Purwokerto, sabtu (20/6) malam minggu di langit kota Purwokerto biru cerah terlihat bulan bulat yang ditemani bintang Kejora di ufuk Barat menemani laju kuda besi menerobos lalu lalang lalu lintas dan dingin udara musim kemarau, melaju dengan kecepatan sedang dari tempat tinggal penulis di desa Berkoh Purwokerto Selatan ke arah Purwokerto Utara dan duabelas menit kemudian kuda besi nangkring di tempat parkir. Gegara rekan group penikmat kopi tubruk di WA dan BB sedari awal bulan Juni 2015 sering berdenting obrolan dan testimoni kedai kopi baru di belakang BNI Unsoed Grendeng, dengan seduhan kopi yang almost perfect dan mengusung konsep manual brewing dan bla…blaa…blaaa selalu menggoda ‘syaraf’ gila kopi penulis mencecap beragam biji kopi se Nusantara.
“Wow…!” itu kata pertama terlontar dari mulut penulis ketika melihat dari tempat parkir ke dalam Praketa Caffe Shop bak magnet menarik kedua kaki melangkah mendekat, sesaat mata tua menyapu tata ruang yang minimalis namun lega dan didominasi furnituri kayu alami pun demikian meja dan kursinya menyamankan suasana, kursi penuh pelanggan.
Tiba di depan pintu segera mendapatkan sambutan hangat dari Mas. bro. Indra dan Dimas dengan keramahan khas yang memang seharusnya dimiliki oleh para barista yang memiliki jiwa "excellent servanthood” membuat penulis yang duduk di sudut bar cepat tune in dengan ritme pelayanan serta passion mereka pada kopi membuat memori otak tua penulis stuck ketika mereka berdua ‘bocor’ berbagi pengetahuan dibalik secangkir kopi sembari penulis mencecap secangkir ‘seni’ manual brewing-nya.
Kedai kopi Praketa tepatnya berada di Jalan HR. Bunyamin No. 129 (belakang BNI Unsoed-depan kantor pusat Unsoed) Purwokerto dan kata ‘Praketa’ itu sendiri diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti pengetahuan atau sudut pandang, buka setiap hari mulai Pukul 16.00 – 24.00 WIB, hari Senin libur. Dan benar mereka tak sekedar menyajikan secangkir kopi tapi juga berbagi pengetahuan seputar kopi dan konsep manual brewingnya pada para pelangganya.
Melihat kecakapan olah ‘seni’ dan konsep manual brewing, sepertinya menarik buat berbagi dengan kompsianer pecinta kopi berbagi ‘cecapan’ seni manual brewing dan pengetahuan tentang ragam kopi, lebih dari pada itu penulis penasaran dengan keberanian mereka mengaktualisasikan diri mengusung konsep manual brewing, pada umumnya masih terpaku menunggu-menunggu tersedianya mesin espresso yang mahal-mahal.
Seperti kedai kopi pada umumnya yang menyajikan beragam seduhan aneka kopi ose (biji kopi) segar sebagai branded mereka, demikian pula kedai kopi Praketa penulis lihat di dalam toples-toples terlihat beragam biji kopi segar yang didatangkan langsung dari wilayah di Nusantara, lihat gambar peta.
.
Untuk harga minuman IDR 7.500 – 16.000, sangat terjangkau mengingat minumannya menggunakan ’fresh’ kopi dan saya lihat dan rasakan memiliki konsistensi standar pelayanan yakni berbagi kekuatan dan ciri rasa setiap kopi serta metode brewing yang akan dipilih pada pelanggannya. Sebagaimana Mas bro Indra dan Dimasz duo Barista berbagi dengan penulis tentang taste natural sweetness ‘kejujuran’ ragam biji kopi dan menurutnya saling memperkuat dan menyatu, seperti kopi Kintamani dengan ‘body’ yang ringan, keasaman yang ‘medium’ dan ‘flavor citrus’ cenderung ke arah rasa jeruk; Enrekang aroma coklat, herbal; Gayo ‘body’ yang ‘full’ pekat, dengan ‘flavor’ khasnya,’spicy’ dan tanah; kopi Lintong dari Sumatera ‘Flavor’-nya cenderung ke tanah dan herbal; Mandailing sensasi keasamannya rendah karena ‘flavor’ dan aroma seperti tanah, tembakau, dan sangat kuat; Toraja sedang tingkat keasaman dan ada unsur dark chocolate.
Akankah konsep manual brewing diusung kedai kopi Praketa bisa menghadirkan ‘kejujuran’ nuansa seduhan kopi Nusantara dalam secangkir kopi? akan penulis bagi ceritanya di bagian 2. Pembuktian…
Bersambung...
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H