Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

MKD K(B)ebal Terhadap Skandal: Sidang MKD

4 Desember 2015   13:43 Diperbarui: 6 Desember 2015   19:25 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sidang MKD (3/XII/2015) | Dok.: Indria Salim"][/caption]

Melihat sidang MKD kemarin (3/XII), rata-rata para Yang Mulia penampilannya kinclong. Sementara wajah satu-satunya orang yang duduk di kursi saksi sungguh lelah dan kusut.

Ya, pekerjaan para Yang Mulia menuntut mereka harus tampil kinclong, lalat pun tak bisa menclok di jidat mereka yang halus, licin, halus segar seperti tomat Perancis. Mungkin mereka melakukan beberapa macam jenis perawatan teratur setiap seminggu sekali – dari totok wajah,  spa, creambath, pijat refleksi dan lain-lain untuk menjaga kesehatan, kebugaran, dan aura kewibawaan yang diperlukan.

Para Yang Mulia punya postur 11-12, rata-rata 'gagah dan gempal', menunjukkan energi prima yang terbentuk dari rasa bahagia konstan dalam melakukan tugas mereka. Saya sengaja memakai tanda kutip untuk mendeskripsikan postur mereka, karena sesungguhnya sama sekali tidak ada yang salah dengan postur tubuh 'idaman' itu. Dengan jubah kebesaran yang wajib dikenakan saat bertugas resmi, mereka Yang Mulia itu sungguh berwibawa dan mengesankan bagi rakyat seperti saya.

Tak satu pun guratan halus kerisauan terlihat di wajah mereka. Mereka sangat mencintai pekerjaan mulia itu, menggelar sidang demi menegakkan kehormatan DPR. Saya menyaksikan sidang itu sampai larut malam, sungguh Para Yang Mulia ini 'bekerja sangat keras dan serius', namun dengan senyum tersungging penuh arti, malah membuat mereka semakin wow keren.

[caption caption="Anggota MKD | DOk.: Indria Salim"]

[/caption]

Mereka berhimpun dalam visi membawa pada penguatan dan sayangnya juga secara halus melancarkan pengelabuhan kolegial atas ketidakmuliaan sang Ketua yang pada hari itu dikabarkan tidak hadir dalam acara resmi maupun di gedung lembaga bergengsi Senayan.

[caption caption="Hakim yang diingatkan pimpinan sidang agar tidak mengajukan pertanyaan yang sama beberapa kali, karena saksi sudah menjawab. | Dok.: Indria Salim"]

[/caption]

Kok ada penjabaran fisik? Karena memahami jajaran anggota sidang Yang Mulia ini sedikit banyak relevan dengan penampilan intelektual mereka: menyilaukan, menggelegar, membuat banyak orang terpesona, terpana dengan sikap bombastis dan akrobat yang menampar akal dan penalaran sehat. Tidak perlu dipertanyakan lagi soal integritas mereka, yang tentunya teguh menjujung tinggi nilai-nilai moral dan etika profesi sebagai abdi sekaligus simbol entitas yang mewakili supremasi kedaulatan seluruh rakyat Indonesia.

[caption caption="Presiden Direktur Freeport -- Maroef Sjamsoeddin | Dok.: Indria Salim"]

[/caption]

Sudah jelas, Maroef Sjamsoeddin mengungkapkan bahwa dia melapor ke James Robert Moffett alias Jim Bob yang datang ke Indonesia tidak lama setelah pertemuan terakhir Presdir Freeport itu dengan Ketua DPR-RI SN dan M Riza Chalid (MR).

“Saya memutuskan untuk melaporkan begitu Jim Bob datang, karena saya khawatir jangan-jangan di belakang nanti saya dipelintir bahwa sudah bertemu Presdir Freeport dan dianggap memberi sinyal untuk dapatkan PLTA maupun saham,“ MS menegaskan.

Maroef melapor bahwa SN dan rekannya bernama MR menyampaikan maksudnya untuk bisa mendapatkan saham sekitar 20% dan juga meminta PLTA proyek. Jim Bob menyampaikan, `kalau kamu mau masukkan saya ke penjara, kamu lakukan itu'.

Sebuah jawaban yang sangat pendek dan lugas!

Freeport McMoran selaku pemilik saham mayoritas PT Freeport Indonesia terikat peraturan perundangan yang berlaku di Amerika Serikat (US). Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) melarang penyuapan kepada pejabat asing, kandidat, dan partai di negara tempat tujuan investasi. Ini termasuk larangan melakukan pembayaran kepada penerima lain jika itu bagian dari suap kepada pejabat asing. Kalau kita berkesempatan menelusuri lebih jauh, kita akan tahu kerasnya sanksi yang dijatuhkan jika ada perusahaan US yang berani melanggar FCPA, dan dalam hal ini memang sudah banyak contoh pihak yang kena denda berat.

Mahkamah dengan Strategi  "shifting the burden", "twisting the position". Bah!

Ada beberapa ‘adegan’ yang terbaca sebagai cara pengalihan beban kesalahan dan pemutar balikan fakta oleh MKD. Anggota MKD berkali-kali mempersoalkan legalitas rekaman tersebut, tampaknya para Yang Mulia tidak dengan saksama membaca dan menginterpretasikan undang-undang.

Menurut ahli hukum pidana bernama Chairul Huda, orang yang merekam pembicaraan Ketua DPR SN dengan pengusaha minyak MR dan Presiden Direktur PT Freeport MS tidak dapat dikenai sanksi pidana. Menurut Chairul, sanksi pidana dapat dikenakan apabila rekaman tersebut adalah penyadapan yang dilakukan menggunakan sarana komunikasi.

Apapun dan bagaimana pun, gelagat MKD bisa dibaca arahnya ---sikap yang menyiratkan pesan "pokoknya" SN harus diselamatkan. Maka tidak mengherankan kalau mereka menjadi wagu bercampur lucu, ketika memaksakan berbagai argumen untuk meyakinkan bahwa rekaman itu ilegal.  Ini dinyatakan oleh salah satu hakim --- Zainut Tauhid yang menilai bahwa rekaman pertemuan SN-MS-MR ilegal. Rujukann hakim tersebut adalah pasal 26 dan pasal 31 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Selain itu, ada satu hakim MKD yang pada malam kemarin (3/XII) beberapa kali menajamkan pertanyaan kepada MS, bahwa pertemuan ke-tiga antara MS, SN, dan MR itu adalah “pertemuan biasa yang dijelaskannya sendiri sebagai semacam pertemuan ketawa-ketiwi”. 

[caption caption="Anggota MKD sedang mengkonfirmasikan bahwa pertemuan ke-tiga antara MS-MR-SN adalah pertemuan "biasa" | Dok.: Indria Salim"]

[/caption]

Sebagai pemirsa, penulis menyimak betul jawaban MS yang menegaskan bahwa pertemuan biasa itu artinya bukan pertemuan formal. Namun apakah itu berarti bukan pertemuan serius? Nah, inilah makna yang tampaknya ingin disampaikan oleh MS. Hal yang seolah sengaja diabaikan oleh Ketua MKD, analogis dengan hal lain yang diabaikannya – sebuah makna dari “Papa minta saham”.

Salah seorang anggota MKD ada yang agak berbeda, dan bahkan memprotes sidang. Itu menurut penulis. Ini dalam kaitannya dengan sidang yang seharusnya untuk menegakkan kehormatan DPR. Hakim ini mengusulkan agar sidang tidak hanya melihat rekaman secara harafiah dan itu dianggapnya tidak menyentuh substransi dan “makna” peristiwa yang diadukan. Dia menghubungkan subyek pengaduan dengan penjelasan yang disampaikan oleh MS, mekipun yang disampaikan oleh MS ridak ternyatakan persis bunyinya secara harafiah dalam rekaman. Menurutnya, sidang saat itu lebih mengutamakan kebenaran ‘kalimat dan kata harafiah, alih-alih mendalaminya dari perspektif makna substantif’. Salut saya untuk hakim yang satu ini.

[caption caption="Hakim yang mengusulkan agar sidang tidak menyederhanakan pendekatan 'penyelidikannya', dan sebaliknya agar lebih fokus pada 'pemaknaan'. | Dok. Indria Salim"]

[/caption]

Hakim itu kurang lebihnya mengatakan, “Kalau didengar dari rekamannya, frase “minta saham” ya memang tidak ada yang berbunyi persis begitu. Tapi sidang seharusnya tidak menyelidiki hal ini dangan cara simplifikasi.”

