Sebisa mungkin kita rendah hati, karena apa yang kita anggap remeh atau 'dengan sendirinya adalah milik kita' belum tentu seremeh anggapan atau yang dirasakan oleh orang lain.
Bagi sebagian orang, berkeluarga dan memiliki anak itu "adalah siklus kehidupan otomatis, dengan sendirinya terjadi". Bagi sebagian orang lain, mereka harus bersusah payah mengeluarkan biaya untuk bisa memiliki keturunan. Itu hanya satu contoh.
Hari ini sangat berwarna bagi saya. Seorang sepupu yang relatif masih dalam usia produktif meninggal dunia di kota lain. Satu bulan sebelumnya, kakak kandungnya yang hanya terpaut sekitar 3 tahun juga sudah mendahuluinya. Bulan yang sama (Desember), sepupu saya dari ibu kehilangan isterinya yang meninggal karena kanker. Usianya sekitar 45 tahun, meninggalkan anak-anak yang masih butuh figur ibu.
Hidup memang rapuh. Saya setuju. Itu sebabnya kadang kala saya mengungkapkan hal ini melalui goresan puisi kecil seperti ini (silakan klik)Â
 Bukan bermaksud pesimis, namun saya sekadar mengingatkan diri sendiri bahwa satu helaan napas dan penambahan satu hari setiap harinya adalah karena berkat dan perkenan-Nya. Sehat, selain karena usaha kita, juga adalah anugerah-Nya. Demikian.
Semoga contoh sebagai ilustrasi dalam tulisan ini berterima, karena hal ini tidak dimaksudkan untuk menyinggung siapa pun. Anggap saja ini adalah refleksi diri Penulis yang mudah-mudahan relevan buat pembaca sekalian. :: @IndriaSalim ::
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H