Bapak yang tidak mengenal lelah "melayani orang banyak" maupun keluarga, melupakan kesehatannya sendiri. Kebetulan beliau perokok berat. Di usianya yang masih 44 tahun, beliau pergi untuk selamanya karena pendarahan otak. Satu hal yang masih terbayang sampai kini, perjalanan dari rumah ke makam, dan upacara pemakaman bapak dihadiri oleh pelayat yang mengular. Karena makamnya sedikit di luar kota, pelayat turut ke makam dalam iring-iringan mobil dan motor yang membuat para tetangga tertangkap dengar membicarakan bapak (almarhum) yang tampaknya meninggalkan banyak orang yang kehilangannya.
Sebelum pemberangkatan jenazah, ada beberapa sambutan. Pun beberapa pelayat yang menyalami ibuk, mengatakan kurang lebihnya betapa mereka kehilangan "tempat berkeluh kesah dan mendapat pertolongan." Sepasang bapak sepuh bersama isterinya menyalami ibuk, "Kulo saged mriki amargi sampun saged mlampah, dipijat teratur oleh bapak." (Jw.: "Saya bisa ke sini karena sudah bisa berjalan setelah dipijat oleh bapak"). Memang, bapak tua itu sembuh dari stroke yang membuatnya lumpuh, setelah seminggu sekali mendapat pijatan bapak secara sukarela di rumah "pasien" itu. Mereka itu yang kalau keluarga kami mencari asisten rumah tangga, mereka yang mencarikan.
Suatu hari yang sedang hujan, ayah yang berangkat ke kantor, namun balik ke rumah bersama seorang penjual gulai kambing. Bapak pulang kembali ke rumah untuk (mendadak) mengobati "tukang gulai kambing" ini yang entah mengapa terpeleset di jalan, dan kakinya tersiram gulai kambingnya yang panas langsung dari belanga yang dipikulnya.Â
Tanpa segan-segan dan risih, bapak mengambil "Salvita" (salep minyak ikan buat mengobati luka bakar) di sekujur kaki Tukang gulai kambing. Kita tahu, tersiram air panas perlu tindakan penanganan yang tepat dan segera, karena bila itu tidak dilakukan akan mengakibatkan kulit melepuh hebat. Seminggu kemudian kami kedatangan Tukang gulai kambing itu, untuk mengucapkan terima kasih dan memberi tahukan kabar baik kesembuhannya. Bapak bukan dokter atau perawat, namun kotak obat di rumah lengkap isinya dan "siap dipakai" buat yang membutuhkan. Pernah membaca dan tinggal bersama dokter, bapak punya sedikit keterampilan tentang PPPK (perawatan pertama pada kecelakaan).
Ini sekadar ilustrasi, karena menceritakan kebaikan keluarga sendiri akan menjadi seperti pamer atau berbual tentang jasa diri, dan itu bukan maksud tulisan ini.
 Mencoba meninjau kilas balik kehidupan, saya rasa kami anak-anaknya belum ada yang setara dengan "kualitas" jiwa penolong dan perjuangan yang bapak miliki. Apakah ini karena zaman berbeda? Lingkungan tempat tinggal dan kehidupan yang berbeda? Tuntutan kebutuhan keluarga dan profesi yang berbeda? Atau mungkin ini bukan hal yang bisa diperbandingkan karena ini soal jeruk dan apel?
Pertanyaan-pertanyaan yang lebih cocok menjadi perenungan pribadi. Satu pokok pikiran saya, pahlawan dan kepahlawanan adalah tentang pengorbanan tulus demi menolong, atau memberi solusi positif bagi orang lain tanpa pandang bulu, yang sifatnya lebih universal daripada sekadar memikirkan pemenuhan kebutuhan pribadi, golongan, atau lebih sempit lagi -- keluarga, kerabat, atau bahkan diri sendiri. Â Pahlawan, adalah mereka yang mengalahkan ego pribadi demi tujuan mulia yang penting dan bermanfaat bagi banyak orang. Mereka mungkin ada dalam setiap aspek kehidupan, pahlawan literasi, pahlawan lingkungan hidup, pahlawan bangsa, sebutkan saja pahlawan dari sudut pandang atau versi Anda.Â
Oh! Kalau pahlawan ideal saya saat ini? Menurut saya, dengan cepat bisa saya sebutkan beberapa, dan mereka adalah yang gagah berani turut serta membangun negeri, dan itu mereka lakukan sebagai bagian dari tugas dan misi negara yang mulia dengan tidak menyalahgunakan kekuasaan, dan mereka kebetulan ada di jajaran Kabinet Kerja, antara lain: Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Keuangan Mulyani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, para atlet Asian Games 2018, para atlet Para Asian Games 2018, dan ehem ehem (saya simpan saja satu nama ini). Selamat Hari Pahlawan, 10 November 2018. | Indria Salim |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H