Mohon tunggu...
INDRO WICAKSONO
INDRO WICAKSONO Mohon Tunggu... Guru - MAN 2 KOTA PROBOLINGGO

TETAP SEMANGAT

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Reverse Engineering dalam Meningkatkan DTM Siswa

2 Oktober 2024   22:09 Diperbarui: 2 Oktober 2024   23:08 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) terus berkembang pesat di seluruh dunia, mendorong inovasi dan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi tantangan teknologi modern. Salah satu pendekatan terbaru dalam pendidikan STEM adalah pengenalan pola pikir design thinking melalui reverse engineering.

 Dalam penelitian yang dipublikasikan oleh Luecha Ladachart dan tim (2021) berjudul "Ninth-grade students' perceptions on the design-thinking mindset in the context of reverse engineering", dijelaskan bahwa reverse engineering tidak hanya memfasilitasi pemahaman teknis tetapi juga mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan empatik.

 Studi yang dilakukan di Thailand ini melibatkan 38 siswa kelas sembilan, dengan hasil signifikan pada dua aspek design thinking, yaitu human-centeredness dan kreativitas, dengan peningkatan sebesar 0,43 dan 0,34 dalam ukuran efek (Ladachart et al., 2021).

Pentingnya reverse engineering dalam pendidikan terletak pada kemampuannya untuk mengubah perspektif siswa dalam melihat produk tidak hanya sebagai benda jadi tetapi sebagai hasil dari proses desain yang melibatkan pemikiran dan keputusan teknis. Dalam konteks ini, siswa diajak untuk menganalisis produk yang ada, memahami fungsinya, dan memikirkan bagaimana produk tersebut dapat ditingkatkan. 

Dengan melakukan ini, reverse engineering berperan penting dalam mengembangkan keterampilan analitis siswa, sembari membekali mereka dengan wawasan praktis tentang desain produk. 

Studi ini menyoroti bagaimana pendekatan ini memungkinkan siswa untuk terlibat dalam proses berpikir kreatif yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja modern, di mana kemampuan untuk memecahkan masalah secara inovatif menjadi kunci kesuksesan.

***

Reverse engineering telah terbukti menjadi pendekatan yang efektif dalam meningkatkan pola pikir design thinking di kalangan siswa, terutama dalam pendidikan STEM. Berdasarkan penelitian Luecha Ladachart dan rekan-rekannya (2021), reverse engineering tidak hanya memungkinkan siswa untuk memahami teknologi yang ada, tetapi juga memfasilitasi pengembangan keterampilan kreatif dan empatik yang esensial dalam proses desain. 

Dalam penelitian ini, setelah mengikuti proyek reverse engineering selama empat minggu, siswa kelas sembilan mengalami peningkatan signifikan dalam dua aspek penting, yaitu human-centeredness (p = 0,008) dan kepercayaan diri dalam kreativitas (p = 0,043) (Ladachart et al., 2021). 

Hasil ini menunjukkan bahwa ketika siswa diajak untuk membongkar, menganalisis, dan merancang ulang produk yang sudah ada, mereka lebih mampu mengadopsi perspektif pengguna dan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah teknis.

Pendekatan reverse engineering memungkinkan siswa untuk bekerja dalam konteks dunia nyata, di mana mereka tidak hanya mempelajari bagaimana produk berfungsi, tetapi juga memikirkan bagaimana produk tersebut dapat dioptimalkan. Proses ini memperdalam pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip dasar teknik dan teknologi, sekaligus mendorong mereka untuk lebih terlibat secara aktif dalam proses desain. 

Sebagai contoh, dalam studi ini, siswa diberikan tantangan untuk merancang ulang termostat bimetal setelah memahami cara kerja termostat tersebut. Tantangan ini mendorong siswa untuk memikirkan desain yang lebih baik dan menguji solusi mereka dalam konteks praktis. Ini tidak hanya mengembangkan keterampilan teknis mereka tetapi juga memupuk pemikiran kreatif yang lebih mendalam.

Selain itu, aspek kolaborasi juga memainkan peran penting dalam reverse engineering. Dalam studi ini, siswa bekerja dalam tim, yang mendorong mereka untuk berbagi pengetahuan, gagasan, dan perspektif yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa 90% siswa merasa lebih nyaman bekerja dalam keragaman setelah proyek reverse engineering ini, dibandingkan dengan hanya 75% yang merasa nyaman sebelum proyek dimulai (Ladachart et al., 2021). 

Kolaborasi semacam ini tidak hanya penting untuk mengembangkan keterampilan interpersonal tetapi juga mempersiapkan siswa untuk dunia kerja yang semakin terintegrasi secara multidisiplin.

Namun, meskipun reverse engineering memberikan banyak manfaat, ada juga tantangan yang harus dihadapi. Salah satu kelemahan yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bahwa siswa cenderung mengalami "design fixation", di mana mereka terlalu fokus pada meniru desain asli daripada merancang solusi inovatif yang benar-benar baru. Meskipun demikian, dengan bimbingan yang tepat dari guru, tantangan ini dapat diatasi, dan siswa dapat didorong untuk lebih berpikir kritis dan kreatif.

Secara keseluruhan, reverse engineering menawarkan pendekatan yang sangat potensial untuk memperkuat pendidikan STEM. Dengan mendorong siswa untuk berpikir secara kreatif, bekerja dalam tim, dan memahami teknologi dari perspektif desain, reverse engineering membantu mereka mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di dunia nyata. 

Hasil penelitian Ladachart et al. (2021) menunjukkan bahwa reverse engineering bukan hanya sekadar alat untuk memahami teknologi, tetapi juga sebagai sarana penting untuk menanamkan pola pikir desain yang berpusat pada pengguna dan kreatif di kalangan siswa.

***

Reverse engineering, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Ladachart et al. (2021), menawarkan pendekatan yang sangat efektif dalam memperkuat pola pikir design thinking pada siswa. Dengan memberikan siswa kesempatan untuk menganalisis dan mendesain ulang produk yang ada, metode ini mampu meningkatkan kreativitas, empati, dan kolaborasi mereka. 

Data menunjukkan peningkatan signifikan pada aspek "human-centeredness" dan kreativitas siswa, menjadikan reverse engineering sebagai alat yang kuat untuk pendidikan STEM masa depan.

Namun, agar reverse engineering dapat lebih berhasil diimplementasikan, perlu adanya keseimbangan antara tantangan dan bimbingan. Tantangan seperti design fixation harus diatasi melalui pengajaran yang mendorong siswa untuk berpikir di luar batas desain yang sudah ada. Dengan demikian, reverse engineering dapat sepenuhnya memfasilitasi pengembangan keterampilan yang relevan untuk dunia kerja modern yang membutuhkan inovasi dan kreativitas.

Secara keseluruhan, penerapan reverse engineering dalam pendidikan STEM adalah langkah penting untuk membekali siswa dengan keterampilan dan pola pikir yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan teknologi di abad ke-21.

Referensi:

Ladachart, L., Cholsin, J., Kwanpet, S., Teerapanpong, R., Dessi, A., Phuangsuwan, L., & Phothong, W. (2021). Ninth-grade students' perceptions on the design-thinking mindset in the context of reverse engineering. International Journal of Technology and Design Education, 32(2445--2465). https://doi.org/10.1007/s10798-021-09701-6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun