Sejak bulan Desember 2019 sampai saat ini (Februari 2020), hujan mewarnai hari-hari kita. Hujan deras dan lebat, juga adanya beberapa faktor lain mengakibatkan banjir.
Di kawasan tempat tinggal saya di Karawaci, Tangerang untungnya sejauh ini aman. Namun begitu ada saja sebagian kecil wilayah Karawaci yang airnya sampai melampaui ketinggian jalan umum, maka di situlah terjadi banjir.Â
Sambil mencari jawab rasa kepo tentang keadaan Sunga Cisadane di Tangerang, juga sedikit membutuhkan ide segar, Penulis mengunjungi Sungai Cisadane di sepanjang desa Babakan Setu, wilayah yang lokasinya cukup dekat  dengan Mal Tangerang Kota (TangCity).
Boleh dibilang bahwa kunjungan Penulis ke Sungai Cisadane itu tersebab oleh beberapa alasan.
Berangkat pukul sembilan pagi, Penulis memulai kegiatan dari spot Kampung Bekelir.
Karena tujuan utamanya melihat Sungai Cisadane, maka Penulis tidak mampir blusukan ke bagian dalam Kampung Bekelir. Penulis langsung menyusuri pinggir Sungai Cisadane di wilayah Gerendeng.
Berjalan santai di sepanjang pinggiran sungai, Penulis mengamati adanya beragam tumbuhan dan pepohonan.
Penulis terkesan dengan sepenggal taman yang ditumbuhi dengan pohon-pohon perdu yang kebetulan Penulis tahu dari sana-sini, jenis perdu yang punya khasiat bermacam-macam. Dari yang berguna buat dimasak sebagai sayur (daun pepaya, nangka, belimbing sayur), sampai buah-buahan langka maupun buah-buahan tropis (Talok, Â Sukun, Rambutan, Pisang) maupun yang bermanfaat sebagai obat herbal (daun Mangkokan, daun Beluntas), juga bunga-bungaan (Ceplok Piring, bunga Matahari, bunga Kana).
Setelah beberapa saat, Penulis beristirahat sejenak sambil minum kopi tubruk yang Penulis beli dari penjual kopi keliling bersepeda. Meskipun gelasnya plastik, tidak tampak sampah-sampah di sekitar situ.
Petugas kebersihan sepertinya sangat dirangkul oleh pengelola kawasan, dan ini tampak dari kesungguhan mereka menjalankan tugas menyapu dan sebagainya.
Pengunjung rupanya terbiasa ikut berdisiplin dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kebersihan dan ketertiban, bagi Penulis acapkali membuat rasa haru.
Waktunya untuk makan siang! Penulis memyusuri sepanjang jalan di seberang sungai. Cukup banyak pilihan, dan akhirnya Penulus memutuskan untuk mencoba sebuah tempat makan dengan nama yang menarik, "Atas Awan" berlabelkan warung angkringan.
Memasuki tempat itu, Penulis punya kesan bagus. Atmosfernya nyaman dan hidup. Melihat daftar menunya menarik, dengan tarif terjangkau.
Kasir yang melayani saat itu menanyakan apakah saya ingin duduk di lantai atas. Tanpa berpikir dua kali, saya setuju duduk di lantai atas, dengan harapan akan mendapatkan pemandangan sungai yang asri.
Demikian pengalaman asik dari kunjungan ke Gerendeng, tempat asri dengan bentangan Sungai Cisadane, sungai yang sumber mata airnya berasal dari Gunung Salak dan Gunung Pangrango, meliuk dan membentang sepanjang 126 km.
Oh ya, seperti apa kondisi air sungainya? Silakan klik dan saksikan video di atas, yang berdurasi satu setengah menit saja.
Akhirnya, Â salam Kompasiana!
:: Indria Salim ::
Ref.: wikipedia.com
    satubanten.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H