Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

[Resensi Buku] 25 Kompasianer Merawat Indonesia -- Gagasan Berharga Wanita Peduli Bangsa

26 Mei 2014   13:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:06 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak cara mengungkapkan kepedulian sekelompok orang kepada bangsa, dan itu tertuang dalam satu buku antologi  berjudul "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" yang ditulis oleh para Kompasianer wanita yang berbagi gagasan, perenungan, tips dan saran seputar pendidikan, melestarikan dan menanamkan budaya, adat istiadat Indonesia kepada generasi penerus, dan opini tentang cara menyikapi dan menghandel anak di tengah-tengan pengaruh era internet. Secara keseluruhan, buku antologi ini menyajikan topik-topik yang aktual dan relevan pada zamannya.

Buku "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" --- yang diterbitkan untuk menyongsong menjelang hari Kartini (21 April), dihadiahkan kepada saya oleh editornya, Thamrin Sonata yang baik hati dan tidak sombong. Saya sangat beruntung dan berterima kasih tiada tara.

Buku setebal 154 halaman ini baru sempat saya baca sebulan sesudah hari Kartini. Saya menikmati membaca buku ini dan menyelesaikannya dengan cepat, karena isinya ringan dan gaya bahasanya mengalir. Setiap tulisan langsung diikuti oleh profil penulisnya. Buku Antologi "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" ini menyajikan perpaduan yang serasi dari satu tema "Merawat Indonesia", dengan keunikan gaya tulisan masing-masing Kompasianer yang menulisnya. Ada gaya yang serius, kontemplatif, ringan dan gaul, puitis, dan ada pula yang bergaya fiksi cerpen. Lengkap sudah.


Dari daftar isinya, kesan saya susunan ke25 artikelnya dipresentasikan secara acak, dengan halaman pertama memuat daftar nama penulis, alih-alih judul artikel. Ini unik menurut saya. Yang biasa saya jumpai dalam daftar isi sebuah buku antologi, kalaupun bukan judul yang pertama kali terlihat, setidaknya judul dan penulis yang menjadi rujukan buat pembacanya. Jangan-jangan saya sendiri yang kurang banyak pengalaman melihat berbagai macam tampilan buku ya. Yang juga penting kita ketahui, seperti yang ditulis oleh Editor Thamrin Sonata dalam Pengantarnya, Buku Antologi ini ditulis oleh Kompasianer dengan latar belakang yang beragam: profesional, pendidik, penggiat lingkungan, penulis, dan juga ibu rumah tangga. Itu artinya, keragaman latar belakang penulisnya sungguh memperkaya dan menyajikan perspektif yang lebih berwarna, dengan tanpa meninggalkan fokus utama dari tema "merawat Indonesia".

Kedua-puluh lima tulisan itu menurut saya bisa dibagi dalam lima sub-tema besar, yaitu:


(1)   Tentang Pendidikan dan Sistem Pendidikan - ini terbaca dari tulisan Bu Anni dalam Cermin Bangsa Yang Sakit: Anak Memperkosa Temannya; Elly Yuliana dalam Tak Ada Ranking Murid TK di Belanda; Find Leilla dalam Bunda, Tidak Ada Tangan Yang Bagus atau Tidak Bagus, Ya; Kemudian, tulisan Lis S dalam Antri? Emangnya Gue Pikirin tulisan Lis S; Kedisiplinan oleh Maria Margaretha; dan Merawat Pemberian Tuhan tulisan Theeadomo.

(2)   Peran dan Makna Seorang Ibu Bagi Anak dalam Kehidupan, seperti pada tulisan Aridha Prassetya --- Perempuan Jangan Hanya Belajar Menjadi Ibu; Arek Tembalangan dalam Aku Belajar dari Mama; Sekali Masinis Tetap Masinis oleh Cay Cay; Sudah Cukup Bijaksanakah Aku Sebagai Seorang Ibu? oleh Dewi Sumardi; Perempuan Pemilik Rahim Peradaban (Ketika Engkau Hanya Seorang IRT) oleh Isti; Anak-Anak Hebatkan Diri, Kau Cermin Ibmu tulisan Josephine Winda; Ada Ibu di Belakang Sukses Anak (Sebuah Renungan) oleh Rita Kunrat; dan Mempersiapkan Anak-Anak Agar Berguna Bagi Nusa dan Bangsa tulisan Roselina Tjiptadinata.

(3)   Menjaga dan Menanamkan Budaya, Adat Istiadat serta Nilai keIndonesia-an melalui Pendidikan, dalam tulisan Obat Tradisional Untuk Ambien, Batuk dan Demam oleh Dee Rumah Kayu; Jadi Anak Jerman Rasa Indonesia oleh Gaganawati; Sudahkan Kaum Ibu Merawat Aset Dunia dan Akhiratnya dengan Tepat? oleh Sri Sugiastuti; Perempuan, Tangan dan Pikirannya yang ditulis oleh Tytiek Widyantari, dan Lain Padang Lain Belalang oleh Vely Zega.

(4)   Perempuan dan Aktivitasnya, dalam Meretas Jembatan Indonesia-Aussie Melalui Diplomat Citizen tulisan Edrida Pulungan; Impian Kecil di Perumahan Mungil oleh Mutiaraku; Daur Ulang Pakaian Masih Layak Pakai oleh Ngesti Setyo Moerni; dan Merawat Pertiwi Dari Luar Indonesia oleh Parastuti.

(5) Ikhwal Pendidikan Anak di di Era Internet, yang bisa ditemukan dari tulisan Puri Areta dalam Bijak Menggunakan Internet, dan Rokhmah Nurhayati S dalam Peran Ibu di Era Digital: Suatu Pengalaman Pribadi.

Sebagai peresensi, saya tidak melihat masing-masing individu pengarangnya, baik sebagai Kompasianer yang saya kenal atau pun tidak. Saya ingin menikmati dan memahami tulisan itu secara mengalir apa adanya, dan tanpa pretensi.

Ada beberapa judul yang lebih menarik dari sebagian lainnya, ada yang membuat saya tersentuh oleh ungkapan kuat narasinya, dan ada pula yang memberi inspirasi menarik seputar pendidikan dan peran wanita sebagai pribadi yang pernah menjadi "seorang anak"dan kemudian beralih sebagai seorang ibu.

Ada juga beberapa tulisan yang membuat saya terkesan akan ide kreatif penulisnya --- dalam menyuguhkan gagasan praktis yang bisa diterapkan dalam keseharian (hal. 23, 51, 72, 87, 94, dan masih beberapa lagi).

Saya khususnya terkesan dengan tulisan yang menyarankan perlunya orang tua (baca: Ibu) untuk mengikuti perkembangan pendidikan anak-anak di era digital dan internet (hal. 106 dan 119). Suka atau tidak, siap atau tidak, dampak era internet terkait pendidikan dan perkembangan jiwa anak perlu dicermati, diantisipasi dan dihadapi serta dihandel dengan bijaksana dan cerdas, dan penerapannya dimulai sejak dari lingkungan keluarga.

"Ada orang tua yang tidak bisa internet ternyata justru bangga apabila anaknya meminta uang untuk bermain game online di warnet. Orang tua yang tidak paham dampak dari bahaya internet pada anak ini justru bangga saat ditanya anaknya ada di mana." (Puri Areta)


Pengamatan Puri Areta ini tentu tidak mengada-ada. Meskipun begitu, ditulis juga bahwa "Sesungguhnya, pemakaian internet secara bijak akan mendatangkan lebih banyak manfaat positifnya daripada negatifnya."

Hal ini sejalan dengan yang ditulis oleh Rokhmah Nurhayati S, "Sekarang setelah saya memperoleh begitu banyak manfaat dari penggunaan internet, apakah saya mau menafikan manfaat yang telah diperolehnya (baca: oleh anak saya)? Rasanya tidak akan mungkin saya lakukan. Malah saya akan membuka peluang seluas-luasnya buat anak saya agar Amri bisa menggali manfaat yang lebih banyak lagi dengan keberadaan internet ini."


Satu-satunya tulisan yang menyentuh kebutuhan anak-anak yang tidak dilahirkan sesempurna anak-anak pada umumnya, bisa dibaca dalam tulisan di halaman 141, yaitu tentang anak-anak yang kemandiriannya hanya bisa diupayakan khususnya melalui Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini jelas membesarkan hati para orang tua yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus.

Theeadomo menulis, "Kami meyakinkan pada Nenek Sinta dan Santi, bahwa Sinta dan Santi akan tumbuh dan berkembang bersama dengan kami serta dapat mencukupi kehidupannya sesuai dengan kemampuannya, karena kami senaniasa mempersiapkan peserta didik kami untuk mampu berjuang di dunia luar."


Sebenarnya banyak hal menyentuh terungkap dari beberapa judul tulisan di buku ini, namun karena keterbatasan ruang, saya akan menampilkan dua contoh saja diantaranya, yang ada di hal. 133:

"Sebagai seorang wanita, saya bersyukur, sudah dapat menunaikan tugas saya sebagai seorang ibu. Tidak hanya mengajar mereka dengan ilmu, tetapi mendidik mereka agar menjadi orang berguna untuk sesama. Tidak mudah memang, karena saya harus tegar menolak ajakan teman-teman untuk aktif di berbagai organisasi. Tetapi bagi saya, tugas saya sebagai wanita adalah menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang baik --- yang adalah di atas segala-galanya." (Roselina Tjiptadinata).


Melihat bagaimana seorang Ibu mendedikasikan hidupnya seperti kutipan di atas, tentu peristiwa monumental dan pengalaman mendalam yang dihayati oleh Kompasianer Aridha Prassetya yang terlukiskan dalam paragraph ini akan terasa mak jleb dan relevan sekali:

"Kuingat prosesi kejadian bunda yang begitu kukasihi. Aku ingat betul kejadiannya. Semalaman aku memeluk, 'ngeloni' seonggok tubuh yang sedang terbujur dalam dingin sakhratul maut."


Sebenarnya saya sudah membuat ringkasan dari setiap tulisan di buku ini. Mempertimbangkan kalau ringkasan itu saya bagikan di sini, bisa jadi ekspektasi kejutan tentang antologi ini akan berkurang. Maka, saya ingin merekomendasikan buku bersampul putih nan cantik ini, sebagai bacaan ringan, menarik, dan sekaligus inspiratif.

Tak lupa saya sampaikan apresiasi dan ucapan selamat kepada Editor maupun ke25 penulis buku ini.

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Sampul buku nan cantik (foto: Thamrin Sonata)"][/caption]

[Resensi Buku]

Judul: 25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia - Sebuah Anthologi

Penulis: 25 Kompasianer (seperti disebutkan pada uraian di atas)

Editor: Thamrin Sonata

Penerbit: Peniti Media (2014)

Isi: 154 Halaman

Salam Kompasiana.

@IndriaSalim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun