Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

TB 2 - Kebatinan Mangkunegaran IV Pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

21 November 2024   12:43 Diperbarui: 21 November 2024   20:03 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 Dokpri TB 2 Anti Korupsi dan Etik UMB

Keunggulan Serat Wedhatama tidak hanya terletak pada keindahan sastranya, tetapi juga pada isi dan tujuan ajarannya. Karya ini secara khusus ditujukan kepada putra-putri Mangkunegara yang mengandung ajaran etika dan budi pekerti yang berfungsi sebagai media culturatif, yakni untuk mensosialisasikan nilai-nilai luhur kepada generasi muda. Fokus utama ajaran dalam Serat Wedhatama adalah mendidik kaum muda agar tumbuh menjadi manusia dewasa yang memahami tata susila dan memiliki karakter yang mulia.

Berikut ini adalah ringkasan isi dari Serat Wedhatama, yang mencakup berbagai ajaran moral, spiritual, dan panduan kehidupan yang esensial untuk pembentukan pribadi yang unggul.:

  • Pupuh I Pangkur (14 bait): 

Dalam hal ini menggambarkan perilaku orang bodoh yang memiliki hati congkak dan senantiasa memalukan dalam setiap perjamuan karena memiliki tingkah yang tak sopan. Meskipun usianya telah tua, tetapi orang sekitar tidak ada yang menghormati orang tersebut. Hal ini karena banyak orang tidak menyukai tingkah laku dan perilaku yang tidak terpuji.

Dalam kehidupan bermasyarakat, sangat penting untuk menghindari perilaku yang tidak baik agar dapat dihormati oleh orang lain. Seseorang yang congkak dan berperilaku tidak sopan cenderung akan dijauhi atau bahkan dikucilkan oleh lingkungannya. Perilaku semacam ini sering kali digambarkan dalam peribahasa "tong kosong berbunyi nyaring" yang merujuk pada individu yang banyak berbicara atau pamer, tetapi sebenarnya tidak memiliki kualitas diri yang layak dibanggakan. Peribahasa ini juga menggambarkan orang yang hanya mengandalkan status atau kehormatan keluarganya,

  • Pupuh II Sinom (18 bait)

Dalam hal ini membahas tentang Panembahan Senapati di Mataram yang merupakan seorang pribadi yang selalu prihatin, berhasil. Sehingga setelah menjadi orang terhormat beliau selalu menyepi dan mempertajam budi pekerti. Tingkah laku yang terpuji itu dapat dijadikan teladan bagi keluarga kerajaan, para ksatria dan guru di tanah Jawa. Ketika itu banyak anak muda yang tak pernah menjalankan "laku" prihatin dan tidak dapat menetadani sifat-sifat ksatria.

Dalam kehidupan, ada tiga hal penting yang sebaiknya diraih, yaitu pangkat, harta, dan kepandaian. Ketiganya berperan sebagai penopang kehidupan yang bermakna. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana seseorang memanfaatkan apa yang dimilikinya. Orang bijaksana akan menggunakan pangkat, harta, dan kepandaian untuk tujuan yang bermanfaat, tanpa menjadi sombong meskipun ia berasal dari keluarga terpandang, seperti keturunan raja atau orang terhormat.

  • Pupuh III Pucung (15 bait)

Dalam hal ini memperoleh ilmu itu haruslah melalui "laku" serta budi luhur, yaitu dengan mencegah nafsu keduniawian yang akan mendatangkan bahaya. Orang yang senang melakukan samadi, akan dapat menguasai diri, antara lain: sabar, bertingkah laku sareh, dan sebagainya.

Ajaran tersebut akan lebih bermanfaat jika diterapkan kepada generasi muda, khususnya dalam menanamkan nilai kejujuran karena ilmu akan lebih mudah dipelajari jika hati dilandasi dengan kejujuran dan ketulusan. Terlebih lagi, jika kejujuran itu disertai dengan tapabrata yang dimana pengendalian diri dan keteguhan dalam menjalani kehidupan. Dalam pandangan hidup orang Jawa, terdapat tiga prinsip utama yang perlu dipegang sebagai pedoman: 

1. Hati selalu senang meskipun kehilangan segalanya: dalam penerapannya, hal ini mengajarkan untuk tetap bersyukur dan menjaga ketenangan batin, meskipun menghadapi kehilangan atau kesulitan.

2. Selalu menerima apabila dihina oleh sesame: dalam penerapannya, seseorang harus memiliki rasa sabar dalam menghadapi penghinaan dengan lapang dada tanpa balas dendam merupakan tanda kebesaran hati. 

3. Mengakui bahwa dirinya rendah dan pasrah kepada Sang Pencipta: dalam penerapannya, seorang manusia harus memiliki kesadaran akan keterbatasan diri serta sikap berserah diri, ikhlas, dan percaya kepada kehendak Tuhan menunjukkan kerendahan hati.

  • Pupuh IV Gambuh (25 bait)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun