Mohon tunggu...
Indras Pariandini
Indras Pariandini Mohon Tunggu... Lainnya - Haii🖐 Saya Mahasiswi Pendidikan Sejarah👩‍🎓

Manjadda Wajjada - Historia Magistra Vitae

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polisi Hoegeng Sang Jendral Anti Suap

2 Agustus 2021   20:48 Diperbarui: 2 Agustus 2021   21:16 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenderal Polisi (purn.) Drs. Hoegeng Imam Santoso merupakan putra dari Sukario Hatmodjo yang merupakan mantan kepala kejaksaan di Pekalongan yang terkenal sebagai penegak hukum yang jujur dan profesional. Pada 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah lahirlah Hoegeng. Dan ia meninggal pada umur 82 tahun di Jakarta. Hoegeng weadalah salah satu tokoh Kepolisian Indonesia yang dulu pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke-5.

Hoegeng menjabat menjadi Kapolri dari tahun 1968-1971. Hoegeng merupakan sosok yang disegani di kalangan Kepolisian Republik Indonesia kala itu. Sayangnya Hoegeng hanya sempat menjabat tiga tahun pada waktu itu sebagai Kapolri namun, Hoegeng telah berhasil membawa perubahan besar dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia. 

Gus Dur pun menceritakan bawa di Indonesia hanya ada tiga polisi yang tak bisa disuap yaitu, Patung polisi, Polisi tidur dan Hoegeng. Riwayat Hoegeng yaitu pernah menempuh pendidikan di beberapa daerah yang berbeda. Pertama sekolah di HIS, lanjut MULO Pekalongan, dilanjtkan Hoegeng belajar di AMS A Yogyakarta, selepas dari Yogyakarta, Hoegeng melanjutkan pendidikan ke Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia kemudian masuk Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Karakter Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang dapat di teladani generasi muda dan masih relevan di zaman sekarang yaitu, kejujuran nya, disiplin, dan kesederhanaan. Salah satu prinsipnya dalam hidup yakni dia tidak akan takut atau gentar menghadapi orang-orang yang berkuasa, ia hanya takut kepada Tuhan yang Maha Esa. 

Pada saat ini karakter jujur yang dimiliki oleh Hoegeng amatlah penting, dan harus diwariskan kepada generasi muda sekarang. Seorang M. Jusuf Kalla juga pernah mengatakan bahwa Jenderal Hoegeng adalah tokoh yang jujur, ia adalah sosok yang sederhana, yang tak punya apa-apa kecuali kejujuran itu sendiri (Suhartono, 2013). Bukti  karakter kejujuran Jenderal Hoegeng dapat dilihat ketika dia menangani kasus penyelendupan mobil mewah.

Kasus penyelundupan ini merupakan kasus yang terkenal pada tahn 1968-1972 yang pelakunya seorang keturunan Cina yang bernama Robby Tjahyadi. Robby Tjahyadi ini merupakan tersangka kasus penyeludupan mobil mewah yang berhasil dibekuk di pelabuhan Tanjung Priok. Mobil-mobil itu kemudian dimasukan dengan perlindungan tentara. 

Bukan hanya itu saja masih banyak kasus yang telah di gagalkan oleh Hoegeng semasa dia di kepolisian. Ternyata sepak terjang kerja Hoegeng selama menjadi Kapolri menangani kasus-kasus membuat kewaspadaan keluarga cendana yang mulai terusik. Apalagi ada salah satu kasus yang diduga melibatkan orang-orang yang dekat dengan Soeharto.

Puncak dari ketegangan itu, akhirnya Soeharto mencopot Hoegeng dari jabatannya sebagai Kapolri pada tanggal 2 Oktober 1971 dan digantikan oleh Jenderal M Hasan yang lebih tua satu tahun dari Hoegeng. 

Hoegeng pun menanyakan perihal pencopotan diriny kepada Soeharto, secara tersirat Soeharto pun menjawab tidak ada lagi tempat untuk Hoegeng di Kapolri, Soeharto juga beralasan pemberhentian Hoegeng tersebut untuk regenerasi, mirisnya yang menggantikan posisinya lebih tua satu tahun. Selanjutnya Hoegeng pun ditawari jabatan sebagai Duta besar atau Diplomatik di negara lain, namun Hoegeng menolaknya.

Selapas dicopot dari jabatannya sebagai Kapolri, rutinitas Hoegeng yang baru yaitu mengisi acara di stasiun televisi yakni bernyanyi dan berbincang di Radio Elshinta dalam acara Obrolan Mas Hoegeng. 

Hoegeng juga aktif dalam kritik Soeharto, tentunya Hoegeng memberikan kritikan yang membangun kepada pemerintahan Orba. Jenderal Hoegeng menghembuskan nafas terakhirnya pada 14 Juli 2004 setelah menjalani perawatan intensif di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, karena penyakit stroke yang dideritanya.

Kemudian Hoegeng dibawa ketempat peristirahatan yang terakhir di Parung Raya, Bogor, Jawa Barat. Namun, walaupun Hoegeng sudah tiada, namanya hingga saat ini tetap melegenda sebagai ikon polisi bebas korupsi yang dicopot karena sifat tegas dan jujurnya dalam bertugas. Sesuai dengan kata-katanya yaitu "Selesaikan tugas dengan kejujuran, karena kita masih bisa makan nasi dengan garam". -Jend. (Pol) Hoegeng Imam Santoso.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun