Dapat WA dari Hanif Dakhiri, setelah banyak yang protes. Seperti biasa, pejabat kebanyakan ngeleus :)
Â
Â
JHT (jaminan hari tua) itu fungsinya adl perlindungan unt pekerja saat mrk tdk lagi produktif, baik krn cacat tetap, meninggal dunia maupun memasuki usia tua. Dana JHT itu (scr konsep kebijakan) nanti diterimakan kpd para peserta scr gelondongan pd saat mrk tdk lg produktif itu. Shg masa tua peserta terlindungi dg skema perlindungan JHT itu.Â
Â
Dalam ketentuan UU 40/2004 ttg SJSN (Pasal 37 ayat 3) ditegaskan bahwa pembayaran manfaat JHT dpt diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 th. Pengaturan lebih lanjut tertuang dlm PP JHT yang baru hanya menjabarkan kata "sebagian" yaitu dana bisa diambil 30 persen untuk uang perumahan dan 10 persen untuk lainnya. Selebihnya bisa diambil pd saat peserta tdk lagi produktif sbgmana penjelasan di atas. PP JHT tentu saja tdk mungkin menabrak UU SJSN itu.Â
Â
Jika pekerja di-PHK maka dpt pesangon, dan apabila ybs dapat bekerja kembali maka kepesertaan JHT dapat berlanjut. Jika pekerja meninggal sebelum usia 55 thn maka ahli waris berhak atas manfaat JHT. Itu ketentuan UU SJSN.
Â
Bagaimana aturan sebelumnya? Aturan sebelumnya tertuang dlm UU 3/1992 ttg jamsostek yg lebih lanjut di jabarkan dalam PP 1/2009 bahwa manfaat JHT dapat dicairkan setelah usia mencapai 55 thn atau meninggal dunia atau pekerja di-PHK dg ketentuan masa kepesertaannya 5 thn dan waktu tunggu 1 bln. Jadi kalau ada peserta yg sdh mengiur 5 tahun dan ybs di-PHK, maka ybs bisa mencairkan dana JHT itu setelah ada masa tunggu satu bulan.
Â
Contoh: jika pekerja di PHK masa kerja baru 3 thn maka pencairanya menunggu sampai 5 thn. Jika pekerja tsb mendapat pekerjaan lagi maka kepesertaanya berlanjut meskipun di perusahaan lain.
Â
Pertanyaannya knp aturan baru berbeda? Jawaban pertama, tentu krn itu mandat UU SJSN yg menegaskan klaim JHT stlh kepesertaan 10 tahun. Kedua, dlm UU SJSN tidak ada excuse kalau terjadi PHK, yg berbeda dg UU Jamsostek. Ketiga, krn scr substansi UU SJSN dan PP JHT yg baru sebagai turunannya mengembalikan spirit JHT sebagai skema perlindungan hari tua pada saat pekerja tdk lagi produktif.Â
Â
Kalau peserta di-PHK lalu dana JHT bisa dicairkan semua (sebelum memenuhi syarat pencairan) hal itu selain bertentangan dg UU SJSN, jg keluar dr spirit perlindungan masa tua. Kalau masalahnya PHK kan sudah ada skema pesangon sbg instrumen perlindungan. JHT selama ini dikesankan seolah2 spt tabungan biasa. Itu yg dipahami peserta selama berlakunya Jamsostek dulu. Begitu dikembalikan ke dlm spirit perlindungan hari tua sbgmana dlm UU SJSN, maka timbullah kerisauan, walaupun dana JHT tdk akan hilang.Â
Â
Sesungguhnya skema jamsos dg 4 program (JKK, JKM, JHT dan JP) itu mengcover seluruh resiko para pekerja. Saat kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pensiun ada coveragenya semua. Masing2 ada fungsi dasar dan mekanisme tersendiri, sesuai peruntukannya. Bahkan dalam regulasi yang baru ada peningkatan manfaat bagi peserta yg lebih baik dr semua program jamsos yang ada selama ini. Ini sebenarnya terobosan baru dr pemerintah saat ini yg sangat berpihak pd peningkatan perlindungan sosial dan kesejahteraan pekerja.
Â
Itu kira-kira penjelasan soal JHT yg sdg ramai di media. Pemerintah tetap terbuka dan mendengarkan aspirasi publik terkait hal ini krn mungkin memang perlu sosialisasi lebih lanjut atau semacam diperlukannya masa transisi dr regulasi lama ke regulasi baru. Pemerintah juga membuka kemungkinan bagi adanya solusi2 tertentu sebagai bentuk respon thd realitas yang berkembang di masy. Tentunya soal ini akan dikaji dan dikoordinasikan lbh lanjut dg BPJS ketenagakerjaan serta instansi-instansi terkait.
Â
Penting digarisbawahi bahwa dlm hal ini pemerintah melakukan pengaturan pelaksanaan mengenai jamsos dg tdk keluar dari substansi UU SJSN dan spirit untuk mengembalikan program JHT sbg program perlindungan masa tua. Dan penting digarisbawahi juga bahwa secara keseluruhan skema perlindungan sosial bagi tenaga kerja kita saat ini jauh lbh baik manfaatnya dibanding sebelumnya. Terima kasih (M Hanif Dakhiri)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H