Untuk kenyamanan belajar, sebaiknya mengikuti perbandingan (rasio) jumlah siswa ABK terhadap siswa reguler yang proporsional. Rasio yang terbaik, dalam sebuah kelas reguler berisikan sekitar 25-30 anak, dapat menerima 2-3 orang siswa ABK dengan guru pendamping.
Meski pun permintaan orangtua yang begitu tinggi untuk menyekolahkan anaknya, pihak sekolah sebaiknya membatasi rasio ini agar suasana belajar tetap kondusif bagi siswa reguler.Â
Beberapa orangtua terkadang sampai menangis menghadapi kenyataan penolakan dari sekolah, karena anaknya sudah tidak dapat diterima lantaran kapasitas sekolah untuk siswa ABK telah penuh. Sekolah terpaksa menutup pendaftaran siswa ABK lantaran mematuhi rasio tersebut. Sudah saatnya makin banyak sekolah di Indonesia menjadi sekolah yang inklusif, betapapun sulit memulainya. Â
12. Sekolah Inklusif dapat mengelola siswa inklusi sebanyak-banyaknya tanpa kuota.
Dengan mengelompokkan siswa pada lokal khusus, maka seolah sekolah dapat menerima sejumlah siswa ABK dalam jumlah daya tampung lokal tersebut. Kegiatan lebih terfokus pada terapi.
Kurang tepat, karena program inklusif bukanlah memisahkan siswa dari kegiatan reguler sekolah.
Ini terjadi karena juga ada ketidak-pahaman tentang program inklusif. Dan lebih banyak didorong alasan ekonomi menambah income sekolah (swasta).
13. Tujuan belajar siswa ABK adalah agar anak jadi pintar atau meningkatkan kecerdasannya.Â
Umumnya siswa ABK memiliki kecerdasan rerata di bawah rata-rata, dengan berbagai kesulitan belajarnya.Â
Karena itu, lebih bijaksana andai orangtua untuk secara bertahap mengevaluasi perkembangan siswa, dan menetapkan harapan yang sesuai dengan kondisi anak.
Sekecil apapun peningkatan pencapaian anak ABK, sesuatu yang harus disyukuri. Sebab, untuk mendapatkan pencapaian itu, seorang siswa ABK harus melalui berbagai proses terapi dan sosialisasi yang panjang.