Â
Waktu kecil dulu pernah baca majalah bekas dari limpahan tetangga hehe, disalah satu halaman ada tulisan yang membahas tentang seluk beluk suku Baduy. Suku Baduy menarik saya karena unik. Ya unik karena terisolasi dari dunia luar khususnya suku Baduy Dalam, Mereka hidup tanpa listrik, telepon, tv dan teknologi lainnya. Mereka mengisolasi diri dari dunia luar. Anak-anak dilarang sekolah. Kok bisa gitu yak... Kata adatnya memang melarang begitu. Padahal saya juga pernah merasakan hidup tanpa aliran listrik waktu kecil dulu. Tapi tidak separah Baduylah. Barang-barang elektronik seprti tv dan radio masih bisa masuk dengan tenaga baterai dan genset.
Nah beberapa puluh tahun kemudian tepatnya bulan mei tahun ini saya berkesempatan mengunjungi suku Baduy. Senengnya gimana gitu secara dari kecil masih penasaran sama suku Baduy. Pengin melihatnya secara langsung kehidupan disana khususnya masyarakat suku Baduy Dalam. Bagaimana mereka hidup bermasyarakat yang terisolasi dari dunia luar.
Berangkat bersama rombongan yang dipelopori oleh Mas Ipung Dkk. Saya gabung mereka hasil gogling inet..dan lagi2 saya berterima kasih sama mbah gugel karena dipertemukan dengan mereka. Alhamdulilah seneng deh, pesertanya kompak dan bikin ngakak sepanjang jalan. Padahal ceritanya juga ga lucu-lucu amat ya sih. Tapi dasar otak lagi koplak cerita apapun jadi ngakak yang bikin gigi somplak eh bukan gigi garing :P
Iuran anggotanya klo ga salah en ga lupa 175ribu sudah termasuk makan 2 kali, tiket kereta pp, transpot pp nyewa angkot "elep" dari stasiun ke tugu selamat datang di Ciboleger (pp) dan juga buat ngasih sembako tuan rumah yang diinepin gratis buat semalam suntuk.
Meeting point di stasiun Tanah Abang. Kereta berangkat jam 08.00 pagi. Waktu tempuh sekitar 2 jam-an nyampe stasiun Rangkasbitung. Dari stasiun ke Ciboleger naik angkot sewaan "elep" dengan waktu tempung kurang lebih 1 jam-an. Jalannya yah lumayan bagus, kadang aspal kadang aspalnya rusak naik turun bukit. Manariknya kadang berpapasan dengan angkot yang kelebihan muatan. Jadi ada beberapa orang yang sengaja naik diatap mobil. Wooohh...emejing dah..begini ya hidup didaerah pinggiran.Â
Jangan lupa beli tongkat ini ya daripada nyesel selama perjalanan 6 jam hiks... foto dari mba evi http://v4n1ll4.blogspot.com
Habis ishoma jangan lupa blanja-blanja cemilan cepuluh di Indomaret satu-satunya yang ada di Ciboleger dan paling laris pula. Gimana ga laris, suku Baduy kan belinya disitu. Dan kata si sopir, pertama kalinya buka Indomaret itu banyak diserbu suku Baduy. Mereka rada bingung karena banyak yang ga bisa baca tuh harga dietalase jadi main ambil aja. Pas dikasir banyak yang kaget blanjanya nyampe jutaan, jadi dibalikin lagi deh beberapa belanjaanya biar ngepas ama duitnya. Oh iya suku baduy sekarang sudah mengenal duit ya. Jadi transaksi jual beli sudah pake mata uang rupiah. Ga Barter lagi...
Dan bagi yang jarang olahraga seperti saya ketika anda ditawari tongkat seharga 3 ribu mending beli aja. Karena saya bener2 menyesal diperjalanan karena tongkat itu amat sangat membantu lho. Tapi bagi yang kuat jalan monggo taklukan perjalanan anda. Tapi jangan kawatir disana juga banyak tukang porter yah. Ada juga porter cilik. Yah anak-anak baduy umur 10 tahunan sudah diajak bapaknya nyari duit sebagai tukang porter. Salutt. Satu tas ransel dihargai 30ribu dari Ciboleger nyape suku Baduy dalam. Karena saya ga kuat bawa mending porter tas ransel hihi...ketahuan nih jarang olahraga plus faktor umur juga :p
Para gadis Baduy luar..masih kinyis-kinyis dan cantik alami :)
Selama perjalanan bagi yang sudah naik gunung ga masalah. Tapi bagi yang belum pernah siapin mental aja ama fisik. Jalanya naik turun bukit, kalau hujan becek, licin, terkadang melewati jembatan bambu, nyebrang sungai dll. Butuh tenaga ekstra. Perjalanan dimulai dari perkampungan Baduy luar. Baduy luar sudah bisa menerima teknologi. Mereka sudah memakai kaos atau baju adat warna biru. Mereka bekerja sebagai tenun ada juga sebagai tukang porter atau pekerjaan kasar lainnya. Dibaduy luar masih bisa foto-foto sepuasnya. nanti akan ada sungai dan jembatan sebagai pembatas antara suku Baduy luar dengan Baduy dalam.
Setelah melewati batas jembatan itu semua elektronik tidak boleh dinyalakan. Tidak boleh foto-foto. No handpone, no kamera dll. Sebenarnya penasaran sih mau motret dan nyalain hp tapi takut akan hukumannya. Karena saya mendengar orang baduy dalam sangat kuat ilmu mistisnya.
Lumbung padi suku baduy, letaknya jauh dari rumah.Jika ada kebakaran rumah maka lumbung padinya masih aman. begitu pula sebaliknya.
Sampai dirumah penduduk Baduy Dalam sudah hampir mahrib. Kami mandi disungai terbuka dekat rumah penduduk. Mandi tidak boleh pake odol, sabun mandi ataupun shampo. Karena air sungai itu digunakan untuk keperluan sehari-hari jadi biar tetep bersih dan tak terkontaminasi bahan kimia. BAB dan BAK juga dilakukan dialiran sungai itu. Oh iya suku badyi dalam berbaju putih dimana semuanya sama baik model dan coraknya, tidak ada produk baju dari luar.
Rumah-rumah baduy dalam juga sama untuk ukuran dan modelnya. Kata tuan rumah yang kami singgahi jumlah rumahnya juga tetap sama dari dulu hingga sekarang. Tidak boleh dikurangkan dan tidak boleh dilebihkan. Terima apa saja yang sudah ada disitu. Rumah Baduy hanya memiliki satu kamar yang disekat alias tertutup ada pintunya yg terbuka. Disitu tuan rumahnya tidur dan memasak dalam satu ruangan. Sementara diruangan yang besar tanpa sekat itu buat tidur para pengunjung. Disetiap rumah ada 2 tungku api. Diluar untuk para tamu dan didalam untuk tuan rumah yang digunakan sebagai alat masak dan juga penghangat ruangan ketika musim dingin. Karena letak suku Baduy dalam berasa dibukit yang tinggi.
Mari mendaki...gambar bawah aktifitas tukang porter dan warga baduy lain
Saya kira, ketua tim memesan makanan khas Baduy Dalam. Ealah ternyata pesannya dibawah diCiboleger. Jadi dibawa sama tukang porternya naik turun bukit. Untuk makan pagi juga makan malam. Ketika malam suasana gelap dan memang terasa lama waktu berjalan. Aktifitasnya hanya ngemil, makan ngobrol dan ngobrol. HP, kamera tidak boleh dinyalakan :). Tapi disitulah saya bisa merenung sunyi, seperti bebas dari segala rutinitas sehari-hari, kerja, macetnya Jakarta dll semua sirna. Dalam renungan itu sempat berpikir, Hidup ini untuk apa sih? mereka juga bisa hidup dalam kesederhanaan ini. Tak melulu ngejar materi dan tetek bengeknya. Oh iya kalau orang kaya di Baduy Dalam ditandai dengan banyaknya lumbung padi yang dimilikinya. Semakain banyak maka ia disebut orang kaya.
Perbukitan Menuju Baduy Dalam
Ada kejadian lucu ketika malam hari. Kami sedang mengobrol-ngobrol dan makan, ngemil dengan bekal yang kami bawa. Si bapak yang punya rumah hanya melihat aktifitas kami tanpa mengobrol. Kami juga bingung karena ga bisa bahasa sunda. Istri dan anaknya didalam kamar terus ga mau keluar. Si Bapak bisa bahasa Indonesia sedikit2. Teman2 kami pada menawarkan bekal yang mereka bawa dari biskuit, chiki dan jajanan lain. Kalau bapak suka maka langsung dimasukan kedalam kamar. nah saya tuh punya biskuat yang masih utuh belum dibuka.Â
Saya berikan ke Bapak itu. Cuma dipegang diliatin lalu diletakan begitu saja. Jajanan teman2ku diambil sibapak tapi kok biskuatku dibiarin aja sampai pagi. Terus saya mikir, kenapa ya? Setelah saya banding-bandingkan dengan jajanan teman saya, bungkus biskuatku ada gambar macannya (Harimau). Apa dikira dibuat dari macan ya jadi si Bapak itu takut atau memang dilarang sama adat hehe...mungkin aja kali ya
Perjalanan Dimulai..Dok.Pri
Suku Baduy dalam juga sudah ada warung kelontong loh. Jualan aqua, mi, dll. Ini lama-lama kalau dikunjungi terus-menerus sama orang luar bisa terpengaruh nih generasi mudanya. Buktinya sudah banyak pemuda pemudi yang ga tahan dengan adat istiadat di Baduy Dalam. Mereka yang ga kuat akhirnya memilih tinggal di Baduy luar.
Apalagi kata si tukang porternya setiap weekend suku Baduy bisa dikunjungi oleh orang luar/wisatawan bisa sampai 300ribu orang. Tapi ada waktu dibulan-bulan tertentu suku Baduy Dalam tidak boleh dikunjungi. Itu untuk melakukan ritual tahunan dan juga panen raya. Oh iya lupa. Info dari tukang porter kalau orang sakit mereka berobat kedukun. Pernah kejadian ada warga Baduy Dalam jatuh dari pohon yang tinggi dan terkena patah tulang. Berobat hanya ke dukun tidak sembuh2. Lalu orang luar menawarkan membawanya kerumah sakit dengan bantuan helikopter. Namun mereka tetep kekeh menolak. Akhirnya hanya dokternya saja yang datang mengunjungi ke Baduy Dalam dengan waktu yang sudah dijadwalkan.
Rehat sejenak di Rumah Baduy Luar
Ketika mau balik tim kami melewati jalur lain yang sama pajangnya hampir 6 jam jalan kaki naik turun bukit. Dan seperti biasa tukang porterku setia menunggu tas ranselku haha...Entah saya datang ke Baduy bisa berpengaruh positif apa tidak. Ada semacam penyesalan dalan diri ketika sudah mengunjungi suku Baduy seolah saya seperti merusak dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Baduy dengan gaya hidup seperti mode (pakaian, peralatan dan juga perlilaku perkotaan) yang membuat penasaran warga Baduy Dalam terhadap dunia luar. Sama seperti halnya saya penasaran terhadap kehidupan mereka yang terisolasi itu, seperti apa kehidupan mereka
Ah semoga saja suku Baduy Dalam tetap teguh memegang adatnya hingga tetap bertahan lama sampai anak cucu kita juga bisa mengenal siapa mereka.
 Perkampungan Baduy Luar
Â
Jembatan Bambu
 Tukang Porter Ranselku haha...
Narsis dulu sebelum pulang. Nyungsrak nyungsruk bulepotan :)
Â
Salam Jalan-jalan
Cempaka Putih, 29 September 2015 19.11
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H