Mohon tunggu...
indrawan miga
indrawan miga Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pendidik, petani

Pernah wartawan di beberapa media cetak nasional. Kini penulis dengan peminatan topik pendidikan, pertanian, dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Menteri Millenial Jokowi

5 Juli 2019   11:00 Diperbarui: 5 Juli 2019   11:27 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi bersama dua milenial ikon.   Foto: Tribunnews

Sederhananya seperti cerita seorang sahabat yang kini giat melatih para calon entrepreneur digital.  Lewat kompetensi kewirausahawanan yang baru ini, para pengusaha UKM berbagai pelosok negeri dapat berjual-beli ke mancanegara. Jadi seperti membuat departemen store digital berisi keroyokan produk dari produsen Indonesia.  

Tiap menteri milenial mungkin kerjanya mirip-mirip seperti itu,  mengelola program entrepreneur digital di departemennya  masing-masing.   

Mirip barangkali dnegan kita para blogger kompasiana.com, yang terjaring dari seluruh Indonesia di flatform ini, dan kemudian menjadi dasar marketing sebagai konsumen produk sekaligus produsen tulisan atau gagasan.  

SISTEM ONLINE SMART COUNTRY 

Tampaknya Presiden Jokowi ingin mengubah cara eksekusi pemerintahan. 

Diakui kan selama ini birokrasi di pusat dan daerah masih kurang efisien. Eksekusi program pemerintahan yang bertingkat-tingkat dari pusat ke daerah hingga desa, diubah menjadi sentralistik langsung dari pusat ke tujuan penerimanya. Seperti pada program Dana Desa, Program Keluarga Harapan, dan Kartu Indonesia Pintar .  

Eksekusinya langsung ke penerima perorangan atau lembaga, dan dapat dikontrol dari atas. 

Ini mirip pendekatan smart city di Kota Jakarta, Bandung, atau Surabaya, yang mengelola kota berbasis teknologi informasi.  Jadi, untuk ukuran lebih besar dan kompleks seperti Indonesia, boleh disebut sebagai smart country.  Lebih efisien, tak ada lagi energi pembangunan yang boros atau hilang nyasar di tengah jalan karena kelambatan birokrasi dan agen korupsi.

Penerapan sistem zonasi sekolah dan PPDB secara online, berhasil mengungkap di banyak daerah yang belum siap memeratakan pendidikan yang berkualitas. Padahal, biaya pendidikan 20% APBN plus tiap daerah sedikitnya memberi tambahan 20% APBD. Uang banyak, tapi hasilnya masih rendah banget.  

Yang kelihatannya berhasil, dalam hal pembuatan sertifikat tanah gratis untuk masyarakat. Dari rutinitas  kapasitas BPN menyelesaikan pembuatan 500.000 sertifikat, mencapai target 5 juta, meningkat menjadi 7 juta, seterusnya  9 juta, dan di tahun 2019 rencananya 10 juta sertifikat gratis.    

Yang kelihatannya kurang berhasil atau jelek, seperti soal pasokan beras bulog, harga ayam jatuh, harga garam anjlok, dan harga cabe rawit naik turun.  Padahal produk beras, ayam, garam, kan menjadi kebutuhan masyarakat, tapi terjadi anomali dalam hukum pasarnya. Mungkin karena pelakunya produsen kecil-kecil dan tersebar, sehingga tidak terpantau jumlah suplai demand sesungguhnya tanpa melalui sistem online. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun