Di bawah kepemimpinan Keumalahayati, Angkatan Laut Kerajaan Aceh terbilang cukup besar dengan armada yang terdiri atas ratusan kapal perang. Bahkan reputasi gemilang dari Laksamana Malahayati sebagai Penjaga Pintu Gerbang Kesultanan Aceh membuat Armada Inggris yang baru datang belakangan memilih diplomasi baik-baik dibandingkan harus saling mengadu kekuatan armada militer.
Ratu Elizabeth I dikenal Sultan Aceh sebagai Ratu yang besar kekuasaannya di Eropa, yakni seorang wanita berkuasa di negeri asing nan jauh.Â
Oleh karena itu sang Sultan merasa seorang wanita pula-lah yang patut menjadi panglima dan protokolnya. James Lancaster pun harus menyerahkan sepucuk surat dari Ratu Elizabeth I kepada Laksamana Malahayati dahulu untuk nantinya diteruskan kepada Sultan Aceh.Â
Dengan surat dari Sultan Aceh yang ketika itu kekuasaannya bahkan meliputi Kedah dan Perak membuat James Lancaster dapat meneruskan pelayarannya menyeberangi Selat Malaka hingga sampai ke Pulau Jawa dan membuka pos dagang di Banten. Keberhasilan pelayaran inilah yang nantinya membuat James Lancaster mendapat gelar "Sir" sekembalinya ke Inggris nanti.Â
Sir James Lancaster pun yang tadinya takut dengan Armada Laut Portugis kini telah mengetahui bahwa di Timur Jauh terdapat sebuah Kerajaan yang Armada Lautnya mampu melawan Armada Laut Portugis yaitu Armada Laut Kesultanan Aceh yang dipimpin oleh Laksamana Malahayati.
Dari berbagai pertempuran yang pernah Malahayati jalani, peristiwa Houtman bersaudara merupakan titik dimana karir Laksamana Malahayati melesat menuju puncak kegemilangan.Â
Peristiwa ini dimulai ketika Armada kapal perang Belanda yang menyamar sebagai Armada Dagang yang dipimpin oleh Houtman bersaudara (Cornelis dan Frederijk), yang memasuki pelabuhan Aceh dan awalnya diterima dengan baik, namun ternyata malah mengkhianati kepercayaan sultan dengan membuat berbagai manipulasi dagang, mengadakan pengacauan, menghasut, dan sebagainya.Â
Walaupun dalam hal ini ada peranan akibat hasutan dari salah satu orang Portugis penasehat Sultan yang kurang menyukai kedatangan orang-orang Belanda ke Nusantara akhirnya Sultan pun memerintahkan Laksamana Malahayati untuk menyelesaikan persoalan ini.
Menyadari situasi mulai panas Cornelis dan Frederijk de Houtman berkoordinasi diatas kapal membahas kemungkinan serangan dari Kesultanan Aceh kepada mereka. Dan benar saja Armada Laut Laksamana Malahayati pun menyerbu dua kapal Belanda yang dipimpin Cornelis dan Frederijk de Houtman tersebut.Â
Tidak butuh waktu lama pasukan Belanda mulai kewalahan menghadapi pasukan Kesultanan Aceh. Jika pada Perang Salamis antara pasukan Persia melawan pasukan Athena, Jenderal Themistokles yang merupakan seorang politisi, hakim dan ahli strategi perang berhasil mencapai kapal Persia yang dipimpin seorang Laksamana perempuan bernama Artemisia. Pada perang kali ini justru sang Laksamana perempuan lah yang berhasil mencapai kapal Cornelis de Houtman.
Konon terjadi pertempuran yang sangat seru di geladak kapal Belanda tersebut. Diakhiri duel satu lawan satu Laksamana Malahayati berhasil mencabut nyawa Cornelis de Houtman dengan menggunakan rencongnya pada tanggal 11 September 1599. Sedangkan Frederijk de Houtman ditangkap dan dipenjara selama dua tahun lamanya.