Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kasus Stunting, Penyakit Langka, dan Regulasi Cegah Stunting

25 Desember 2019   18:24 Diperbarui: 25 Desember 2019   18:32 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami | Foto: Indria Salim

Kasus Stunting, Penyakit Langka, dan Regulasi Cegah Stunting di IndonesiaSekitar 6.000-8.000 jenis penyakit langka telah dikenali dan dihadapi oleh 350 juta orang di dunia. Sebanyak 75% dari pasien dengan penyakit langka adalah anak-anak dan hanya sekitar 5% pasien yang mendapatkan penanganan yang memadai.

Sementara itu kasus stunting masih menjadi isu serius di Indonesia, dan ancaman kenaikan angka kasus stunting bisa semakin bertambah karena sebagian dari anak-anak menderita penyakit langka. Anak dengan penyakit langka ini berpotensi mengalami stunting akibat sulitnya pemenuhan nutrisi pada awal kehidupan, yaitu selama 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Tantangan dalam mendapatkan nutrisi dihadapi setiap hari oleh anak dengan penyakit langka, mulai dari sulitnya ketersediaan hingga mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.

Video Diskusi tentang Penyakit Langka, Klik di Sini.

Dalam memperingati 100 tahun RSCM, Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia bersama dengan RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo dan Human Genetic Research Cluster IMERI FK UI melakukan edukasi bertema anak dengan penyakit langka di Indonesia, nutrisi medis khusus yang dibutuhkan anak dengan penyakit langka, serta dukungan regulasi pemerintah dalam ketersediaan nutrisi medis khusus yang dibutuhkan anak-anak tersebut demi tumbuh kembang mereka secara optimal. Ini menyangkut kelangsungan hidup mereka sehari-hari.

Narasumber Diskusi tentang Penyakit Langka
Hadir sebagai para narasumber dalam acara ini, yaitu Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) -- Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran UI sekaligus Dokter Spesialis Anak Penyakit Metabolik; Peni Utami (Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia); Karina Astari (Orang tua anak dengan penyakit langka, dan Ahli Hukum); dan Tanti (Orang tua anak dengan penyakit langka bernama Sashi).

Penyakit Langka
Peni Utami, Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia mengungkapkan bahwa anak dengan kondisi medis khusus seperti penyakit langka memiliki beban yang sangat besar  baik dari sisi tantangan kesehatannya maupun pemenuhan nutrisi sehari-hari.

Penyakit langka itu bersifat kronis, progresif, mengancam kehidupan penderita, menurunkan kualitas hidup pasien dengan angka kejadian kurang dari 2.000 orang di populasi.

"Untuk itu, kami aktif mendorong bantuan berbagai pihak, salah satunya adalah dorongan implementasi peraturan untuk memudahkan penyediaan dan penanggungan nutrisi medis khusus bagi anak dengan penyakit langka," kata Peni Utami, Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia.

Kendala Penanganan Penyakit Langka di Indonesia

Di Indonesia, penanganan penyakit langka mengalami banyak kendala, dan ini membutuhkan perhatian sangat khusus, dan serius.

Kendala itu antara lain disebabkan oleh keterbatasan jumlah dokter ahli, ketidak-tersediaan alat, juga mahalnya obat-obatan yang sesuai. Baru-baru saja ini, di RSCM sudah dibuka Human Genetic Research Cluster IMERI FK UI. Selama ini di Indonesia belum ada laboratorium yang khusus untuk penyakit langka.

Kisah anak Karina Astari, Praba Dewantara dan Bima


Karina Astari menceritakan pengalamannya yang berat saat bayi pertamanya meninggal pada usia beberapa hari, karena fakta bahwa bayi pertamanya itu ketahuan terkena penyakit langka baru belakangan. Bayi pertamanya itu (Alessandra) tidak menunjukkan tanda kelainan selama dalam kandungan, juga saat proses kelahirannya.

Bayi kedua Karina Astari ternyata juga menderita penyakit langka. Bayi itu tidak bisa, dan akhirnya tidak boleh menerima ASI ibunya sendiri. Penyebabnya, bayi itu tidak memiliki enzim tertentu dalam tubuhnya yang berfungsi untuk menyerap asam amino.
Sejak itu, Sang Bayi harus mendapatkan nutrisi medis lhusus (semacam susu formula, yang juga menjadi obatnya) agar dia bertahan dan bertumbuh dengan normal .

Singkat cerita, Karina harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 20 juta per bulannya hanya lhusus untuk pengadaan nutrisi medis khusus.

Itupun, susu tersebut tidak sederhana pemesanannya dari sisi regulasi bea cukai dan sebagainya.

Dalam hal ini, Prof  Dr. dr. Damayanti menekankan harapan yang urgen terkait peran Pemerintah yang menurutnya wajib mendukung kebutuhan anak dengan penyakit langka. Ini khususnya karena sebenarnya saat ini sudah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit.

Petunjuk teknis mengenai peraturan dan komitmen pemerintah pusat hingga daerah inilah yang kita dorong agar anak dengan penyakit langka dapat terjamin nutrisi sehari-harinya," ungkap Prof.Dr. dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), Guru Besar FKUI dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi Penyakit Metabolik.

Lebih lanjut Prof Damayanti menjelaskan bahwa tidak sedikit anak dengan penyakit langka yang membutuhkan Pangan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang mencakup makanan, baik dalam bentuk cair atau padat, yang diperuntukkan sebagai satu-satunya sumber nutrisi maupun terapi pendukung. Namun angka kejadian yang rendah membuat penanganan penyakit langka tidak mendapatkan perhatian, terutama di negara berkembang.

Di Indonesia, pemenuhan nutrisi anak dengan penyakit langka menjadi dsebuah tantangan tersendiri, karena tingginya biaya PMKK, hingga belum adanya dukungan memadai dari pemerintah, dalam hal ini adalah petunjuk teknis (petunjuk pelaksanaan) agar Peraturan Kemenkes tersebut di atas benar-benar menjadi kebijakan yang terimplementasikan pada praktiknya.

Meminjam istilah yang sampaikan dalam pesan Presiden Joko Widodo kepada jajaran Kabinet Indonesia Baru jilid II -- "bukan hanya sebatas terkirim (sent), namun yang juga penting yaitu kebijakan yang sampai pada sasaran (getting things delivered).

:: Indria Salim ::

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun