Mohon tunggu...
Indra Rahayu
Indra Rahayu Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Menulis hanya pengisi waktu luang. Kebetulan, waktu luang cukup banyak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyemai Tren Berpikir Kritis Peserta Didik

13 Agustus 2024   15:22 Diperbarui: 13 Agustus 2024   15:37 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persepsi menjadi salah satu penentu seseorang dalam memilih apa yang disukai pun siapa yang akan diikuti, dijadikan inspirasi. Persepsi terbentuk dari daya seorang manusia dalam menangkap sebuah objek secara indrawi. Kemampuan menangkap setiap objek setiap orang berbeda. Ini berkaitan dengan kualitas kognitif. Seseorang cenderung menggunakan persepsi pada objek yang mencuat di permukaan dengan signifikan. Seperti arah dari suara bising di tengah suasana sunyi atau postur tubuh tinggi menjulang di antara orang-orang bertubuh pendek.

Kemampuan berpikir berpengaruh pada cara kita menanggapi suatu fenomena. Tidak semua yang mencuat ke permukaan atau istilah saat ini viral membawa pada kebaikan. Terkadang ada hal yang tak perlu ditanggapi dengan antusias dan dijadikan angin lalu. Persepsi yang didukung oleh kemampuan berpikir kritis dapat melahirkan sikap bijaksana seseorang. Alihkan pandangan kita pada hal-hal yang memang memberi banyak poin positif.

Selain mengkorelasikan antara persepsi dan kemampuan berpikir kritis, peserta didik perlu dibekali literasi media. Pengajaran literasi media dalam mencegah kekeliruan dalam sumber inspirasi dan panutan peserta didik dijelaskan oleh Rami (2013) pengertian dari literasi media adalah "ability to access, analize, evaluate, and communicate the content of media message". Literasi media meliputi kejelian dari para konsumen informasi digital baik itu secara visual atau audio visual, berkenaan dengan kemampuan mengakses, menilai atau mengevaluasi, dan memahami informasi atau pesan yang disiarkan oleh media massa.

Dalam penelitiannya, Amelia (2013) menyoroti fenomena konten-konten yang "tidak ramah publik" kian merebak pada saat ini. Khususnya bagi manusia usia remaja dan anak-anak yang mudah terpancing untuk meniru dan mengikuti aktivitas atau cara berpakaian dari konten yang dilihat. Memberi pemahaman dalam penggunaan teknologi digital menjadi salah satu kunci yang menyelamatkan anak remaja agar terhindar dari perilaku negatif. Mengingat konten visual dan audio visual tidak dapat kita kontrol. Semua orang bebas berkreasi, membuat konten yang mereka inginkan. Dorongan finansial pun berpengaruh dalam produksi hiburan. Setiap orang berlomba-lomba membuat karya tanpa memikirkan dampak dari kekaryaan tersebut dan lebih mementingkan keuntungan materiil yang didapat.

Tidak ada alasan untuk tidak menggaungkan narasi berpikir kritis sampai kapan pun. Terlebih kepada para peserta didik. Doktrin media sosial semakin dahsyat, melakukan filter dapat membantu kita dari jerembap dampak negatif.

Referensi

Pradana, Subarjo, M.D, dkk. 2023. Analisis Penerapan Pendekatan Teori Belajar Konstruktivisme pada Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar.

Nuraida, Dede. 2019. Peran Guru dalam mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Proses Pembelajaran.

Wahyudi, dkk. 2020. Kajian Analisis Keterampilan Berpikir Kritik Siswa Sekolah Menengah Atas.

Kunayah, Damar & Niswatul, Fauziah. 2023. Analisis Kemampuan Bertanya Siswa Ditinjau dan Efikasi Diri.

Yuliani. 2014. Analisis Kualitas Pertanyaan Siswa Berdasarkan Gender dan Taksonomi Bloom.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun