Pemain pemula biasanya adalah anak-anak yang diajak orang tuanya bermain surfing, wanita hingga wisatawan domestik yang ingin mencoba surfing.Â
Melihat instruktur memberikan arahan teknik berenang di atas papan, menjaga keseimbangan di atas papan, teknik atraksi di atas ombak hingga posisi jatuh pun diajarkan dengan detail. Jika teknik dasar sudah dikenali, barulah instruktur mengajak siswa praktek langsung di pantai.Â
Latihan surfing bukanlah perkara mudah. Kesulitan terbesar adalah menyeimbangkan diri berdiri di atas papan surfing ketika sudah ada ombak besar di belakang. Wajar untuk latihan pertama, siswa belum bisa dikatakan jago secara praktek.Â
Saya pernah melihat anak WNA usia 7 tahun latihan surfing. Hebatnya banyak wisatawan anak-anak sudah jago berdiri dan beratraksi dengan ombak. Jujur saya belum tentu sejago anak untuk bermain surfing.Â
Bule dewasa suka mengajarkan anaknya bermain surfing sejak dini. Melatih keberanian dan menularkan hobi menjadi alasan pelatihan ini.
Surfing Berkontribusi pada Ekonomi Lokal
Secara tidak langsung surfing ikut berkontribusi terhadap ekonomi lokal. Contoh sederhana mengingat lokasi surfing biasanya pantai yang terpencil dan susah akses jalan maka wisatawan lebih suka menyewa kendaraan. Tentu saja penyewaan kendaraan menjadi banyak permintaan.Â
Papan surfing yang memiliki dimensi besar dan berat tentu akan menyusahkan jika harus dibawa dari negara asal. Oleh karena itu wisatawan asing kerap memanfaatkan jasa persewaan papan surfing. Apalagi ketersediaan cukup banyak dengan harga terjangkau.
Mengingat surfing merupakan aktivitas yang menguras tenaga dan fisik pasti setelah melakukan surfing, wisatawan mencari penjual lokal untuk istirahat ataupun mencicipi makanan dan minuman. Ini juga berkontribusi bagi masyarakat setempat untuk membuka usaha di sekitar pantai.
Warga lokal yang memiliki keterampilan surfing pun mendapatkan manfaat di mana bisa menjadi instruktur kepada pemain pemula. Bayarannya tergolong lumayan apalagi jika yang berlatih datang secara rombongan.Â