Sabtu di siang hari yang terik, pak Kadus Endang dan RT Cece mampir ke kebun, sembari mengeluhkan segala rasa heran saya mengenai cuaca yang tidak jelas ini, yang mana kadang mendung, lalu hilang dan terkadang gerimis, namun air yang jatuh hanya sedikit.
Wajah mereka tersunging senyum, "Lagi ada hajatan", tutur pak Kadus. Seketika saya tebak "Pakai pawang hujan?". Mereka mengiyakan.Â
Lalu saya korek lebih jauh "Pak Kadus, Pak RT, dulu biasanya kalau hajatan, rata-rata dilaksanakan pas musim hujan atau kemarau?" Tanya saya.
Mereka menjawab, "Pas hujan pak".
"Berapa maharnya, pak?" Tanya saya.
Pak Kadus mengungkapkan ketika hajatan mantu, ia menyiapkan dana untuk jasa pawang hujannya hingga 5 juta Rupiah, sedang pak RT menyiapkan dana 3 juta Rupiah. Namun, dari yang mereka keluarkan, ternyata ampuh untuk mengusir hujan selama acara berlangsung.Â
Saya pun menanyakan mahar warga lainnya termasuk pula pengusaha tambang pasir, Pak Kadus mengungkapkan bila warga kelas menengah menyiapkan mahar kisaran antara 10 - 20 juta. Bahkan pengusaha pasir dan sedot pasir pun menggunakan jasa pawang hujan yang disewa dari Banten yang biayanya hingga 15 hingga 20 juta per bulan.Â
"Lumayan juga gaji orang pintar yaa. Di tambang pasir saja bahkan tidak sampai segitu, Â celetuk saya,Â
"Tapi capek loh, Pak. Sebab kan harus puasa bahkan sampai tidak tidur", ujar Pak Kadus.
Lantas saya pun membuka catatan di gadget, ternyata benar, dalam seminggu, hujan hanya turun hanya 1 hingga 2 kali saja.Â
Dari obrolan tersebut, Pak Kadus pun menegaskan tidak ada jaminan juga memakai jasa pawang lalu hujan tidak turun, bila Allah sudah berkehendak, tidak ada yang bisa menahannya.Â