[caption id="attachment_328287" align="aligncenter" width="448" caption="dr. Wikan Basworo tengah menjelaskan pentingnya optimalisasi program Prolanis."][/caption]
Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau fasilitas kesehatan primer merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan. Untuk meningkatkan peran dan fungsi tersebut, maka kualitas faskes primer sebagai gerbang utama pelayanan kesehatan perlu diperkuat dengan terus melakukan inovasi, terutama yang mengarah pada upaya promotif dan preventif.
Klinik Polresta Bekasi, yang berdiri sejak 2004, memiliki program unggulan yang mencakup program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis), program sosial Indonesia tersenyum (PSIT) dan bakti sosial. Untuk prolanis, Klinik Polresta Bekasi tidak hanya sekadar memberikan konsultasi medis, melakukan penyuluhan maupun pemeriksaan kesehatan berkala, tapi juga menggelar senam sehat yang rutin dilakukan sejak April 2014.
"Kami juga memberikan pelayanan kunjungan ke rumah pasien (home visit), konsultsai via telepon seluler 24 jam serta pelayanan kesehatan keliling," kata dr. Frinda Theresia Barus, penanggungjawab Klinik Polresta Bekasi, dalam acara Diskusi Media bertema "Testimoni FKTP Terbaik Nasional" di Media Center BPJS Kesehatan Kantor Pusat, Jumat (10/10).
Untuk program PSIT, Klinik Polresta Bekasi selain memberikan pelayanan home visit juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menjembatani proses operasi serta melakukan pendampingan pasien ke rumah sakit dengan menggunakan ambulan mulai dari operssi hingga kontrol operasi.
"Untuk program ini bisa dibilang semacam CSR, sebagaimana telah kami lakukan untuk pasien hidrosefalus dan pasien bibir sumbing. Adapun untuk program bakti sosial, antara lain kami memberikan pengobatan umum, menggelar donor darah tiap triwulan dan khitanan massal," ucap Frinda.
Frinda menambahkan, dengan segala inovasi dalam hal pelayanan yang dilakukan Klinik Polresta Bekasi, diharapkan peserta BPJS Kesehatan dapat merasakan pelayanan kesehatan secara prima sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup yang optimal.
Prolanis Padimas, Usaha Penyandang Diabetes Melitus Menjaga Kualitas Hidup
Salah satu upaya promotif dan preventif yang dikembangkan BPJS Kesehatan bekerja sama dengan faskes primer adalah prolanis untuk penyandang diabetes melitus (DM) dan hipertensi, penyakit kronis yang banyak dijumpai pada masyarakat.
Saat ini, sudah cukup banyak faskes primer yang menjalankan prolanis untuk penyandang DM dan hipertensi, satu di antaranya adalah dr Wikan Basworo, yang membuka praktik perorangan di Surakarta, Jawa Tengah. Menurut Wikan, program ini membutuhkan kerja sama yang komprehensif antara penderita dan keluarganya, faskes primer serta BPJS Kesehatan. Tujuan utama kerja sama tersebut adalah penderita dan keluarganya dapat mengawasi kesehatan diri secara mandiri sehingga tercapai keadaan yang baik dan stabil atas gangguan yang terjadi.
"Pilar-pilar prolanis di antaranya adalah edukasi, pengaturan pola makan, olah raga, minum obat dan konsultasi pada dokternya. Hal tersebut mudah dilaksanakan, hanya butuh konsistensi dan pemahaman yang benar dan didukung oleh keluarga serta lingkungannya," ujarnya.
Dalam menjalankan prolanis, Wikan membentuk Paguyuban Diabetes Melitus Surakarta (Padimas), kelompok penyandang DM yang dibangun dengan suasana kondusif, kompak dan menyenangkan yang bisa menimbulkan suasana segar dan lebih sehat, sehingga akan meningkatkan kepercayaan diri para penyandang bahwa mereka mampu mengelola penyakitnya.
Sejumlah kegiatan menyenangkan yang rutin dijalankan kelompok ini antara lain senam sehat ceria selama setengah jam setiap Minggu pagi, diselingi dengan senam tanduk alit yang sedang populer. Kemudian edukasi mandiri berupa ceramah, diskusi dan testimoni antar anggota dengan materi mulai dari pengenalan gejala DM hingga diet dan tata cara minum obat yang benar. Ada juga kegiatan Tembang Senang, menyanyi diiringi musik yang dimainkan oleh angggota, yang diselenggarakan sebulan sekali dan disiarkan radio lokal. Bahkan, kelompak Padimas cukup inovatif, karena setiap anggota memiliki kartu yang juga berfungsi sebagai kartu diskon belanja pada rekanan yang telah bekerja sama.
"Kami juga ada program pengantaran obat jika ada anggota yang tidak mampu datang ke apotek mengambi obat, atau kunjungan dokter ke rumah, out bond gathering setiap akhir tahun serta memberikan reward kepada anggota yang prestasi kesehatannya bagus selama tiga bulan," tutur Wikan.
Keberhasilan Prolanis Padimas bisa dilihat dari jumlah anggota yang terus meningkat. Ketika berdiri pada Oktober 2011, Padimas hanya memiliki sekitar 80 orang anggota. Namun berdasarkan data Agustus 2014, jumlah anggota paguyuban ini mencapai 238 orang.
"Ini mengindikasikan kesadaran penyandang DM untuk mengelola dan mengendalikan penyakitnya semakin baik serta daya tarik paguyuban memberikan semangat baru bagi para penyandang untuk selalu bersama-sama menghadapai penyakitnya," tandas Wikan.
Inovasi dan keberhasilan Prolanis Padimas juga mendapat pengakuan dewan juri pada ajang National Primary Care Award, sehingga Wikan mendapat "Penghargaan Khusus" sebagai faskes primer yang sukses menjalankan prolanis untuk penyandang DM dan hipertensi.
Sementara itu, dr. Jijin B. Irodati, Juara I Kategori Dokter Praktik Perorangan, mengatakan bahwa kesadaran masyarakat penyandan hipertensi dan DM untuk hidup sehat semakin meningkat setiap tahunnya. Pada 2011, tercatat ada 68 orang yang menjadi peserta Prolanis di Peguyuban Prolanis DM dan Hipertensi binaannya. Per Agustus 2014, jumlahnya meningkat menjadi 204 peserta.
"Kegiatan yang dilakukan secara rutin mengacu pada penatalaksanaan dan pengelolaan DM yang terdiri dari beberapa pilar, seperti perencanaan makan, olahraga, minum obat teratur, edukasi dan penyuluhan. Kita buat kegiatannya menyenangkan, seperti demo masak menu hidangan bagi penderita DM, sehingga peserta juga bisa enjoy," jelas Jijin.
Tak hanya itu, Jijin juga membentuk kelompok-kelompok kecil di setiap kegiatan yang diikuti peserta. Menurutnya, pengelompokan peserta tersebut dapat membuat kegiatan yang dilakukan menjadi lebih efektif, komunikasi dengan peserta bisa lebih intens, serta menciptakan kedekatan sehingga dapat lebih mudah memantau kondisi yang dialami peserta.
"Setiap kelompok terdiri dari 10 orang. Semuanya kembali lagi ke niat untuk membantu sesama dengan sepenuh hati. Sebisa mungkin kita usahakan memangkas jarak antara dokter dan pasien, agar pasien bisa lebih nyaman berkonsultasi dengan kita," kata Jijin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H