Kalau mau jujur, mungkin para Yang Mulia tahu bahwa yang mereka gelar itu adalah sebuah sidang yang sebenarnya subjek dan objek hukumnya sudah amat jelas --- saksi MS mengakui dia yang merekam, pun juga SS yang mengkonfirmasikan pelaporannya (baca: sebagai “pengadu”, dan NS yang mengakui suara dalam rekaman yang dijadikan bahasan sidang.

Fakta yang pemirsa saksikan pada sidang itu, bahwa sebagian – sekali lagi, sebagian hakim seakan berpihak dan melindungi SN. Ini menimbulkan kejadian tidak lucu, tapi wagu. Ada hakim yang meminta penjelasan saksi MS tentang satu pernyataan yang diucapkan oleh SN. SN dengan serius mencermati pertanyaan dan mengingat frase yang ditanyakan oleh sang hakim. Lalu jawabnya, “Saya tidak tahu dan kurang jelas, mohon hal itu ditanyakan kepada Pak SN langsung.”
Lha, yang ngomong SN kok yang disuruh menjelaskan bukan pemilik ucapan itu sendiri tetapi MS.

Sportivitas dan Kejujuran

SN mangkir dari sebuah acara resmi yang dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), MR belum menunjukkan batang hidungnya di persidangan MKD (3/XII), namun sebaliknya Presiden Jokowi serta merta mengIzinkan MenKoPolHuKam Luhut Binsar Panjaitan (LP) diperiksa MKD dalam upaya membuat permasalahan menjadi jelas dan terbuka bagi semua pihak. Hal ini terkait dengan adanya penyebutan berkali-kali nama LP dalam rekaman tentang SN. Sementara itu, hingga kini Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyelidiki rekaman pembicaraan dari telepon genggam MS. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk verifikasi kebenaran rekaman.

[caption caption="Ketua MKD yang memberi 'kata akhir' jelang ketok palu, dan mengatakan bahwa semua yang perlu diketahui sudah ditanyakan oleh para anggota hakim. |Dok.: Indria Salim"]

[/caption]

Namanya MKD (K = kehormatan). Hakimnya disebut Yang Mulia. Lembaganya adalah lembaga tinggi negara, mewakili pemegang supremasi kedaulatan rakyat. Tapi memanggil seorang pengusaha (yang dari sidang sekarang terindikasi sebagai insiator pertemuan yang dipermasalahkan sekarang) saja tidak becus. Atau, panggilan oleh MKD tidak digubris oleh si pengusaha yang kebetulan kolega Sang Ketua SN).

Ada kerancuan di sini. Yang menjadi subyek penyelidikan adalah ketua lembaga tinggi itu sendiri. Lantas lembaganya (baca: MKD) memanggil pengadu (SS) dan saksi (SS dan MR). Saksi yang hadir baru MS. Kenapa MR tidak datang? Kok MR tampak lebih berkuasa daripada lembaga tinggi negara, ya? Dalam kesaksiannya, MS mengatakan bahwa pertemuan "biasa" (versi hakim MKD) -- dan "biasa" (versi MS artinya tidak formal) itu diprakarsai justru oleh MR. Dari sinilah hakim menyempitkan pertanyaannya sedemikan rupa hingga MS menjawab kira-kira begini 'Kalau tidak ada SN, saya tidak menanggapi undangan itu'. Nah, sebagai pemirsa, penulis bertanya-tanya --- maksud hakim ini apa ya?

Oh, itu karena DPR kan mewakili rakyat. Sedangkan MR adalah rakyat. Nah nyambung, kan? 

[caption caption="Pimpinan Sidang MKD (3/XII) Junimart Girsang | Dok.: Indria Salim"]

[/caption]

Mengakhiri catatan ini, penulis membaca komentar seorang teman sesama pemirsa sidang kemarin, “Saya suka liat jam dan cincin para Yang Mulia, keren-keren banget! Sebaliknya saksinya simpel saja, tapi auranya beda jauh.” Wuidih, sampai segitunya teman saya memerhatikan dan mengaitkan soal sidang dengan aura.

Salam Kompas(man)iana | Indria Salim 151204

Tulisan sebelumnya:

Makhluk Kekasih Durjana  

Limbuk Menangisi Republik Indonesiana

 

Referensi:

www.kompas.com

www.cnnindonesia.com

www.detik.com

www.metrotvnews.com

www.mediaindonesia.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun