Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Karbo, Kopi, dan Jalan Pagi

21 Februari 2024   13:15 Diperbarui: 21 Februari 2024   20:33 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun palawija -- singkong, ubi rambat, dan pisang |Foto: Indria Salim

Perjalanan pagiku seringnya bertentangan dengan arah matahari. Dulu aku selalu memakai kacamata hitam untuk menghindari kesilauan. Aku semakin malas memaksinya begitu pandemi mereda. Sebagai gantinya aku melindungi wajah dengan masker dan topi.

Rute jalan pagi ini melewati lahan hijau yang cukup luas. Aku suka berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan kebun sayur di tengah area perumahan ini.

Di ujung kebun ada lapak tempat sopir ojek pada ngopi atau makan gorengan, atau duduk menunggu orang memakai jasanya.

Lahan ini mungkin sebagian milik seseorang, dan sebagian lain milik pengembang karena ada area yang dipenuhi rumput dan semak liar, persis bersebelahan dengan kebun yang ditanami daun singkong di bagian tengah, kacang tanah di sisi agak pinggir, dan di perbatasan tepi jalan dipagari dengan deretan tanaman sereh. Kadang di sela-sela itu ada tanaman ketela rambat, cabe, atau pepaya.

Hanya ada seorang bapak sepuh yang mengurusi lahan ini -- dari mencangkul, menanam, menyiangi, menyirami, sampai memanen. Mungkin dia juga yang memasarkan serta menjual hasil panenannya.

Pernah aku lewat dan memotret pohon cabe rawit yang sudah menampakkan pesona cabe rawit khas pelengkap tahu sumedang.

Tiba-tiba Si Bapak nyamperin, "Bu, sayang pohon yang cabenya paling lebat nggak sempat kepotret. Pagi subuh tadi saya mau memanennya, hati mencelos melihat pohon itu dicuri orang seakar-akarnya. Biar nggak kesel, saya ikhlaskan sambil mikir mungkin orang itu akan menjual cabe saya buat beli beras," ungkapnya dengan nada datar.

Keadaan pasca pilpres membawaku pada nostalgia, keprihatinan, dan perenungan. Ini bukan sekadar persoalan politik negeri, namun utamanya adalah hal-hal yang bersentuhan dengan keseharianku, keseharian kami sebagai warga negara dan rakyat yang tinggal di bumi Nusantara.

Media sosial dan perbincangan di komunitas, pasar, dan berbagai kumpulan warga pada minggu sesudah coblosan pilpes ini diwarnai oleh status tentang harga beras yang naik tajam. Bersyukur saja saat aku membeli nasi Padang langganan, harga dan rasa tidak, atau belum berubah. Semoga para pedagang dengan pelanggan setia berkantung tipis sepertiku ini mendapat keuntungan wajar, dan tetap bertahan.

Sebagai orang Asia dan Indonesia khususnya, sebagian besar mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok.

Ubi Madu Cilembu, masih tergolong mahal |foto: Indria Salim
Ubi Madu Cilembu, masih tergolong mahal |foto: Indria Salim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun