam kondisi yang optimal.  Berdasarkan data prediksi  BKKBN, Indonesia akan menikmati bonus demografi pada rentang tahun 2020-2030, dengan syarat pemerintah menyiapkan angkatan ini dengan baik. Namun jika yang terjadi sebaliknya akan terjadi bencana demografi, yang ditandai dengan tingkat kejahatan yang tinggi.

Berdasarkan data-data tentang daya saing yang telah diurai di atas, bonus demografi Indonesia dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya, bagaimana kondisi  Indonesia di tahun 2020 hingga 2030 nanti? Untuk melihat hal ini kita perlu melihat kondisi pendidikan Indonesia melalui hasil survey kualitas pendidikan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir .

Pada akhir tahun 2013 sebuah lembaga nirlaba OECD (Organization for Ecanomic Co-operation and Development) yang bergerak dengan nama program for international Student Assesment atau PISA merilis hasil survey mereka terhadap 65 negara, termasuk Indonesia.  Survey mengukur tingkat literasi membaca, matematika dan sains pada anak usia 15 tahun.  Dari 65 negara yang disurvey Indonesia menempati urutan 64. Dan pada pertengahan 2015 lalu OECD kembali merilis hasil surve yang serupa, tapi survey melibatkan lebih banyak negara, 76 negara. Dari 76 negara yang disurvey Indonesia menempati urutan ke 69 yang hampir sama nilainya dengan kualitas pendidikan negara-negara miskin di Benua Afrika.

Survey yang dilakukan oleh OECD ini menggambarkan kualitas pendidikan dan potensi kemajuan ekonomi yang akan dicapai suatu negara.  Yang mengejutkan ketika Vietnam disertakan dalam surveydi 2015, Vietnam menempati urutan ke 12, sedangkan urutan ke satu ditempati oleh Singapura.  Vietnam perlu diwaspadai sebagai kekuatan ekonomi baru di kawasan ASEAN. Seperti yang diketahui bahwa Samsung lebih memilih membangun pabrik di Vietnam dibandingkan di Indonesia meski secara pasar Indonesia lebih besar. Hal ini sudah bisa menunjukkan keunggulan daya saing Vietnam terhadap Indonesia.

Sungguh ironis kondisi kualitas pendidikan Indonesia saat ini jika dibandingkan negara-negara lain. Meski sudah 70 tahun Indonesia merdeka, harapan terwujudnya masyarakat unggul, berkemajuan, dan beradab yang diharapkan lahir dari institusi pendidikan sepertinya masih jauh dari harapan. Masalah pendidikan yang multidimensial dengan tuntutan yang semakin tinggi membuat  pendidikan Indonesia  seperti orang tua yang mengalami sakit komplikasi akut. Bukan hanya sistem pendidikan yang harus diperbaiki tapi para pendidik (guru) yang sebagian besar berada dibawah standar kualitas harus diganti. Sedangkan mengganti guru ini bukanlah persoalan kecil, namun mempertahankan mereka dengan memberi mereka serangkaian pelatihan tidak akan optimal  karena ‘bibitnya’ berkualitas rendah.

Di tingkat perguruan tinggi pun, kualitas Perguruan Tinggi di Indonesia mengalami kemerosotan di level dunia. Data  daftar Wold University Ranking 2015-2016, PTN Indonesia sudah terdepak dari 500 besar, Indonesia hanya menyisakan satu PTN yaitu Universitas Indonesia sebagai  kampus yang masuk dalam 800 Wold Class University namun itu pun berada di urutan 600an.  Dalam hal ini Indonesia kalah oleh Malaysia yang memiliki hingga lima perguruan tinggi di dalam daftar Worl Class University.

Pendidikan merupakan aspek vital bagi suatu bangsa  namun jika tidak bisa mengelolanya maka akan menjadi ancaman. Dalam hal ini, pemerintah sebagai penyelenggara dan pengelola pendidikan sebenarnya sudah gagal. Kegagalan itu bisa dilihat dari kualitas SDM dan kualitas pendidikan Indonesia saat ini, padahal kita sudah 70 tahun merdeka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun