Mohon tunggu...
indrawan miga
indrawan miga Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pendidik, petani

Pernah wartawan di beberapa media cetak nasional. Kini penulis dengan peminatan topik pendidikan, pertanian, dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Menteri Millenial Jokowi

5 Juli 2019   11:00 Diperbarui: 5 Juli 2019   11:27 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi bersama dua milenial ikon.   Foto: Tribunnews

Ah... andai saya seorang milenial yang mengerti cara bekerja dunia marketing digital. 

Mungkin saya akan beranikan mengajukan diri jadi calon menteri di kabinet Pakde Jokowi.  

Mengeksekusi berbagai sumbatan. Rendahnya ekspor. Rendahnya daya saing dan produktifitas. Rendahnya skill dan kompetensi SDM. Rendahnya nilai tambah produk. Mutu jelek. Rendahnya nilai tukar petani. Rendahnya aktualisasi investasi. Biaya tinggi, dan inefisiensi. Korupsi birokrasi. Mafia pangan, mafia sumberdaya alam, mafia hutan. Masih banyak lagi  ... yang menjadi sasaran kritisi publik dan politisi.  

Itu kayaknya dapat diatasi dengan terobosan teknologi digital era 4.0.     

Presiden Jowoki pernah bilang, sistem online  membuat transparansi dan efisiensi, baik segi waktu, biaya, serta mengurangi peluang korupsi.  Sistem satu atap, satu prosedur, lebih terkontrol.

Mengurangi meja-meja birokrasi. Mencapai target program langsung ke orang-orangnya, dengan melewati para broker . Mendekatkan sentra produk di Indonesia belahan Timur dengan para konsumen di Indonesia Barat.  Program yang menyatukan potensi ekonomi Indonesia, sebagai negara korporasi Indonesia incorporated. 

Lompatan ide digitalisisasi Jokowinomics terlalu cepat. 

Satu jurus sakti maut sapujagad, untuk mengatasi semua masalah sekaligus. Apa bisa?  

Hemat saya, bukan menteri milenial yang semata berusia atau berjiwa muda, paham pola pikir anak milenial, dan digital minded. 

Tapi terutama yang penting pendekatannya, atau paradigma-nya. Yang mampu memanfaatkan bekerjanya dunia digital. Mengubah sistem eksekusi program pemerintahan melalui bekerjanya dunia digital. Karena PR nya begitu banyak dan besar banget  ...  

Sederhananya seperti cerita seorang sahabat yang kini giat melatih para calon entrepreneur digital.  Lewat kompetensi kewirausahawanan yang baru ini, para pengusaha UKM berbagai pelosok negeri dapat berjual-beli ke mancanegara. Jadi seperti membuat departemen store digital berisi keroyokan produk dari produsen Indonesia.  

Tiap menteri milenial mungkin kerjanya mirip-mirip seperti itu,  mengelola program entrepreneur digital di departemennya  masing-masing.   

Mirip barangkali dnegan kita para blogger kompasiana.com, yang terjaring dari seluruh Indonesia di flatform ini, dan kemudian menjadi dasar marketing sebagai konsumen produk sekaligus produsen tulisan atau gagasan.  

SISTEM ONLINE SMART COUNTRY 

Tampaknya Presiden Jokowi ingin mengubah cara eksekusi pemerintahan. 

Diakui kan selama ini birokrasi di pusat dan daerah masih kurang efisien. Eksekusi program pemerintahan yang bertingkat-tingkat dari pusat ke daerah hingga desa, diubah menjadi sentralistik langsung dari pusat ke tujuan penerimanya. Seperti pada program Dana Desa, Program Keluarga Harapan, dan Kartu Indonesia Pintar .  

Eksekusinya langsung ke penerima perorangan atau lembaga, dan dapat dikontrol dari atas. 

Ini mirip pendekatan smart city di Kota Jakarta, Bandung, atau Surabaya, yang mengelola kota berbasis teknologi informasi.  Jadi, untuk ukuran lebih besar dan kompleks seperti Indonesia, boleh disebut sebagai smart country.  Lebih efisien, tak ada lagi energi pembangunan yang boros atau hilang nyasar di tengah jalan karena kelambatan birokrasi dan agen korupsi.

Penerapan sistem zonasi sekolah dan PPDB secara online, berhasil mengungkap di banyak daerah yang belum siap memeratakan pendidikan yang berkualitas. Padahal, biaya pendidikan 20% APBN plus tiap daerah sedikitnya memberi tambahan 20% APBD. Uang banyak, tapi hasilnya masih rendah banget.  

Yang kelihatannya berhasil, dalam hal pembuatan sertifikat tanah gratis untuk masyarakat. Dari rutinitas  kapasitas BPN menyelesaikan pembuatan 500.000 sertifikat, mencapai target 5 juta, meningkat menjadi 7 juta, seterusnya  9 juta, dan di tahun 2019 rencananya 10 juta sertifikat gratis.    

Yang kelihatannya kurang berhasil atau jelek, seperti soal pasokan beras bulog, harga ayam jatuh, harga garam anjlok, dan harga cabe rawit naik turun.  Padahal produk beras, ayam, garam, kan menjadi kebutuhan masyarakat, tapi terjadi anomali dalam hukum pasarnya. Mungkin karena pelakunya produsen kecil-kecil dan tersebar, sehingga tidak terpantau jumlah suplai demand sesungguhnya tanpa melalui sistem online. 

Dunia pertanian kita memang sedang mengalami lompatannya yang paling tinggi. Dari teknologi pacul yang bikin pegal pinggang, lanjut ke awal mekanisasi, tapi kini harus bertarung dalam persaingan tinggi dengan negeri lain yang berproduksi dengan basis informasi digital. Kasihan, nilai tukar petani makin turun sementara nilai produk pangan olahan terus meningkat.    

Baja Krakatau Steel, yang ramai belakangan ingin memPHK ribuan karyawan kontrak (outsourcing)  karena ingin meningkatkan efisiensi agar tak kalah saing dengan produk asing, mungkin juga dapat dibenahi jika semua data suplai demand baja nasional ada dalam sistem online.     

Dunia perbankan disatukan. BUMN sejenis akan disatukan. Lembaga fintek akan diatur. Bisnis online akan diatur perijinan dan pajaknya. 

Dengan sistem digital, para menteri dapat langsung mengontrol hasil kinerja unitnya dari sebuah laptop, dan terakhir Pak Jokowi mengontrol kesemuanya dengan laptopnya yang paling besar. 

PERSYARATAN BERAT : MAMPU MENGEKSEKUSI 

Ini syarat yang berat bagi para calon menteri milenial 2019 di kabinet baru Pak Jokowi. 

Meminjam cerita jenaka guru bangsa Gus Dur, kita orang Indonesia ini memang unik, karena  "yang dibicarakan lain dengan yang dikerjakan". Program memang bagus, tapi dalam pelaksanaan tidak mencapai target, meleset, bahkan ditinggal pergi sehingga mangkrak. 

Selain berfikiran digital, calon menteri pak Jokowi ini juga harus memiliki rekam jejak keberhasilan. Kalau tidak, nanti sudah merencanakan program sapu jagad tapi tak mampu merealisasikan dengan baik.  

Ini harapan kita semua. Ke depan Indonesia memiliki tim kabinet yang memiliki langkah panjang dan lompatan jauh.  Sebuah Indonesia incorporated.

Ah, ..saya jauh dari potongan milenial. Hanya penulis yang masih repot dengan istilah-istilah SEO, keyword , backlink, .....  masih amat sangat jauh. 

Tabik Pakde !   

Indrawan Miga 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun