Mohon tunggu...
indra mangkuto
indra mangkuto Mohon Tunggu... Freelancer - Mountaineering | Running | Cycling | Swimming

Petualangan alam bebas dan olahraga outdoor

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gowes Tiga Negara (Bagian Pertama)

16 September 2020   15:24 Diperbarui: 16 September 2020   16:15 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 wib. Ku kayuh Federal menembus gelapnya malam menuju Padang Panjang. Sesekali lampu mobil yang lewat menerangi jalan. Malam ini kami baru selesai mengadakan rapat pengurus Lentera Hijrah Adventure (LHA). Sebuah komunitas pegiat olahraga outdoor. Acaranya sendiri di sebuah caf coffee di Bukittinggi.

Lintasan kenangan kembali mengingatkan saya pada pertemuan sebelumnya, akhir tahun 2019. Rapat kerja pengurus LHA di Padang Panjang. Selesai pertemuan tersebut, Pembina LHA, Pak Dedi Azzam mengajak saya untuk ikut touring tiga negara. Indonesia, Malaysia dan Singapura. Tawaran pada malam tersebut belum dapat langsung saya iyakan. Karena liburan sekolah semester kali ini sudah berencana untuk keliling pulau Jawa bersama keluarga.

Sore itu, Selasa, 24 Desember 2019, kami telah berkumpul di Baso, rumah Pak Dedi Azzam. Sesuai rencana, pukul 17.00 wib kita langsung berangkat menuju Dumai. Tiga sepeda sudah disusun di atas Trooper. Ya, kami berangkat cuma bertiga, Pak Dedi Azzam, om Fajar dan saya sendiri. Dari segi pengalaman touring sepeda, saya masih pemula. Hehe...

Setelah menempuh perjalanan semalaman, pukul 07.00 kami sampai di Kota Dumai. Dari sini kami naik Ferry menuju Malaka. Tiketnya tidak terlalu mahal, Rp. 350.000 perorang. Ditambah ongkos bagasi Rp. 50.000 persepeda. Kami naik Ferry kedua. Berangkat pukul 09.00.

Dua setengah jam melintasi selat Malaka, pukul 13.00 wib akhirnya Ferry merapat di dermaga. Agak lama menunggu, tiba juga kami giliran kami di pos imigrasi. Setelah pemeriksaan dokumen, kami dipersilakan melanjutkan perjalanan. Di luar dermaga kami di hampiri seorang pria paruh baya, berseragam mirip Banser di Jawa. Dia cukup tertarik melihat kami bertiga dengan sepeda, hendak melintasi negeri jiran Malaysia. Terik matahari tidak menyurutkan niat kami untuk mengabadikan setiap momen di tepian sungai Malaka.

Jam menunjukkan hampir pukul 14.00. Perut sudah terasa keroncongan. Dari pagi, belum sesuap nasi pun kami makan, karena langsung ke pelabuhan. Sebelum mencari rumah makan, saya dan Pak Dedi berencana mengambil uang dulu di ATM. Setelah lalu lalang, hilir mudik mencari, akhirnya bersua jua ATM di sebuah pusat perbelanjaan.

Di sudut sebuah pasar, kami jumpai rumah makan. Mungkin lebih tepatnya warung makan. Melihat menu makanan yang tersedia, pilihan saya jatuh pada ayam goreng. Standar saja. Om Fajar memilih lauk cumi goreng. Sedangkan Pak Dedi memilih gulai ikan dengan kuah berwarna kemerahan, yang ternyata merupakan kuliner khas Malaka. Asam pedas, begitu orang menyebutnya. Setelah ditawari Pak Dedi, saya coba cicipi. Ternyata rasanya seperti gulai asam padeh di kampung kita.

Selesai makan, rencana selanjutnya adalah mencari penginapan. Sesuai skedul, hari ini bermalam dulu di Malaka. Esok hari baru dimulai perjalanan. Setelah putar ke sana kemari, namun penginapan yang cocok belum juga kami temukan. Cocok di hati dan cocok di kantong.

Dari kejauhan terdengar seruan azan ashar berkumandang. Kami mampir di sebuah masjid tua bersejarah di Malaka. Dari gaya arsitekturnya tampak terjadi percampuran budaya. Melayu, Arab dan China. Tidak lupa kami abadikan momen ini bersama.

Melalui petugas penjaga masjid, garin istilah kita, kami menanyakan tempat penginapan yang sesuai kriteria. Tanpa disangka-sangka, pria paruh baya tersebut bersedia mengantarkan kami mencari penginapan. Dari belakang, kami iringi sepeda butut pak tua tersebut melintasi kota. Dari gayanya tampak jelas dia sudah mengenal setiap sudut kota Malaka.

Pagi itu kami kedatangan tamu. Namanya Idris. Kalau om Fajar memanggilnya Ustad. Dari tampilannya saya perkirakan usianya lebih muda dari Pak Dedi. Sekitar 50-an tahun. Kepada kami beliau mengaku asli Melaka. Kedatangan Ustad ternyata tidak sendiri. Beliau bersama istri dan dua orang putranya. Berdasarkan informasi yang saya dengar dari om Fajar, Ustad berencana menemani perjalanan kami sampai ke Singapura.

Cerita punya cerita, sebenarnya Ustad beberapa tahun lalu juga pernah bersepeda keliling Sumatera Barat bersama putra sulungnya. Hampir seluruh daerah dikunjunginya. Adapun misinya adalah silaturahim dengan para ulama-ulama dan pondok pesantren di Sumatera Barat. Itulah awal perkenalannya dengan om Fajar.

Berdasarkan informasi dari om Fajar, setelah kunjungannya ke Sumatera Barat, Ustad dan putranya bersepeda menuju Makkah Al Muqarramah. Sayang keinginannya untuk sampai di kota suci terhenti ketika tidak mendapatkan izin memasuki Iraq dengan alasan keamanan.

Usai sarapan, perjalanan kami mulai dengan city tour keliling Kota Melaka. Berfoto di tugu KM 0 menandakan awal perjalanan kami di negeri jiran. Pukul 11.00 siang kami mulai meninggalkan kota Melaka. Rencananya sesore-sore hari kita sudah sampai di Distrik Batu Pahat. Kurang lebih 94 km dari Melaka arah selatan.

Cuaca siang itu sangat terik. Angin berhembus cukup kuat. Jalannya lebar, datar, dengan aspal yang mulus. Tampak kebun kelapa sawit di kiri kanan jalan. Mobil begitu ramai lalu lalang. Kami berjalan beriringan. Di depan Ustad memimpin rombongan. Sesekali saya jauh tertinggal di belakang. Menjelang zuhur kami sampai di sebuah SPBU untuk beristirahat sejenak dan melaksanakan shalat zuhur dijama'dengan ashar.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 km, kami pun sampai di Kota Muar. Panas terik siang itu membuat keringat bercucuran. Perut yang lapar memaksa kami untuk mencari rumah makan.

Selesai makan siang, sambil menunggu terik matahari memudar, kami bercerita dan berbagi pengalaman dengan Ustad tentang perjalanan yang telah dia lakukan. Dari paparan yang di sampaikan, dapat saya tangkap bahwa beliau bersama teman-temannya melakukan perjalanan manggunakan sepeda keliling dunia dalam rangka mengajak ulama-ulama dan tokoh Islam untuk melaksanakan pertemuan akbar di Kota Makkah dalam menyikapi datangnya akhir zaman.

Pukul 15.30 perjalanan kami lanjutkan. Terik mentari tidak lagi terasa membakar. Entah kenapa, hampir selalu saya tertinggal di belakang.

Menjelang isya, Ustad memutuskan singgah di sebuah masjid untuk menunaikan kewajiban. Dari Distrik Batu Pahat masih 6 km lagi. Atas kebaikan pengurus masjid mereka menawarkan kami untuk menginap saja di serambi masjid yang cukup besar. Tawaran tersebut tidak kami sia-siakan...hehehe...

Semalam saya tidur dengan nyenyaknya. Mungkin karena kecapean. Kemaren, hari pertama perjalanan kami kurang lebih 95 km. Saya agak keteteran. Pantat ini terasa panas.

Selesai shalat subuh, kami dijamu sarapan oleh pengurus masjid. Salah satu kebiasaan di sini adalah sedekah sarapan pagi bagi jama'ah. Pagi ini menunya lontong sayur. Rasanya lebih enak dari pada lontong sayur yang kami sarapan saat di Malaka. Sambil sarapan kami berbagi cerita dengan para jama'ah yang rata-rata sudah berumur paruh baya.

Dari pembicaraan itu ternyata banyak di antara para jama'ah adalah keturunan jawa. Tidak heran kalau mereka bisa berbahasa jawa. Salah satunya adalah imam yang memimpin shalat subuh tadi. Orang tua laki-lakinya ternyata berasal dari Jawa. Saya lupa di daerah mananya.

Berdasarkan sejarahnya memang Distrik Batu Pahat dahulu banyak tenaga kerja yang didatangkan dari Indonesia, khususnya Jawa. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja di perkebunan sawit.

Pukul 08.00 kami kayuh kembali sepeda. Pusat Kota Batu Pahat masih berjarak 6 km lagi. Hari ini hari Jum'at. Rencananya perjalanan hari ini sampai ke Kota Johar Baru. Jaraknya kurang lebih 105 km dari Kota Batu Pahat.

Jalanan yang kami lalui masih seperti kemaren. Rata-rata lurus dan datar, dengan aspal yang cukup mulus. Tantangan yang saya rasakan adalah panas terik matahari dan panasnya aspal. Seolah-olah seperti kue bika yang dibakar dari atas dan dari bawah.

Selepas kota Batu Pahat, kami mampir di lapak penjual durian. Keinginan itu muncul karena ada tulisan 30 Ringgit per tiga biji durian. Tanpa banyak tanya Pak Dedi dan Ustad memilih 3 biji durian yang terpajang. Ketika hendak membayar ternyata harganya tidak sesuai dengan tulisan. 30 Ringgit untuk 3 biji durian ternyata bagi durian sortiran. Untuk durian yang dipilih Pak Dedi harganya Rp. 75.000,- perbuah. Karena sudah terlanjur memilih, akhirnya Pak Dedi Cuma membeli satu biji durian saja. Kami nikmati sebiji durian walau dengan sedikit kesal, serasa ditipu penjual durian.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan.

Ustad merasa lapar. Hari masih menunjukkan pukul 10.00. Kami mampir di sebuah rumah makan. Fisherman's Asam Pedas namanya. Untuk kesekian kalinya makan asam pedas. Saya juga pesan es cendol durian yang sangat enak rasanya.

Hari ini hari Jum'at, setelah makan kami siap berangkat. Sebelum berangkat sempat diajak berfoto bareng sama pemilik rumah makan. Tidak begitu jauh dari tempat makan, ada sebuah masjid yang bernama Masjid Sri Sabak Uni. Kami mampir untuk jum'atan.
Selesai melaksanakan shalat Jum'at kami tidak langsung berangkat. Kami gunakan sedikit waktu untuk beristirahat. Setelah terik matahari agak reda, pukul 15.30 perjalanan kami lanjutkan.

Di persimpangan daerah Aer Hitam namanya, kami ambil jalur arah ke kanan. Kota berikutnya bernama Simpang Ranggam, Di sini kami berjumpa dengan anak angkat Pak Dedi yang sudah lama tinggal di Johar Baru. Bersama suami dan anak-anaknya mencoba menyongsong Pak Dedi di perjalanan. Rupanya Pak Dedi sudah terlebih dahulu menghubungi anak angkatnya tentang rencana perjalanan kami.

Hari sudah semakin sore ketika kami melewati Kota Simpang Renggam. Di kiri kanan yang tampak cuma pohon kelapa sawit. Kembali saya jauh tertinggal. Om Fajar, Pak Dedi dan Ustad sudah jauh di depan. Jaraknya sekitar 800 meter. Di sebuah warung di pesawangan mereka menunggu.

Matahari mulai tenggelam. Perjalanan kami ke Johar Baru masih jauh. Sekitar 20 km lagi. Lampu sepeda kami pasang. Informasi dari pemilik warung, sejauh 5 km ke depan gelap, karena tidak ada lampu penerangan. Kota yang terdekat adalah Kota Kulai. Jaraknya masih 8 km lagi di depan. Jalannya tanjakan panjang naik turun.

Karena sudah lapar, kami makan malam di sebuah warung jelang memasuki kota. Kali ini pilihan kami adalah nasi goreng. Cukup enak rasanya. Entah mungkin karena kami kelaparan...

Setelah makan malam kami coba lanjutkan perjalanan. Hari sudah menunjukkan pukul 10 malam. Terjadi sedikit insiden kecil beberapa ratus meter dari tempat kami makan. Ustad, Om Fajar dan Pak Dedi berada di depan. Tanpa disadari ada seekor anjing mengejar dari sisi kiri jalan. Karena mereka berhenti mendadak, akhirnya kami tabrakan. Semuanya jatuh ke jalan. Walau tidak parah, kaki saya berdarah karena tergores spart board.

Akhirnya kami sampai juga di Kota Kulai. Hari sudah menunjukkan pukul 23.00. Kami sepakati untuk mencari penginapan. Setelah beberapa kali, baru kami mendapatkan hotel yang cukup murah. Rp. 600.000 semalam dengan kamar yang bisa menampung 4 orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun