Menurut pemikiran filsafat Mangkunegara IV, di dalam kehidupan dunia ini manusia akan selalu mendapat keluhuran jika memiliki tiga unsur, yaitu wirya (keluhuran), arta (kekayaan), dan winasis (ilmu pengetahuan). Jika ketiganya tidak dapat dimiliki maka dipilihlah salah satu. Berikut tiga martabat manusia menurut KGPAA Mangkunegara IV:
- Wirja, tegesipoen: ngoedi dateng pangkat kaprijantoenan toewin sesaminipoen ingkang ndjalari pikantoekipoen blandja.
- Ngoedi sagedipoen pikantoek pawitan saking sekedik, moerih saged dedagangan, tetanen, nenoekang sp. (karingkes: arta).
- Winasis, tegesipun: ngoedi kasagedan (agal poenapa aloes) ingkang ndjalari pikantoek panggesangan. Manawi sepen babar pisan saking salah satoenggal inginggil waoe. Gesangipoen wonten ing donja tanpa adji, prasasat ron djatos ingkang sampoen aking wekasan nandang papa klambrangan, papriman sapanoenggalipoen.
Menurut pemikiran Mangkunegara IV, seorang bangsawan atau priyayi nduwuran tidaklah tabu jika mengejar kekayaan dunia (arta). Secara substansial, kekayaan tersebut akan menjadi lebih bermanfaat dan tepat guna apabila diimbangi dengan sikap dan memiliki pengetahuan yang luas (winasis). Kekayaan (arta) sekaligus pengetahuan akan lebih menjadi manfaat bagi masyarakat jika diimbangi memiliki kedudukan (wirya).
Dengan kedudukan, seseorang dapat membuat kebijakan untuk kepentingan orang banyak. Singkatnya ajaran Mangkunegara IV wirya, arta, dan winasis merupakan tipe ideal yang ingin dibudayakan kepada seluruh trah dan masyarakat Mangkunegaran.
Meneliti Lebih Dalam Serat Paramayoga
Serat Paramayoga adalah salah satu karya sastra Jawa yang berisi ajaran spiritual dan panduan kehidupan. Serat ini sering dikaitkan dengan nilai-nilai filsafat dan kebijaksanaan hidup, terutama dalam konteks budaya Jawa.
Latar belakang penulisan Serat Paramayoga didasarkan pada keinginan untuk memberikan pedoman hidup yang selaras dengan ajaran moral, etika, dan spiritualitas. Penulisannya biasanya dikaitkan dengan para pujangga pada masa kerajaan Mataram, seperti Ranggawarsita, meskipun atribusi penulis dapat berbeda-beda tergantung versi manuskrip.
Serat ini membahas tentang bagaimana manusia dapat mencapai "kesempurnaan hidup" atau kasampurnan, baik dalam hubungan dengan dirinya sendiri, masyarakat, maupun Tuhan. Berikut ini Dharma Pemimpin menurut Serat Pramayoga Oleh Raden Ngabei Ranggawarsita:
- Hang Uripi: pemimpin harus melindungi, menghormati, dan menjaga perdamaian untuk mencapai kehidupan yang layak.
- Hang Rungkepi: seorang pemimpin harus berani berkorban jiwa, raga, dan harta demi kesejahteraan bangsa, menghimpun kekuatan untuk membela rakyat.
- Hang Ruwat: mengatasi segala masalah yang mengganggu pemerintahan demi ketenteraman masyarakat.
- Ha Nata: pemimpin harus bisa menata berdasarkan konsep nata lan mbangun praja, menegakkan keadilan, disiplin, kejujuran, dan kesetiaan demi kesejahteraan.
- Ha Mengkoni: memberi bingkai agar kesatuan bangsa tetap terjaga meskipun dalam kebebasan memanfaatkan potensi yang ada.
- Hang Ayomi: memberikan perlindungan dan rasa aman kepada rakyat.
- Hang Urubi: membangkitkan semangat kerja untuk mencapai kesejahteraan.
- Ha Memayu: menjaga ketenteraman dengan keselarasan dan keharmonisan berlandaskan rasa saling percaya.
Meneliti Lebih Dalam Serat Salokatama
Serat Salokatama adalah sebuah karya sastra Jawa yang terdiri atas 31 bait dalam metrum macapat bertembang Mijil. Karya ini ditulis pada tahun 1799 Jawa atau 1870 Masehi. Nama Salokatama berasal dari dua kata, yaitu saloka dan tama. Saloka berarti kalimat yang mengandung perumpamaan, serupa dengan peribahasa, sementara tama berarti baik atau utama. Dengan demikian, Salokatama dapat diartikan sebagai kumpulan perumpamaan-perumpamaan yang mengandung ajaran dan nasihat luhur.