Mohon tunggu...
Indra Wardhana
Indra Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Advance Oil and Gas Consulting

Expert in Risk Management for Oil and Gas, Security and Safety

Selanjutnya

Tutup

Politik

Warisan Ekonomi Indonesia dari Jokowi, APBN 2025

25 November 2024   10:20 Diperbarui: 25 November 2024   11:35 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://dataindonesia.id/

Gambaran Warisan Ekonomi Indonesia di Era Jokowi: 

Pasak Lebih Besar dari Tiang?

Indra Wardhana

 

Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah mengalami sejumlah transformasi ekonomi yang ambisius, mulai dari pembangunan infrastruktur besar-besaran hingga dorongan untuk menarik investasi asing. Namun, di balik prestasi yang sering diklaim, muncul kekhawatiran serius mengenai arah perekonomian Indonesia. Dengan postur fiskal yang menunjukkan defisit berkelanjutan dan ketergantungan pada utang, banyak pihak menilai ekonomi Indonesia saat ini seperti "pasak lebih besar daripada tiang," yang membawa bayangan suram di masa depan.

Defisit yang Terus Menganga

Data fiskal menunjukkan bahwa belanja negara (14,59-15,18% dari PDB) terus melampaui pendapatan negara (12,30-12,36% dari PDB) (sumber:APBN 2025). Dengan keseimbangan primer yang tetap negatif (-0,15% hingga -0,61%), Indonesia harus terus mencari utang untuk menutupi kekurangan anggarannya. Meskipun defisit ini dianggap wajar untuk mendorong pertumbuhan melalui belanja produktif, kenyataannya adalah bahwa efisiensi belanja masih jauh dari optimal. Proyek-proyek mangkrak, pembengkakan biaya, hingga infrastruktur yang tidak memberikan dampak ekonomi langsung, semuanya menjadi tanda tanya besar.

Ketergantungan pada Utang

Dalam beberapa tahun terakhir, utang pemerintah meningkat secara signifikan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio utang terhadap PDB mencapai sekitar 39% pada tahun 2023, meningkat drastis dibandingkan periode awal pemerintahan Jokowi. Utang ini sebagian besar digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apakah proyek-proyek tersebut memberikan manfaat ekonomi yang setara dengan biaya yang dikeluarkan?

Ketergantungan pada utang menjadi semakin berisiko di tengah kenaikan suku bunga global dan ketidakpastian ekonomi dunia. Jika penerimaan negara tidak dapat meningkat secara signifikan, pemerintah akan menghadapi tantangan besar untuk membayar bunga utang, apalagi melunasi pokoknya.

Ekonomi yang Rentan pada Faktor Eksternal

Perekonomian Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor komoditas seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan nikel. Ketergantungan ini membuat ekonomi nasional sangat rentan terhadap fluktuasi harga global. Di sisi lain, ketegangan geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan perlambatan ekonomi di negara-negara maju menambah ketidakpastian permintaan global.

Reformasi struktural untuk mendorong industrialisasi dan diversifikasi ekonomi masih berjalan lambat. Sektor manufaktur yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan justru stagnan, sementara Indonesia tertinggal dalam pengembangan sektor teknologi dan energi terbarukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun