Suatu siang di kantor, saatnya istirahat. Ada yang ke mushola, ada pula yang hanya nongkrong dan kumpul-kumpul di salah satu ruangan teman. Nah, Andri itu teman yang suka bercerita dan seringnya lucu. Siang itu Andri tampak lesu.
"Ngantuk, nDri?"
"Sedikit," jawabnya setengah hati.
"Sampai segitunya puasa. Tinggal beberapa hari kan Lebaran," Wenny nimbrung.
"Sedih, nih. THR yang kemarin seperti numpang lewat aja."
"Kok bisa?"
Aku sama isteri ke Pasar Mayestik. Aku puyeng kalau disuruh ngikutin isteri sampai ke lorong-lorong di dalam pasar. Aku nongkrong aja di orang jualan buah yang di luar, tuh. Lalu isteriku keliling sama anakku. Setengah jam dia balik. Kupikir ini hebat, setengah jam belanja kelar. Ternyata isteri mukanya seperti bengong nggak jelas. Anakku yang laporan kalau dompet Si Mamah dicopet. Kutanya apa dia nggak hati-hati naruh dompetnya."
"Terus?" Si Ane mendesak
Isteriku bilangnya "Padahal aku sudah jagain dompetnya ketat."
Waktu kutanya di mana dia simpan dompetnya, gini katanya, "Aku selipin di ketiak, Pa. Terus pas aku mau bayar, tanganku masih ngerasa mengempit dompet. Ternyata aku mengempit angin! Dompetnya raib."
"Duh kasihan banget, Ndri," Wenny turut prihatin.
Andri cuma menggelengkan kepala dengan lemah.
"Doakan aja mertua kasih angpau, ya?" Andri nyengir getir.
Kami yang ada di ruangan itu tak bisa menahan ketawa, padahal bukan bermaksud menertawai kemalangannya.
*
Setelah tertawa, suasana hening sejenak.
Ane memecahkan kesunyian. Berdehem, lalu bilang kalau dia juga turut prihatin atas hilangnya dompet isterinya Andri.
"Pembantu di rumah, Yu Nem kalian tahu kan -- dia juga barusan terkena musibah. Nggak tahu kapan dia perginya, tahu-tahu dia seperti dari luar. Kupikir dia barusan ke pasar dan belanja cepat buat oleh-oleh pulang kampung. Kutanya dia dari mana, dia seperti cuek. Tampaknya buru-buru banget masuk ke kamarnya. Kupikir apa dia sedang kebelet ke kamar kecil atau gimana, ya udah sementara kubiarin aja dia begitu."
"Apa yang terjadi?" Andri menegakkan duduknya.
"Hmmm ... aku masih baca-baca brosur kue di teras, Yu Nem ngibrit ke luar pagar. Aku bengong karena dia benar-benar seperti ada yang dikejar. Hmm errrr .. nggak nyangka dia itu kena pengaruh hipnotis! Dia masuk kamar itu untuk ambil buku tabungannya. Aku sih sudah kasih dia THR-nya jauh hari biar dia bisa ngatur uangnya untuk apa. Lalu pas dia ngibrit kembali ke luar rumah itu, dia ke bank dan agak jauh dari rumah, kuduga pelaku hipnotis sudah menunggunya. Kena dia. Yang diambil itu malah termasuk gaji bulanan yang dia tabung selama ini, plus THR pula. Aku mendadak ikut lemas dengar ceritanya. Mirisnya, Yu Nem baru sadar setelah pulang dengan tangan kosong. Dia panik masuk ke kamar, lalu menunjukkan padaku kantong kresek berisi batu. Batu doang! Yu Nem bilang, tadi dia bawa batu itu yang adalah titipan orang yang nungguin dia ambil uang di bank."
*
Di ruang itu, semua mulut serasa terkunci. Â
#HatiHatidanSelaluWaspada -- Salam, Indria Salim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H