Suku Baduy dalam juga sudah ada warung kelontong loh. Jualan aqua, mi, dll. Ini lama-lama kalau dikunjungi terus-menerus sama orang luar bisa terpengaruh nih generasi mudanya. Buktinya sudah banyak pemuda pemudi yang ga tahan dengan adat istiadat di Baduy Dalam. Mereka yang ga kuat akhirnya memilih tinggal di Baduy luar.
Apalagi kata si tukang porternya setiap weekend suku Baduy bisa dikunjungi oleh orang luar/wisatawan bisa sampai 300ribu orang. Tapi ada waktu dibulan-bulan tertentu suku Baduy Dalam tidak boleh dikunjungi. Itu untuk melakukan ritual tahunan dan juga panen raya. Oh iya lupa. Info dari tukang porter kalau orang sakit mereka berobat kedukun. Pernah kejadian ada warga Baduy Dalam jatuh dari pohon yang tinggi dan terkena patah tulang. Berobat hanya ke dukun tidak sembuh2. Lalu orang luar menawarkan membawanya kerumah sakit dengan bantuan helikopter. Namun mereka tetep kekeh menolak. Akhirnya hanya dokternya saja yang datang mengunjungi ke Baduy Dalam dengan waktu yang sudah dijadwalkan.
Rehat sejenak di Rumah Baduy Luar
Ketika mau balik tim kami melewati jalur lain yang sama pajangnya hampir 6 jam jalan kaki naik turun bukit. Dan seperti biasa tukang porterku setia menunggu tas ranselku haha...Entah saya datang ke Baduy bisa berpengaruh positif apa tidak. Ada semacam penyesalan dalan diri ketika sudah mengunjungi suku Baduy seolah saya seperti merusak dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Baduy dengan gaya hidup seperti mode (pakaian, peralatan dan juga perlilaku perkotaan) yang membuat penasaran warga Baduy Dalam terhadap dunia luar. Sama seperti halnya saya penasaran terhadap kehidupan mereka yang terisolasi itu, seperti apa kehidupan mereka
Ah semoga saja suku Baduy Dalam tetap teguh memegang adatnya hingga tetap bertahan lama sampai anak cucu kita juga bisa mengenal siapa mereka.
 Perkampungan Baduy Luar
Â
Jembatan Bambu
 Tukang Porter Ranselku haha...
Narsis dulu sebelum pulang. Nyungsrak nyungsruk bulepotan :)
Â