Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
- Pasal 3: Pengakuan dan perlindungan terhadap hak ulayat dan hak-hak tradisional masyarakat hukum adat.
- Pasal 9 Ayat (2): Pemanfaatan hak atas tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
- Pasal 5 Ayat (2): Tanah hak ulayat tidak dapat digunakan oleh pihak lain tanpa persetujuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
- Pasal 6 Ayat (1): Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, hak-hak masyarakat adat dan tradisional diakui, dilindungi, dan dihormati oleh negara, pemerintah, dan semua pihak.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cirebon Nomor 11 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Pasal 28: Setiap orang yang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan wajib melakukan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) sebelum kegiatan dilakukan.
- Pasal 30: Setiap orang yang melanggar ketentuan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diancam dengan pidana kurungan atau denda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (jika area yang rusak termasuk kawasan hutan)
- Pasal 50 Ayat (3) Huruf e: Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan kawasan hutan.
- Pasal 78 Ayat (4): Barang siapa dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.
Pelajaran Berharga untuk Perusahaan: Konsekuensi Jangka Panjang dari Pengabaian Tanggung Jawab Terhadap Warisan Lokal di Negara Indonesia
Perusahaan yang tidak memiliki komitmen terhadap tanggung jawab sosial, khususnya dalam hal pelestarian warisan lokal dan situs bersejarah, berisiko menghadapi konsekuensi yang signifikan di Republik Indonesia. Kasus perusakan situs bersejarah milik masyarakat Cirebon oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan pengambilan tanah milik Keraton Kasepuhan Cirebon mengilustrasikan betapa pentingnya memahami dan menghargai warisan lokal dalam setiap aspek operasional bisnis.
1. Dampak Terhadap Situs Bersejarah
Situs bersejarah bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi merupakan bagian integral dari identitas budaya masyarakat lokal. Dalam kasus Cirebon, situs-situs bersejarah yang rusak akibat aktivitas penambangan PT Indocement tidak hanya kehilangan nilai fisiknya tetapi juga merusak warisan budaya yang mendalam. Perusakan situs bersejarah dapat menimbulkan trauma psikologis dan emosional bagi masyarakat yang terhubung dengan situs tersebut, serta menghilangkan ikatan historis yang membentuk identitas mereka.
2. Hak atas Tanah dan Kearifan Lokal
Pengambilan tanah milik Keraton Kasepuhan tanpa izin yang sah atau tanpa menghormati hak-hak masyarakat adat menunjukkan ketidakpedulian terhadap hak-hak tanah tradisional. Di Indonesia, hak atas tanah ulayat masyarakat hukum adat diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang. Pengabaian terhadap hak-hak ini dapat memicu konflik sengit dan perlawanan dari komunitas lokal, yang merasa hak mereka dilanggar dan tanah mereka dirampas tanpa kompensasi yang adil.