Sebagai contoh, dalam studi ini, siswa diberikan tantangan untuk merancang ulang termostat bimetal setelah memahami cara kerja termostat tersebut. Tantangan ini mendorong siswa untuk memikirkan desain yang lebih baik dan menguji solusi mereka dalam konteks praktis. Ini tidak hanya mengembangkan keterampilan teknis mereka tetapi juga memupuk pemikiran kreatif yang lebih mendalam.
Selain itu, aspek kolaborasi juga memainkan peran penting dalam reverse engineering. Dalam studi ini, siswa bekerja dalam tim, yang mendorong mereka untuk berbagi pengetahuan, gagasan, dan perspektif yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa 90% siswa merasa lebih nyaman bekerja dalam keragaman setelah proyek reverse engineering ini, dibandingkan dengan hanya 75% yang merasa nyaman sebelum proyek dimulai (Ladachart et al., 2021).Â
Kolaborasi semacam ini tidak hanya penting untuk mengembangkan keterampilan interpersonal tetapi juga mempersiapkan siswa untuk dunia kerja yang semakin terintegrasi secara multidisiplin.
Namun, meskipun reverse engineering memberikan banyak manfaat, ada juga tantangan yang harus dihadapi. Salah satu kelemahan yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bahwa siswa cenderung mengalami "design fixation", di mana mereka terlalu fokus pada meniru desain asli daripada merancang solusi inovatif yang benar-benar baru. Meskipun demikian, dengan bimbingan yang tepat dari guru, tantangan ini dapat diatasi, dan siswa dapat didorong untuk lebih berpikir kritis dan kreatif.
Secara keseluruhan, reverse engineering menawarkan pendekatan yang sangat potensial untuk memperkuat pendidikan STEM. Dengan mendorong siswa untuk berpikir secara kreatif, bekerja dalam tim, dan memahami teknologi dari perspektif desain, reverse engineering membantu mereka mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di dunia nyata.Â
Hasil penelitian Ladachart et al. (2021) menunjukkan bahwa reverse engineering bukan hanya sekadar alat untuk memahami teknologi, tetapi juga sebagai sarana penting untuk menanamkan pola pikir desain yang berpusat pada pengguna dan kreatif di kalangan siswa.
***
Reverse engineering, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Ladachart et al. (2021), menawarkan pendekatan yang sangat efektif dalam memperkuat pola pikir design thinking pada siswa. Dengan memberikan siswa kesempatan untuk menganalisis dan mendesain ulang produk yang ada, metode ini mampu meningkatkan kreativitas, empati, dan kolaborasi mereka.Â
Data menunjukkan peningkatan signifikan pada aspek "human-centeredness" dan kreativitas siswa, menjadikan reverse engineering sebagai alat yang kuat untuk pendidikan STEM masa depan.
Namun, agar reverse engineering dapat lebih berhasil diimplementasikan, perlu adanya keseimbangan antara tantangan dan bimbingan. Tantangan seperti design fixation harus diatasi melalui pengajaran yang mendorong siswa untuk berpikir di luar batas desain yang sudah ada. Dengan demikian, reverse engineering dapat sepenuhnya memfasilitasi pengembangan keterampilan yang relevan untuk dunia kerja modern yang membutuhkan inovasi dan kreativitas.
Secara keseluruhan, penerapan reverse engineering dalam pendidikan STEM adalah langkah penting untuk membekali siswa dengan keterampilan dan pola pikir yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan teknologi di abad ke-21.