Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya dan Resolusi 2018

6 Januari 2018   17:25 Diperbarui: 6 Januari 2018   23:18 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perencanaan itu penting, pun penentuan tujuan. Jangan lupa pelaksanaannya! Dalam hal ini, saya menulis terkait dengan topik Kompasiana, Resolusi 2018, yang rasa-rasanya merupakan hal yang subyektif.

Sayangnya, saya tidak benar-benar punya resolusi kalau itu merupakan sesuatu yang tertampilkan dalam hitam di atas putih. Terlebih bila itu menjadi semacam panduan kaku dan pada akhirnya menjadi semacam album foto dokumenter yang akhirnya berdebu dalam timbunan persoalan keseharian yang arahnya tidak berketentuan.

Namun, saya bukan orang yang murni menyukai kejutan. Khususnya kejutan yang bikin jantung nyaris copot karena hal yang sungguh tidak mengenakkan mendadak harus kita hadapi. Tentu, kita perlu belajar menerima yang tidak terduga -- "expect the unexpected", dan ini memberi ruang agar kita terlatih menerima kenyataan alih-alih terus menengok ke belakang. 

Lulus mengikuti Danone Blogger Academy 2017, bagian resolusi tak terucapkan |Danone Indonesia
Lulus mengikuti Danone Blogger Academy 2017, bagian resolusi tak terucapkan |Danone Indonesia
Pengamatan dan pengalaman saya sebagai warga biasa, tampaknya banyak teman yang pada suatu periode sepanjang tahun akhirnya tertawa-tawa dan mengatakan, "Resolusi adalah daftar abadi karena memuat butir-butir keinginan yang ingin dicapai, ingin dilakukan, dan setidaknya hanya 30%-50% yang terlaksana.


Contohnya, resolusi untuk menerapkan pola hidup sehat. Di situ teman saya mengatakan bahwa awalnya dia semangat sekali memulainya, bangun pagi, olah raga atau senam peregangan, minum air putih sebelum melakukan lainnya, berdoa pagi atau bermeditasi, menyiapkan sarapan pagi atau sarapan yang dibawa bekal ke tempat kerja. Mengurangi jajan, dan sebaliknya berusaha makan dari masakan di rumah. 

Banyak konsumsi menu berserat, tidak membawa pekerjaan kantor ke rumah, tidak menunda tugas melainkan mengerjakannya sesuai urutan prioritas, dan sebagainya.

Belum sampai pertengahan tahun, teman saya itu mengatakan, "Aku mulai jenuh. Biarin deh, kembali melakukan kebiasaan yang membuatku nyaman dan menjadi diri sendiri."
Lho? Gimana sih resolusi dan proses perjalanan mencapainya selama ini?

Yang menyatakan dengan gempita mau usaha lebih keras untuk mengurangi berat badan, ternyata sudah mulai tambah berat badan belum sampai janji resolusi dijalani satu kuartal. Itu baru bulan Februari!

Menurut 'dugaan saya', kebanyakan orang menganggap 'resolusi' semata-mata sebagai daftar keinginan atau kesenangan yang mereka inginkan akan menjadi kenyataan. 

Dan itu kebanyakan sebatas te.o.ri! Mengapa? Karena mereka tidak sungguh-sungguh dalam menyatakan resolusinya, dan ini tercermin dalam keseharian yang membuktikan bahwa mereka tidak memulai apapun yang merujuk pada perubahan, atau penyelesaian atas apa yang ingin mereka pergumulkan dalam diri.

Ah, jangan-jangan ini termasuk saya sendiri ya hahaa.

Dari berbagai bacaan lama, pesan yang nyangkut  di benak yaitu tentang cara untuk mengatasi kegagalan resolusi, bila itu disebut sebagai kegagalan. Lha bikin-bikin sendiri, janji kepada diri sendiri, sendirinya pula yang melanggar dan melupakannya. Manusiawi?

Ok-lah kalau begitu. Mengingat-ingat saran para bijak, rupanya kita perlu tujuan yang cukup spesifik, tidak terlalu wah atau muluk-muluk, namun sedemikian rupa hingga itu bukan seperti keinginan seseorang yang ingin menukarkan lokasi planet Mars ke Bumi dan sebaliknya, halah! 

Kita renungkan juga alasan dan motivasi kita lebih dulu, lalu kita pikirkan bagaimana kira-kira cara melakukannya, cara mencapai tujuan, alatnya, strateginya, sumber pendukungnya, kemungkinan faktor penghambat dan solusinya. Dengan malu-malu saya akui bahwa berbicara (baca: menulis) atau memberi saran lebih mudah daripada melakukan tindakan nyata.

Resolusi? Usahakan selalu fokus (Dokumentasi Pribadi)
Resolusi? Usahakan selalu fokus (Dokumentasi Pribadi)
Panjang lebar bicara resolusi secara umum, lantas apa resolusi saya di tahun 2018? Waduh, malu-malu saya ungkapkan intinya saja. Saya ingin melakukan sesuatu lebih baik dengan usaha terbaik, mendapatkan dan mengalami hal yang lebih baik dari tahun yang lalu. Ya, tahun lalu itu kalau dihitung dari sekarang ya enam hari. Saran di atas kan memikirkan yang paling mudah dicapai dulu.

Ok, inilah kira-kira garis besarnya.

1) Saya ingin lebih sehat.

2) Saya akan berolah raga lebih teratur, tidur lebih disiplin (tidak begadang dan ngutang tidur), tidak makan dan minum sembarangan, lebih banyak minum air putih daripada menggantinya dengan kopi, dan meluangkan waktu gimana caranya bisa jalan-jalan. Ahai!.

3) Saya ingin menulis lebih produktif, dimulai dari sekarang. Mohon aminkan ya haha.

4) Saya ingin menulis lebih berkualitas, menarik, dan berguna bagi pembaca pada umumnya.

5) Saya akan mengulang-ulang dan mengingatkan diri sendiri soal nomor 1 sampai 4 di atas, dan ini akan berjalan bila saya mengandalkan kekuatan dari Tuhan Sang Pemberi Kehidupan.

Masih ada beberapa keinginan dan tujuan lain, tapi lima sudah cukup buat pembaca ketahui. Panca Renjana! Haaha istilah ini mendadak muncul detik ini. 

Bagaimana dengan pembaca sekalian? Yuk kita tantang diri sendiri, berkompetisi dengan 'diri sendiri yang dulu'. Salah satu kata kunci buat kita -- fokus, fokus, fokus. Semoga. :: @IndriaSalim ::

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun