KPU menyatakan caleg yang semula angka perolehan suaranya lebih rendah dibandingkan dengan caleg yang tergusur itu, resmi dinyatakan berhak menjadi bagian dari "the law makers" untuk mengikuti sumpah jabatan pada tanggal 1 Oktober 2019 lalu.Â
Nah inilah yang menurut Penulis merupakan awal dari praktik pemilihan anggota legislatif yang tidak benar. Mentang-mentang dunia politik, maka dengan pertimbangan politis sebuah keputusan itu dibuat.
Masih bagus kalau ada keunggulan kualitas yang terukur dari caleg, kini sudah anggota legislatif yang bersangkutan, yang bisa secara transparan diketahui publik. Tanpa menyebut nama, kita tahu siapa itu dan ini, siapa dia dan mereka.
Keunggulan terkait kualifikasi? Betul sudah memenuhi syarat, ybs. berpendidikan SMA (syarat minimal pendidikan seseorang yang nyaleg).
Kualifikasi lain-lain?
Jawaban pasti ada saja, dan tentu versi pragmatis.Â
Kaliber cendekia? Iya cendekia, tapi bukan dia melainkan mungkin orang yang akan menjadi konsultan ahli sebagai konsultan pribadi Sang "Law Maker" tersebut. Gaji seorang anggota DPR dipastikan mengakomodasikan pengeluaran buat menggaji konsultan berkualifikasi 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada Sang Legislator. Inipun kalau rekrutmen itu memberi dampak positif bagi proses pelaksanaan tugas legislatif.
Contoh kasus lain.
Terpaksa menoleh ke belakang, mengingat kasus e-KTP yang melibatkan mantan Ketua DPR (2014-2019) Setyanto Novianto. Sebelum masa jabatannya berakhir, dia harus mengundurkan diri karena kasus catut nama Presiden, yang terkuak dari rekaman Kontrak PT Freeport Indonesia.Â
Kita ingat betapa alotnya persidangan yang menyeret politisi sekaligus sebelumnya anggota DPR nyaris abadi itu (anggota DPR tanpa jeda selama sepuluh tahun, 1999-2015).Â
Apakah dia dulu terpilih karena bebas dari indikasi praktek korupsi? Senyum saja jawab sebagian dari yang tahu, mereka yang pura-pura tidak tahu, atau sedikit tahu.
Mungkin hal seperti itulah yang tampaknta semula ingin dijelaskan oleh Prof.Dr  Emil Salim, yang sayangnya diinterupsi paksa oleh anggota legislatif muda dan menjawara, Arteria Dahlan. Siapa yang rugi?
:: Indria Salim ::