Mohon tunggu...
Indra Wardhana
Indra Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Managing Director

Bertanggung jawab terhadap pengembangan usaha bisnis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjuangan Masyarakat Cirebon dan Keraton Kasepuhan, Kesultanan Cirebon: Melawan Perusakan Situs Leluhur oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk

15 Agustus 2024   20:28 Diperbarui: 15 Agustus 2024   20:35 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan dengan berbagai pihak dan PT Indocement dokpri)

Oleh:Indra Wardhana

Kunjungan Sultan Sepuh Jaenudin II ke PT Indocement: Mengungkap Pelanggaran dan Dampak Sosial di Cirebon

Pada tanggal 24 Mei 2024, Sultan Sepuh Jaenudin II Aria Natareja dari Keraton Kasepuhan Cirebon melakukan kunjungan resmi ke PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Kunjungan ini bertujuan untuk membahas isu-isu mendalam terkait perusakan situs leluhur dan penggunaan lahan ulayat oleh PT Indocement dalam operasionalnya. Pertemuan ini dihadiri  tim legal PT Indocement, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cirebon, dan dimediasi oleh Kapolresta Cirebon.

Poin-Poin Utama yang dihasilkan dalam Pertemuan antara lain:

  1. PT Indocement Tidak Merasa Bersalah yang disampaikan perwakilan PT Indocement dan  menyatakan bahwa mereka menjalankan operasinya sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam aktivitas penambangan. Menurut mereka, tidak ada pelanggaran yang dilakukan, termasuk terhadap lahan ulayat milik Kesultanan Cirebon.

  2. Tidak Ada Kompensasi atau Ganti Rugi dari pihak PT Indocement, dan menegaskan bahwa mereka tidak memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada pihak manapun, termasuk Sultan Sepuh sebagai pemimpin masyarakat lokal. Mereka mengklaim bahwa aktivitas mereka sepenuhnya legal dan tidak ada kewajiban untuk memberikan kompensasi.

  3. Kerusakan Situs Leluhur Salah satu isu paling sensitif adalah kerusakan situs leluhur masyarakat Cirebon yang disebabkan oleh aktivitas penambangan PT Indocement. Situs-situs tersebut telah rusak parah atau hilang, sehingga dapat mengakibatkan dampak fisik, psikologis, dan sosial yang signifikan bagi masyarakat setempat khususnya, dan Masyarakat Cirebon pada umumnya.

  4. Dampak Sosial Ekonomi Aktivitas penambangan PT Indocement pada awal mula pengoperasian telah membawa dampak signifikan terhadap lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat. Laporan yang pernah ada menunjukkan bahwa debu dari penambangan menyebabkan polusi udara, sedangkan proses peledakkan menimbulkan kebisingan dan getaran yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Banyak warga yang terpaksa berpindah dari sektor pertanian ke sektor lain akibat perubahan lingkungan yang terjadi.

  5. Tidak Tercapainya Harmoni : Sultan Sepuh berupaya melakukan dialog dan harmonisasi, mengingat lahan yang digunakan oleh PT Indocement merupakan bagian dari tanah ulayat Kesultanan Cirebon. Namun, upaya ini gagal mencapai kesepahaman karena PT Indocement bersikukuh pada posisinya dan tidak menunjukkan itikad baik untuk mencapai solusi bersama.

Analisis Dampak Kerusakan Situs Bersejarah terhadap Identitas Budaya Masyarakat Cirebon

Kerusakan yang terjadi pada situs-situs bersejarah di Cirebon tidak hanya merusak warisan fisik, tetapi juga mencederai identitas budaya masyarakatnya. Berikut adalah analisis mendalam mengenai dampak tersebut:

  1. Hilangnya Akar HistorisSitus-situs bersejarah merupakan bagian integral dari jati diri masyarakat Cirebon. Dengan hilangnya situs-situs ini, masyarakat kehilangan jembatan yang menghubungkan mereka dengan leluhur dan sejarah mereka. Generasi muda, khususnya, akan tumbuh tanpa pengetahuan yang memadai tentang asal-usul budaya mereka, yang dapat mengikis identitas budaya Cirebon.

  2. Kerusakan Moral dan Spiritual Situs bersejarah sering kali merupakan tempat yang dihormati dan menjadi pusat nilai-nilai moral dan spiritual. Kehilangan situs ini tidak hanya menghilangkan aset budaya, tetapi juga nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun.

  3. Dampak EkonomiSitus bersejarah memiliki potensi ekonomi, terutama dalam sektor pariwisata. Kerusakan situs-situs ini berarti hilangnya peluang ekonomi bagi masyarakat setempat, yang seringkali bergantung pada pariwisata sebagai sumber mata pencaharian.

  4. Konflik Sosial Kerusakan situs-situs leluhur telah memicu konflik sosial di dalam masyarakat, khususnya antara kelompok yang peduli pada pelestarian budaya dan pihak-pihak yang mengejar keuntungan ekonomi. Hal ini berpotensi menimbulkan perpecahan sosial dan mengurangi kohesi masyarakat.

  5. Dampak PsikologisTrauma kolektif yang disebabkan oleh hilangnya situs-situs bersejarah dapat berdampak pada kesehatan mental masyarakat. Rasa kehilangan, kecewa, dan marah karena warisan leluhur mereka telah dirusak dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis komunitas dalam jangka panjang.

Kunjungan Sultan Sepuh Jaenudin II ke PT Indocement tidak menghasilkan kesepahaman yang diharapkan dalam upaya mencapai harmoni antara perusahaan dan masyarakat lokal. Kerusakan yang terjadi pada situs-situs bersejarah Cirebon membawa dampak luas yang tidak hanya mempengaruhi masyarakat setempat tetapi juga merusak warisan budaya yang menjadi identitas bangsa. Diperlukan upaya yang lebih besar dan komprehensif dari berbagai pihak untuk menyelesaikan konflik ini dan melindungi warisan budaya Cirebon dari kehancuran lebih lanjut.

Kami perkirakan berdasarkan fakta dilapangan (oleh orang keraton Kasepuhan) di duga terjadi Pelanggaran Hukum oleh PT Indocement.

Berdasarkan informasi yang ada, PT Indocement diduga melanggar beberapa pasal hukum, antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

    • Pasal 66 Ayat (1): Setiap orang dilarang merusak cagar budaya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
    • Pasal 105: Barang siapa dengan sengaja merusak, menghancurkan, atau menghilangkan cagar budaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000.
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    • Pasal 69 Ayat (1) Huruf a: Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
    • Pasal 109: Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000.
  3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

    • Pasal 3: Pengakuan dan perlindungan terhadap hak ulayat dan hak-hak tradisional masyarakat hukum adat.
    • Pasal 9 Ayat (2): Pemanfaatan hak atas tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.
  4. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat

    • Pasal 5 Ayat (2): Tanah hak ulayat tidak dapat digunakan oleh pihak lain tanpa persetujuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
  5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

    • Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
    • Pasal 6 Ayat (1): Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, hak-hak masyarakat adat dan tradisional diakui, dilindungi, dan dihormati oleh negara, pemerintah, dan semua pihak.
  6. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cirebon Nomor 11 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    • Pasal 28: Setiap orang yang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan wajib melakukan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) sebelum kegiatan dilakukan.
    • Pasal 30: Setiap orang yang melanggar ketentuan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diancam dengan pidana kurungan atau denda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
  7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (jika area yang rusak termasuk kawasan hutan)

    • Pasal 50 Ayat (3) Huruf e: Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan kawasan hutan.
    • Pasal 78 Ayat (4): Barang siapa dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.

Pelajaran Berharga untuk Perusahaan: Konsekuensi Jangka Panjang dari Pengabaian Tanggung Jawab Terhadap Warisan Lokal di Negara Indonesia

Perusahaan yang tidak memiliki komitmen terhadap tanggung jawab sosial, khususnya dalam hal pelestarian warisan lokal dan situs bersejarah, berisiko menghadapi konsekuensi yang signifikan di Republik Indonesia. Kasus perusakan situs bersejarah milik masyarakat Cirebon oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan pengambilan tanah milik Keraton Kasepuhan Cirebon mengilustrasikan betapa pentingnya memahami dan menghargai warisan lokal dalam setiap aspek operasional bisnis.

1. Dampak Terhadap Situs Bersejarah

Situs bersejarah bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi merupakan bagian integral dari identitas budaya masyarakat lokal. Dalam kasus Cirebon, situs-situs bersejarah yang rusak akibat aktivitas penambangan PT Indocement tidak hanya kehilangan nilai fisiknya tetapi juga merusak warisan budaya yang mendalam. Perusakan situs bersejarah dapat menimbulkan trauma psikologis dan emosional bagi masyarakat yang terhubung dengan situs tersebut, serta menghilangkan ikatan historis yang membentuk identitas mereka.

2. Hak atas Tanah dan Kearifan Lokal

Pengambilan tanah milik Keraton Kasepuhan tanpa izin yang sah atau tanpa menghormati hak-hak masyarakat adat menunjukkan ketidakpedulian terhadap hak-hak tanah tradisional. Di Indonesia, hak atas tanah ulayat masyarakat hukum adat diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang. Pengabaian terhadap hak-hak ini dapat memicu konflik sengit dan perlawanan dari komunitas lokal, yang merasa hak mereka dilanggar dan tanah mereka dirampas tanpa kompensasi yang adil.

3. Konsekuensi Hukum

Perusakan situs bersejarah dan pengambilan tanah milik adat melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pelanggaran ini dapat berakibat pada sanksi hukum yang serius, termasuk denda yang sangat besar dan hukuman penjara. Proses hukum yang panjang dan mahal dapat membebani perusahaan dan mengganggu operasional mereka.

4. Dampak Sosial dan Reputasi

Konflik yang timbul akibat pengabaian warisan lokal dan hak tanah dapat memicu ketegangan sosial yang berkepanjangan. Masyarakat lokal, yang merasa hak dan warisan mereka dirusak, dapat melawan dan menuntut ganti rugi. Ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antara perusahaan dan komunitas lokal tetapi juga dapat merusak reputasi perusahaan di mata publik. Citra perusahaan yang buruk dapat mengurangi kepercayaan konsumen dan investor, yang berdampak pada kestabilan dan pertumbuhan bisnis.

5. Implikasi Ekonomi Jangka Panjang

Kerusakan situs bersejarah dan pengambilalihan tanah adat juga berdampak pada potensi ekonomi jangka panjang. Situs bersejarah memiliki nilai ekonomi dalam sektor pariwisata, yang bisa menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat lokal. Kehilangan situs ini berarti hilangnya peluang ekonomi, yang dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan mengurangi potensi pendapatan masa depan.

Kasus perusakan situs bersejarah di Cirebon dan pengambilan tanah Keraton Kasepuhan Cirebon menggambarkan konsekuensi panjang dari pengabaian tanggung jawab terhadap warisan lokal. Perusahaan yang tidak menghargai warisan budaya dan hak tanah adat tidak hanya menghadapi risiko hukum yang berat tetapi juga dampak sosial, reputasi, dan ekonomi yang dapat berlarut-larut. Di Republik Indonesia, di mana warisan lokal memegang tempat yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, penting bagi perusahaan untuk memahami bahwa tanggung jawab terhadap warisan lokal adalah bagian esensial dari operasi bisnis yang berkelanjutan dan beretika.

Sumber:Koleksi pribadi keraton Kasepuhan, Kesultanan Cirebon
Sumber:Koleksi pribadi keraton Kasepuhan, Kesultanan Cirebon

Situs bersejarah, yang ada di dalam kawasan PT Indocement (milik Keraton Kasepuhan) (dokpri)
Situs bersejarah, yang ada di dalam kawasan PT Indocement (milik Keraton Kasepuhan) (dokpri)
Kawasan penambangan PT Indocement yang mengambil tanah Keraton Kasepuhan (dokpri)
Kawasan penambangan PT Indocement yang mengambil tanah Keraton Kasepuhan (dokpri)
Wilayah Penambangan PT Indocement, Cirebon (Koleksi Pribadi Keraton Kasepuhan, Cirebon)
Wilayah Penambangan PT Indocement, Cirebon (Koleksi Pribadi Keraton Kasepuhan, Cirebon)
Foto di depan salah satu Goa yang bernilai historis bagi Keraton Kasepuhan pada khususnya, dan Masyarakat Cirebon pada Umumnya. (Foto koleksi milik ke
Foto di depan salah satu Goa yang bernilai historis bagi Keraton Kasepuhan pada khususnya, dan Masyarakat Cirebon pada Umumnya. (Foto koleksi milik ke

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun