Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Anak Rantau Bersama KAI Commuter

3 September 2023   21:31 Diperbarui: 3 September 2023   21:33 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KAI Commuter kini telah menjadi transportasi andalan bagi warga khususnya di Jabodetabek. Ketika membaca beragam artikel tentang KAI Commuter, saya teringat kembali beragam kenangan bersama transportasi ini.

Tahun 2011 menjadi awal pertama saya menaiki KRL di Jakarta. Saat itu saya terpilih menjadi finalis ajang kompetisi MIPA Untuk Negeri yaitu ajang kompetisi ilmiah mahasiswa di Universitas Indonesia. Sebagai perwakilan mahasiswa asal Malang, Jawa Timur yang sudah lama tidak ke Jakarta ada antusias besar melihat perkembangan Jakarta saat itu.

Suatu ketika dua rekan satu almamater mengajak saya ke Stasiun Gambir untuk membeli tiket kepulangan ke Malang. Kami pun berangkat pukul 9 pagi dari stasiun Universitas Indonesia dengan memanfaatkan layanan Bikun alias Bis Kuning menuju stasiun.

Pembelian tiket masih konvensional seperti mengantri di loket dan membayar dengan uang fisik. Berbeda dengan saat ini yang sudah memanfaatkan kartu digital sehingga tidak perlu lagi mengantri di loket.

Menunggu sekitar 10 menit, KRL pun tiba. Saya ingat KRL saat itu belum sebersih, serapih dan senyaman sekarang. Mengapa? Saya dan 2 teman harus berdiri selama perjalanan karena sangat penuh sesak. Berdiri secara berdempetan membuat kami sebagai mahasiswa pendatang menjadi risih dan was-was. 

Saya ingat betul sepanjang perjalanan, tangan kanan berpegangan pada tiang dan tangan kiri di saku celana memastikan dompet dan gawai tidak hilang dicopet oleh oknum nakal. Ketakutan ini muncul karena kerap membaca kisah pencopetan di area publik termasuk dalam kereta yang berdesakan.

Mohon koreksi jika salah, seingat saya tahun 2011 KRL masih berhenti di Stasiun Gambir. Ini karena kami tiba di Stasiun Gambir untuk membeli tiket kereta jarak jauh. Ada kisah lucu ketika kami tiba di Stasiun Gambir, saat itu rekan saya bilang "Ndra, itu Monas ya? teman menunjuk sebuah monumen tinggi menjulang.

Dengan percaya diri saya jawab, "ah, kayaknya bukan deh", maklum sama-sama pendatang dan kami belum tahu detail wilayah Jakarta. Ketika keluar stasiun dan bertanya pada bapak pengemudi Bajaj, barulah kami tahu bahwa itu memang benar Monumen Nasional (Monas). Wuah, girang lah kami kaum pendatang ini melihat langsung Monas di depan mata.

Lokasi Stasiun Gambir sangatlah strategis karena berdekatan dengan Monas, Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta. Tidak butuh lama, kami mengunjungi ketiga tempat bersejarah ini mumpung sedang di Jakarta. Niat awal hanya membeli tiket kereta ke Malang justru diselingi liburan.

Tidak lengkap rasanya jika sebagai pendatang dadakan ini jika tidak mencoba tranpostasi Trans Jakarta. Entah kenapa, kami iseng menggunakan Trans Jakarta ke arah Cililitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun