Bisnis jasa sewa pacar bukan merupakan fenomena asing di Indonesia, sebab bisnis ini nyatanya sudah populer sejak beberapa tahun lalu hingga kini. Jasa ini mudah ditemui di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta serta kota besar lainnya. Â Mayoritas, alasan pengguna jasa bisnis ini adalah untuk mencari teman kencan untuk sekedar jalan-jalan, nonton konser, beli makan, atau kegiatan lain layaknya seorang pacar.
Banyak tragedi yang terjadi akibat bisnis ini, mulai dari pernikahan dini, penganiayaan hingga aborsi. Bisnis ini belum memiliki legalitas yang jelas di Indonesia, bahkan secara moralitaspun masih dipertanyakan. Keabsahan serta akibat hukum bagi para pihak jika terjadi wanprestasi pun juga belum pasti.
Lantas bagaimana pandangan hukum Indonesia terhadap bisnis tersebut?
Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa setiap WNI berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tapi bagaimana dengan bisnis yang satu ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka bukan hanya KUHPerdata atau BW (Burgerlijk Wetboek) (yang dipakai, namun sejumlah peraturan yang lain pun perlu kita lihat, seperti KUHP, UU ITE, hingga UU Pornografi. Namun, dalam tulisan ini penulis akan memfokuskan pada analisis secara hukum perdata.Â
Bisnis pacar sewaan lahir dari adanya suatu perjanjian atau kontrak, dan perjanjian inilah yang melandasi perikatan. Menurut Prof. Subekti dalam bukunya berjudul Hukum Perjanjian mendefinisikan perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.Â
Lantas apa perbedaan antara perjanjian dengan perikatan?Dalam buku yang sama Prof. Subekti menjelaskan bahwa perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sehingga, menurutnya hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain.Â
Selain itu, perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena lahir dari kesepakatan antara 2 pihak untuk melakukan sesuatu dan memiliki konsekuensi mengikat para pihak.
Berdasarkan Pasal 1320 BW (Burgerlijk Wetboek) atau KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian, harus memenuhi empat syarat yaitu :
Pasal 1320 BW mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Klausul yang diperbolehkan.
Bisnis jasa sewa pacar ini umumnya sudah memenuhi ketiga syarat pada pasal 1320 BW. Namun, terkait syarat keempat yaitu Klausul yang diperbolehkan yang menjadi pertanyaan dan catatan. Klausul yang diperbolehkan adalah isi dan tujuan para pihak yang ingin dicapai dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan, Kesusilaan, dan ketertiban umum.
Peraturan perundang-undangan yang tidak boleh dilanggar contohnya, berbuat wanprestasi (ingkar janji) sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 BW dan melakukan kekerasan seksual yang diatur dalam Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Sedangkan contoh norma kesusilaan yang patut diperhatikan adalah, menghargai dan menghormati pacar yang disewa dengan tidak berbuat asusila (cabul, kekerasan seksual) dan  kekerasan fisik sebagaimana diatur dalam Pasal 296 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Sehingga, apabila perjanjian tersebut misalnya melanggar ketertiban umum, norma kesusilaan , dan/atau peraturan perundang-undangan yang ada, maka perjanjian tersebut batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada di antara para pihak.Â
Apa saja yang harus diperhatikan dalam bisnis ini?
Prinsip itikad baik (good faith) harus dipegang oleh para pihak dalam bertransaksi dan menggunakan bisnis ini, sebagai manifestasi kejujuran dan penghormatan terhadap standar bisnis wajar dan transaksi bisnis yang jujur
Selain itu, para pihak dan penyedia jasa harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersinggungan dengan jasa sewa pacar ini, diantaranya :
UU Pornografi (pasal 4 ayat 2, pasal 30)
Bahwa pornografi bisa mengganggu ketertiban umum,berdampak negatif bagi generasi muda, resiko kesehatan reproduksi dan penyakit menular seksual bagi pelaku, efek kecanduan, gangguan emosi dan mental. Serta menyebarkan pornografi merupakan perbuatan yang bisa dipidana.
UU ITE (pasal 27 ayat 1 Jo pasal 45 ayat 1)
Larangan Menyebarluaskan data, dokumen, atau informasi melanggar kesusilaan diancam pidana karena berkaitan dengan privasi, kehormatan, dan mengganggu ketertiban umum.
KUHP (Pasal 296 tentang perbuatan cabul dan pasal 506 tentang meraup keuntungan dari perbuatan cabul)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Bisnis jasa sewa pacar yang dijalankan yang sudah sesuai dengan ketentuan pasal 1320 BW tentang syarat sahnya perjanjian dan sesuai prinsip itikad baik, maka bisnis tersebut dikatakan sah secara hukum.
Namun, dalam pelaksanaannya diperlukan legalitas usaha dan perjanjian tertulis untuk lebih menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi pemilik jasa sewa pacar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H