Bahlil menyatakan bahwa pengalaman lapangan lebih penting daripada pendidikan tinggi. Namun, anggapan ini menciptakan dikotomi palsu antara pengalaman dan pendidikan, padahal keduanya saling melengkapi.Â
Pendidikan formal memberikan fondasi teoretis dan cara berpikir yang kuat, sementara pengalaman lapangan membantu menerapkan pengetahuan ini dalam dunia nyata.
- Kritik: Menyatakan bahwa pengalaman lapangan tidak bisa dipelajari di Harvard merupakan bentuk pemahaman yang dangkal tentang pendidikan modern. Banyak universitas elite mengintegrasikan pembelajaran berbasis pengalaman melalui studi kasus dan magang. Klaim Bahlil ini menyederhanakan realitas, di mana pendidikan dan pengalaman seharusnya berjalan beriringan.
3. Kesalahan Logika: Kesuksesan Pribadi sebagai Ukuran Universal
Bahlil menggunakan pencapaiannya dalam menyelesaikan investasi mangkrak sebagai bukti bahwa lulusan STIE lebih unggul daripada lulusan Harvard. Namun, ini adalah contoh dari fallacy of hasty generalization—menggunakan satu pengalaman pribadi untuk mendiskreditkan pendidikan tinggi.
- Kritik: Kesuksesan Bahlil mungkin dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kebijakan pemerintah dan situasi pasar. Menggunakan pencapaian pribadi untuk menilai sistem pendidikan yang berbeda tidak memberikan gambaran yang objektif dan cenderung bias.
4. Analogi yang Tidak Relevan dan Merendahkan
Bahlil menggunakan analogi "hantu" untuk menggambarkan masalah lapangan yang hanya bisa diatasi oleh mereka yang punya pengalaman serupa. Analogi ini tidak relevan dan merendahkan profesional dengan pendidikan tinggi, seolah-olah teori akademis tidak memiliki tempat dalam memecahkan masalah praktis.
- Kritik: Analogi ini mengabaikan kontribusi konstruktif yang dapat diberikan oleh pendidikan tinggi dalam menyelesaikan masalah nyata. Dengan meremehkan pendidikan, Bahlil menguatkan stereotip bahwa profesional dengan pendidikan tinggi tidak kompeten di lapangan, yang merupakan pandangan yang dangkal dan tidak berdasar.
5. Bahaya Anti-Intelektualisme dalam Kepemimpinan
Pernyataan Bahlil yang meremehkan pendidikan dari universitas bergengsi seperti Harvard berpotensi memperkuat anti-intelektualisme dalam kebijakan publik. Negara tidak bisa berkembang dengan hanya mengandalkan pengalaman praktis tanpa dukungan pengetahuan akademis yang kuat. Inovasi ilmiah dan penelitian berbasis bukti adalah kunci dalam menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim dan teknologi.
- Kritik: Anti-intelektualisme dapat merusak kualitas pengambilan keputusan di pemerintahan, yang membutuhkan sinergi antara pengetahuan akademis dan pengalaman lapangan. Ketika pemimpin meremehkan pendidikan akademis, mereka berisiko mengabaikan penelitian berbasis bukti dan pendekatan berbasis data, yang sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang.
6. Teori Pendidikan: Modal Manusia
Dalam Human Capital Theory oleh Gary Becker, pendidikan dianggap sebagai investasi untuk meningkatkan produktivitas individu. Pendidikan tinggi memberikan kemampuan analitis, pengetahuan konseptual, dan keterampilan berpikir kritis yang memungkinkan individu membuat keputusan yang lebih baik dan strategis.
- Kritik: Bahlil gagal mengakui bahwa pendidikan dari Harvard memberikan kerangka berpikir strategis yang memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak. Menyelesaikan investasi mangkrak bukan hanya soal "lapangan", tetapi juga soal kemampuan merancang kebijakan berkelanjutan—hal-hal yang dihasilkan dari pendidikan formal.
7. Teori Manajemen: Manajemen Strategis vs. Operasional