Ketiga, membimbing generasi muda ke berbagai kegiatan akademik, sosial, keagamaan, seni, dll. Kegiatan-kegiatan positif ini mendorong mereka menjadi anak-anak muda yang aktif berorganisasi dalam komunitasnya sehingga dapat melindungi mereka dari pengaruh ideologi radikal terorisme.
Keempat, pendekatan secara teknologi. Kemajuan teknologi dan komunikasi telah menjadi alat yang dapat digunakan untuk alat deradikalisasi. Media cetak, media elektronik, dan jejaring sosial mudah ditemukan di masyarakat. Teknologi ini memudahkannya mengedepankan anti ideologi sayap kiri, kontra narasi, dan penyebaran informasi positif dan konstruktif secara cepat kepada masyarakat luas. Pendekatan ini harus dilihat sebagai bagian dari upaya meredam dan menyaingi intensitas penggunaan teknologi oleh kelompok radikal.
Kelima, memberi contoh yang baik bagi kaum muda. Tanpa keteladanan penyelenggara negara, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, usaha akan sia-sia. Para pemimpin tokoh agama harus bisa menjadi panutan bagi kaum muda untuk dipatuhi dan diteladani.
Keenam, pendekatan secara psikologis. Pendekatan secara psikologis dilakukan agar pelaksanaan program deradikalisasi lebih efektif. Deradikalisasi adalah salah satu langkah-langkah mengubah sikap dan cara pandang yang dianggap keras menyimpang menjadi lunak ke jalan yang benar, toleran, damai dan moderat. Pendekatan psikologis digunakan untuk dapat memahami bagian terdalam dari setiap orang atau kelompok. Pendekatan ini dapat membaca dan menganalisis perilaku ofensif atau kekerasan oleh individu atau kelompok. Hal ini disebabkan oleh faktor internal (kepribadian, sikap, kecenderungan diri, ideologi, dll) dan faktor eksternal (pola asuh, teman sebaya, dll).
Dengan cara yang berbeda. Berbagai upaya dan gagasan di atas penting dan perlu segera dilakukan. Kita tidak hanya bisa penegakan hukum terhadap para pelaku tindak terorisme. Tetapi kita patut bersyukur, upaya ini telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah, penegak hukum, masyarakat sipil seperti tokoh agama, ulama, pemuda, organisasi masyarakat, dan media massa. Kita sebagai warga sipil, kita memiliki kewajiban untuk mendukung persatuan dan kesatuan, mendukung aksi damai, dan berperan aktif dalam pemberantasan paham radikalisme dan terorisme agar ideologi terorisme tidak dapat menyebar dalam skala besar dan memastikan bahwa ideologi Pancasila yang tertanam dalam jati diri masyarakat tidak terancam oleh paham radikalisme.
Hakikat nilai-nilai Pancasila sebenarnya telah dihayati dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia, sebagai negara yang belum mapan. dan menjadikan Pancasila sebagai falsafah nasional, ideologi nasional, pembentuk bangsa, dan pandangan hidup negara Indonesia, berarti Pancasila merupakan sumber daya yang berharga bagi seluruh penyelenggaraan negara, baik lahir maupun batin. Artinya, baik material maupun spiritual harus sesuai dengan dalam segala aspek penyelenggaraan atau kehidupan pemerintahan.
Pancasila merupakan bentuk pengamalan agama dalam konteks berbangsa dan bermasyarakat Indonesia. Mengamalkan nilai-nilai universal agama dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat Indonesia berarti mengamalkan Pancasila. Oleh karena itu, mustahil mengamalkan Pancasila secara utuh tanpa menegaskan bahwa Pancasila berasal dari nilai-nilai luhur agama yang dianut masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H