Mohon tunggu...
Indyka SeptianaPutri
Indyka SeptianaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S-1 Departemen Sosiologi Universitas Brawijaya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Efek Kemacetan bagi Kesehatan

6 Desember 2022   12:34 Diperbarui: 6 Desember 2022   12:38 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hubungan antara Persebaran Penyakit di Jakarta dengan Kemacetan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, tiga jenis penyakit dengan jumlah kasus tertinggi adalah TB paru, IMS (Infeksi Menular Seksual), dan pneumonia. Pada tahun 2021, penyakit TB paru menjadi penyakit dengan jumlah kasus tertinggi sebesar 26,854 kasus, lalu IMS dengan 20.853 kasus, dan pneumonia dengan 19.973 kasus. Dua jumlah kasus penyakit tertinggi dapat disebabkan oleh pencemaran udara, yaitu TB paru dan pneumonia. Secara tidak langsung pencemaran udara dapat meningkatkan resiko penyebaran percikan lendir individu yang terpapar TB paru. Selanjutnya, pneumonia merupakan peradangan paru yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai dan polusi udara.

Berdasarkan persebaran penyakit Jakarta, kondisi lingkungan memiliki korelasi positif dengan jumlah penyakit tertinggi yang dialami masyarakat Jakarta. Pada tahun 2021 terdapat 4.111.231 jumlah kendaraan roda empat dan 16.519.197 jumlah kendaraan roda dua (BPS 2020). Terlebih masyarakat Jakarta cenderung sering melakukan mobilitas yang membuat mereka menghirup polusi dari asap kendaraan. Kondisi ini diperparah dengan pembangunan-pembangunan Jakarta yang menggerus ruang terbuka hijau dan menebang pohon-pohon di pinggir jalan. Bahkan pembangunan transportasi umum yang dinilai mengurangi polusi malah berakhir sebaliknya karena menebang pohon-pohon di pinggir jalan. Penebangan pohon-pohon tersebut kurang tepat karena pohon melakukan proses fotosintesis tumbuhan memerlukan Karbon dioksida (CO2) dan hal ini dapat mengurangi polusi udara.

Indeks Polusi Jakarta?

Jika melihat indeks polusi di Jakarta, maka kita akan mengacu pada data yang diberikan oleh IQAir. IQAir sendiri adalah lembaga teknologi kualitas udara yang berbasis di Swiss. Mereka juga merupakan lembaga yang memfokuskan terkait juga perlindungan kualitas udara, pengembangan produk pemantauan kualitas udara serta pembersih udara. Data yang diberikan oleh IQAir sendiri berkata bahwa jumlah konsentrasi polutan PM 2.5 mencapai 100 g/m. Tentu saja angka tersebut tidak sedikit melihat bahwa konsentrasi polutan tersebut lebih banyak dari yang dibatasi oleh paduan WHO (World Health Organization) sebanyak 20 kali. Hal tersebut seharusnya menjadi sebuah permasalahan utama melihat bahwa PM 2.5 merupakan polutan yang cukup berbahaya bila terus-terusan dihirup oleh manusia. Dengan adanya jumlah polutan ini yang mengakibatkan kondisi suhu serta kelembaban udara mencapai angka yang juga mengenaskan. Di siang hari, suhu udara di Jakarta bisa mencapai 29 derajat celcius dan juga kelembaban yang mencapai 74%. Jakarta juga menjadi salah satu kota di Indonesia yang memiliki kondisi udara yang paling buruk menurut IQAir.

Polusi Udara Jakarta vs Seoul

Kondisi udara Jakarta memang sudah dibilang buruk, bahkan dengan jumlah polutan sebesar itu apakah masih ada negara dengan kondisi yang lebih buruk? Faktanya, Korea Selatan menjadi salah satu negara dengan kondisi udara yang juga cukup buruk. Korea Selatan mungkin terlihat indah dan memiliki teknologi yang begitu modern, tetapi salah satu permasalahan utamanya adalah keadaaan polusi yang menjadi poin utama. Bahkan kualitas udara Jakarta dibilang lebih baik daripada kondisi udara di Seoul dengan AQI sebesar 83. Kondisi Korea Selatan sendiri seringkali dipenuhi dengan kabut yang membuat kesan Korea Selatan dipenuhi dengan asap. Bahkan kondisi debu yang ada di Korea Selatan bisa memenuhi udara yang menjadikan langitnya terlihat abu-abu.

Melihat fakta yang telah diberikan maka bagaimana dengan kondisi kesehatan serta penyakit yang diidap oleh orang-orang yang tinggal di Jakarta serta Seoul? Menurut data yang disajikan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) di Jakarta, posisi penyakit paling tinggi yang diidap oleh orang-orang Jakarta adalah TB Paru dengan jumlah 26.854 di tahun 2021. Tentu saja menjadi penyakit yang menjadi poin utama, melihat dengan kondisi polutan di Jakarta yang ditempatkan dalam kondisi buruk. Menjadi wajar bila penyakit yang berhubungan dengan pernapasan menjadi penyakit mayoritas di masyarakat. Bahkan bila melihat data BPS di Jakarta, penyakit ketiga yang cukup banyak adalah Pneumonia. Kembali lagi dengan kondisi penyakit yang juga berhubungan dengan pernapasan, tentunya harus diperhatikan lagi bahwa kondisi polutan di Jakarta memiliki benang merah dengan penyakit yang menjangkit masyarakat di Jakarta.

Jika melihat lagi kondisi penyakit di Jakarta yang juga dipengaruhi oleh polusi yang ada di udara, apakah akhirnya memiliki kesamaan? Melihat juga kondisi polusi di Seoul juga sama dengan Jakarta, bahkan lebih buruk dari kondisi di Jakarta. Penyakit kanker menjadi salah satu penyakit penyebab kematian paling tinggi di Seoul, terkhusus lagi kanker paru-paru. Jika melihat kanker paru-paru menjadi salah satu penyakit yang paling tinggi penderitanya di Seoul maka apakah bisa diberi kesimpulan bahwa kondisi udara yang ada di Seoul mampu mempengaruhi kenaikan angka kanker paru-paru tersebut? Selain kanker paru-paru, penyakit jantung juga menjadi penyakit yang cukup sering diidap oleh orang-orang. Melihat banyaknya penyakit yang berhubungan dengan pernapasan atau respiratory dapat disimpulkan bahwa memang adanya jumlah polutan yang berada di atas batas wajar mempengaruhi dengan penyakit apa yang berhubungan dengan anggota tubuh tertentu.

Kondisi Jakarta yang sudah dalam kondisi gawat terkait dengan polutannya, apakah dari segi infrastruktur berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH) sudah terpenuhi dengan baik? Bagaimana dengan kondisi penempatan RTH itu sendiri? Kita sendiri sudah mengetahui bahwa kebutuhan RTH harus memenuhi setidaknya 30% di suatu daerah. Realitanya, kondisi RTH di Jakarta baru terealisasikan sebesar 9% yang menjadi sebuah permasalahan padahal kondisi RTH yang kurang akan memperparah kondisi polusi yang terjadi di Jakarta. Sedikitnya jumlah RTH disebabkan oleh mahalnya harga tanah di Jakarta yang mempengaruhi pembuatan RTH. Jakarta juga merupakan kota yang padat, menjadikan proses pembuatan RTH mampu mengancam kepadatan yang ada di Jakarta, misalhnya adanya kemacetan yang ditimbulkan dengan adanya pembuatan RTH.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun