Saya teringat momen ibu saya merasakan kesedihan mendalam ketika adik bungsu merantau ke Semarang karena kuliah. Pertimbangan karena anak terakhir, cewek dan memiliki karakter agak judes. Ada rasa khawatir apakah adik saya ini bisa cepat beradaptasi di tempat rantau.Â
Kisah lainnya ada video seorang anak gadis yang menyampaikan tujuannya ingin lanjut kuliah. Ternyata si anak punya keinginan bisa lanjut kuliah di luar negeri artinya ia akan berpisah dalam jangka waktu lama dengan orangtuanya.
Uniknya si ayah memohon agar anak gadisnya mengurungkan niat kuliah yang berjauhan dengan orangtua. Ayahnya dikenal sebagai sosok yang dekat dengan anak gadisnya. Ia mendukung anaknya lanjut kuliah tapi tidak untuk merantau. Tandanya si anak berkuliah di kampus yang tidak jauh dari rumah.Â
Beragam alasan orangtua seakan berat merelakan anak untuk merantau mulai si anak tipe manja sehingga khawatir si anak kesepian di tempat rantau, takut anak sakit, terlibat pergaulan bebas, anak kesayangan atau masalah biaya.
Orangtua yang terlalu perasa atau over protektif akan berusaha menghalangi anak untuk pergi jauh darinya. Padahal ada banyak manfaat merantau yang berguna bagi masa depan si anak.Â
Tidak ada salahnya orangtua bisa melakukan cara sederhana ini agar bisa merelakan anak untuk memiliki pengalaman sendiri di tanah rantau.Â
Mindset Orangtua Akan Kembali Sendiri Pada Waktunya
Saya teringat dengan siklus kehidupan manusia dari individu yang baru terlahir, tinggal dan tumbuh kembang bersama orangtua, menikah dan memiliki keluarga sendiri serta berujung pada fase orangtua yang mulai kembali sendiri.Â
Anak umumnya ketika tumbuh dewasa, menikah dan memiliki keluarga sendiri pun akan berupaya tinggal terpisah dengan oramg tua.Â
Orangtua tidak lagi berhak mengekang anak yang tumbuh dewasa. Artinya hanya menunggu waktu ketika anak akan pergi dan kita sebagai orangtua kembali tinggal sendiri atau bersama pasangan.Â
Ketika orangtua sudah menyadari fase ini maka anak merantau untuk kuliah, bekerja, menikah atau alasan lain bersifat alamiah dan normal di masyarakat.Â
Justru dengan memberikan kesempatan anak merantau akan menjadi cara agar si anak bisa mandiri lebih awal. Jadi ketika nanti sudah menikah, ia sudah siap secara pengalaman adaptasi dengan dunia baru. Tentu ini menjadi penting dalam hidup anak.Â
Menghargai Kedewasaan Anak
Di negara maju seperti di Eropa dan Amerika, anak yang sudah berusia 17 tahun atau lulus sekolah setara SMA dianggap sudah dewasa dan mampu menentukan hidupnya sendiri.Â
Uniknya di negara maju bahkan akan menyuruh anak mandiri dengan tidak lagi tinggal 1 atap dengan orangtua. Saya melihat tradisi ini seperti upaya menghargai kedewasaan anak.Â
Saya ingat saat dulu SMA, karakter saya menjadi berubah mulai suka melawan, tidak suka diatur, punya pilihan sendiri yang berbeda dengan orang dan sebagainya. Kondisi seperti ingin memiliki privasi sendiri dan tidak ingin diatur lagi seakan menjadi hal lumrah.Â
Justru dengan merelakan anak merantau akan membuat si anak belajar tentang realita kehidupan. Ia harus bisa menentukan mana yang baik dan buruk, harus bisa menanggung resiko atas segala perbuatan dan memikirkan masa depan.Â
Cara didik ini bukan menandakan si orangtua sudah tidak sayang pada anak namun menghargai kedewasaan anak agar si anak bisa menentukan jalan hidupnya sendiri. Orangtua hanya bersifat sebagai penasehat jika dibutuhkan.Â
Anak Lebih Bisa Menghargai Banyak Hal
Kelebihan hidup merantau jauh dari orangtua adalah kita bertindak atas kehendak sendiri. Mau tidak mau ada perubahan sikap yang kerap terjadi.Â
Jika dulu saat masih tinggal orangtua, baru bangun tidur sudah tersedia makanan yang dimasak ibu, baju sudah tercuci dan rapih, ingin sesuatu tinggal minta pada orangtua, hingga kamar pun kerap dibersihkan orangtua atau asisten rumah tangga.Â
Kini ketika merantau, anak akan menghargai banyak hal. Jika kamar ingin bersih maka ia harus membersihkan sendiri, ingin makan harus masak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan mengatur keuangan sendiri.Â
Saya ingat dulu ada teman kuliah yang dulunya tipe manja. Setiap apa yang diinginkan selalu dituruti orangtua. Sejak kuliah dan merantau, ia mendapatkan uang bekal bulanan.Â
Awalnya ia tidak bisa mengatur keuangan. Jatah uang bulanan bisa habis dalam hitungan hari. Perlahan ketika ia menyadari bahwa ia tidak bisa lagi meminta uang lebih pada orangtua. Dirinya belajar mengatur keuangan. Alhasil ia pun menjadi sosok yang pintar mengelola keuangan dan uang bulanan masih tersisa untuk ditabung.Â
Merantau adalah Bekal Berharga
Merantau bisa menjadi bekal hidup yang berharga. Selain kita bisa menjadi mandiri, tanggung jawab dan disiplin. Kita juga bisa menjalin koneksi lebih banyak.Â
Awal merantau saya tidak punya keluarga dan hanya punya 2 teman semasa SMA yang kuliah di kota sama. Perlahan saya memiliki teman baru dari jurusan sama, teman kos hingga teman organisasi.Â
Dulu saya tidak bisa memahami bahasa Jawa, kini setelah lulus dari salah satu kampus di Malang. Saya bisa dan paham bahasa jawa. Teman lainnya yang dari luar Jawa pun merasakan hal sama.Â
Ada juga teman yang karena jatah bulanan tidak besar akhirnya kuliah sambil mengambil kerja sampingan. Selain menambah uang bulanan juga dirinya mendapatkan pengalaman kerja sebagai modal selepas lulus kuliah.Â
Hal-hal ini terkesan sederhana tapi menjadi bekal penting saat kian dewasa. Banyak hal baru yang justru bisa didapatkan ketika merantau.Â
***
Keinginan merantau mungkin butuh penyesuaian tidak hanya bagi si anak namun juga orangtua. Apalagi saat ini banyak anak yang ingin merantau dengan alasan masing-masing.Â
Beberapa hal di atas bisa jadi upaya orangtua agar siap merelakan anak menempuh kisahnya dengan merantau. Percayalah dengan arahan dan pola didik yang baik, anak akan bisa beradaptasi serta mendapatkan banyak hal positif dari merantau.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H